Kisah Umar bin Khattab Marah Mendengar Khalid bin Walid Menggosok Badan dengan Khamar
Kamis, 13 Juni 2024 - 14:12 WIB
Kisah Umar bin Khattab marah mendengar Khalid bin Walid menggosok badan dengan khamr diceritakan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000).
Sejak Umar bin Khattab menjadi khalifah , jabatan Khalid bin Walid di militer telah diturunkan di bawah Abu Ubaidah bin Jarrah . Ia juga dipidahkan dari Irak ke Kinnasrin, Suriah . Jenderal jenius ini hanya menjabat sebagai komandan batalion.
Haekal menyebut sesudah pemberontakan di utara Syam mereda, pasukan Muslimin menyeberang terus ke Armenia. Hal itu dilakukan setelah Khalid bin Walid menyerbu Mar'asy, Syimsyat dan tempat-tempat lain.
Sesudah itu ia kembali ke Syam. Dari utara Syam Khalid bin Walid berangkat ke kawasan itu sampai di Amid dan Ruha.
Dalam perjalanannya itu ia sempat membebaskan beberapa tempat dan memperoleh pula rampasan perang, yang sekaligus untuk menanamkan rasa gentar di hati orang.
Sesudah itu ia kembali ke Kinnasrin dengan membawa rampasan perang dalam jumlah sangat besar. Oleh karena itu banyak orang dari sana sini yang datang kepadanya meminta bantuan berupa hadiah dan ia pun cukup bermurah hati kepada mereka.
Nah, kisah ini dimulai keputusan Khalid bin Walid yang memberi hadiah kepada Al-Asy'as bin Qais yang datang kepadanya meminta bantuan. Khalid memberi 10.000 dirham.
Dengan penuh rasa kagum orang bicara tentang Khalid di Qilqiah dan Armenia. Mereka bicara tentang kehebatannya yang luar biasa serta kemenangan-kemenangannya yang hampir tak masuk akal di Irak dan di Syam, tentang hadiah-hadiah dan pemberian-pemberiannya kepada para pahlawan dan penyair serta hadiah yang besar kepada Asy'as bin Qais.
Mereka bicara tentang kedermawanan raja-raja Banu Gassan dan raja-raja Hirah. Cerita tentang segala kekaguman mereka ini dan beri tentang hadiah-hadiah itu terbetik juga di telinga Khalifah Umar bin Khattab di Madinah, begitu juga segala sesuatu mengenai para wakilnya.
Ia marah besar kepada Khalid dan dilihatnya orang ini belum kembali sadar dari kesesatannya. Sebelum itu ia memang sudah menerima berita bahwa Khalid ketika di Amid, Armenia, ia masuk ke kamar mandi lalu menggosok badannya dengan sesuatu yang mengandung khamar.
Ditulisnya surat kepada Khalid dengan mengatakan: "Saya mendapat kabar bahwa Anda menggosok badan dengan khamar. Allah sudah mengharamkan khamar lahir batin sekalipun hanya menyentuhnya. Oleh karenanya, janganlah disentuhkan ke badan kalian."
Jawaban Khalid mengatakan: "Kami sudah menolaknya tetapi bahan pembersih tak ada selain khamar."
Tidak puas dengan jawaban itu, Umar membalasnya lagi dengan nada berang: "Keluarga al-Mugirah memang sudah biasa hanyut ke dalam hal yang sia-sia. Semoga Allah tidak membuat kalian mati dalam keadaan begitu."
Umar memerintahkan supaya harta yang diperolehnya itu disimpan untuk kaum duafa Muhajirin. Tetapi malah diberikan kepada orang-orang yang kuat, orang berpangkat dan suka menuntut.
Bukankah itu menunjukkan bahwa dia tidak melaksanakan perintah untuk memeriksa ulang perhitungan harta itu, dan segala pemberi kepada kambing atau unta sekalipun harus atas perintahnya, dan dia tetap bersikeras pada kata-katanya ketika menyampaikan perintah ini kepadanya: "Anda biarkan saya dengan pekerjaan saya, atau terserahlah Anda dengan pekerjaan Anda."
Bagaimana keadaan akan berjalan benar jika Khalid bin Walid ingin memegang kekuasaan sendiri bebas tanpa ada pemeriksa dan pengawas kekayaan!
Bahkan bagaimana akan berjalan benar jika Khalid sudah terpesona oleh kekaguman orang kepadanya dan pujian atas segala peranannya.
Terbayang olehnya bahwa dia yang sekarang berkuasa di seluruh kawasan Syam, sudah menjadi raja seperti Jabalah dan nenek moyangnya dari Banu Gassan, berhak mengampuni dan menjatuhkan hukuman, mengizinkan dan melarang. Ya, kalau dibiarkan semaunya, suatu hari ia akan sampai di puncak kesombongan dan ke zalimannya.
Ia tidak akan lagi peduli pada perintah Khalifah dan tidak akan menghargainya. Andaikata ketika itu juga kedudukannya ditarik oleh Khalifah, niscaya ia akan memberontak dan pasti akan ada dari prajurit Syam yang akan membelanya.
Bukan tak mungkin pihak Romawi akan mendukung pula, maka terjadilah suatu bencana besar. Ketika itulah Umar bin Khattab hanya menyalahkan dirinya sendiri, kemudian Allah akan membuat perhitungan atas dirinya yang sudah lalai dalam mengurus umat Islam, karena dia ragu-ragu dan masih menahan diri.
Saat itu Umar benar-benar berang kepada Khalid dengan mengatakan: "Sungguh aku tidak beriman kepada Allah kalau aku pernah menyarankan kepada Abu Bakar tetapi perintah itu tidak kulaksanakan. Demi Allah, aku tidak akan mengangkatnya lagi untuk suatu jabatan apa pun."
Sejak Umar bin Khattab menjadi khalifah , jabatan Khalid bin Walid di militer telah diturunkan di bawah Abu Ubaidah bin Jarrah . Ia juga dipidahkan dari Irak ke Kinnasrin, Suriah . Jenderal jenius ini hanya menjabat sebagai komandan batalion.
Haekal menyebut sesudah pemberontakan di utara Syam mereda, pasukan Muslimin menyeberang terus ke Armenia. Hal itu dilakukan setelah Khalid bin Walid menyerbu Mar'asy, Syimsyat dan tempat-tempat lain.
Sesudah itu ia kembali ke Syam. Dari utara Syam Khalid bin Walid berangkat ke kawasan itu sampai di Amid dan Ruha.
Dalam perjalanannya itu ia sempat membebaskan beberapa tempat dan memperoleh pula rampasan perang, yang sekaligus untuk menanamkan rasa gentar di hati orang.
Sesudah itu ia kembali ke Kinnasrin dengan membawa rampasan perang dalam jumlah sangat besar. Oleh karena itu banyak orang dari sana sini yang datang kepadanya meminta bantuan berupa hadiah dan ia pun cukup bermurah hati kepada mereka.
Nah, kisah ini dimulai keputusan Khalid bin Walid yang memberi hadiah kepada Al-Asy'as bin Qais yang datang kepadanya meminta bantuan. Khalid memberi 10.000 dirham.
Dengan penuh rasa kagum orang bicara tentang Khalid di Qilqiah dan Armenia. Mereka bicara tentang kehebatannya yang luar biasa serta kemenangan-kemenangannya yang hampir tak masuk akal di Irak dan di Syam, tentang hadiah-hadiah dan pemberian-pemberiannya kepada para pahlawan dan penyair serta hadiah yang besar kepada Asy'as bin Qais.
Mereka bicara tentang kedermawanan raja-raja Banu Gassan dan raja-raja Hirah. Cerita tentang segala kekaguman mereka ini dan beri tentang hadiah-hadiah itu terbetik juga di telinga Khalifah Umar bin Khattab di Madinah, begitu juga segala sesuatu mengenai para wakilnya.
Ia marah besar kepada Khalid dan dilihatnya orang ini belum kembali sadar dari kesesatannya. Sebelum itu ia memang sudah menerima berita bahwa Khalid ketika di Amid, Armenia, ia masuk ke kamar mandi lalu menggosok badannya dengan sesuatu yang mengandung khamar.
Ditulisnya surat kepada Khalid dengan mengatakan: "Saya mendapat kabar bahwa Anda menggosok badan dengan khamar. Allah sudah mengharamkan khamar lahir batin sekalipun hanya menyentuhnya. Oleh karenanya, janganlah disentuhkan ke badan kalian."
Jawaban Khalid mengatakan: "Kami sudah menolaknya tetapi bahan pembersih tak ada selain khamar."
Tidak puas dengan jawaban itu, Umar membalasnya lagi dengan nada berang: "Keluarga al-Mugirah memang sudah biasa hanyut ke dalam hal yang sia-sia. Semoga Allah tidak membuat kalian mati dalam keadaan begitu."
Umar memerintahkan supaya harta yang diperolehnya itu disimpan untuk kaum duafa Muhajirin. Tetapi malah diberikan kepada orang-orang yang kuat, orang berpangkat dan suka menuntut.
Bukankah itu menunjukkan bahwa dia tidak melaksanakan perintah untuk memeriksa ulang perhitungan harta itu, dan segala pemberi kepada kambing atau unta sekalipun harus atas perintahnya, dan dia tetap bersikeras pada kata-katanya ketika menyampaikan perintah ini kepadanya: "Anda biarkan saya dengan pekerjaan saya, atau terserahlah Anda dengan pekerjaan Anda."
Bagaimana keadaan akan berjalan benar jika Khalid bin Walid ingin memegang kekuasaan sendiri bebas tanpa ada pemeriksa dan pengawas kekayaan!
Bahkan bagaimana akan berjalan benar jika Khalid sudah terpesona oleh kekaguman orang kepadanya dan pujian atas segala peranannya.
Terbayang olehnya bahwa dia yang sekarang berkuasa di seluruh kawasan Syam, sudah menjadi raja seperti Jabalah dan nenek moyangnya dari Banu Gassan, berhak mengampuni dan menjatuhkan hukuman, mengizinkan dan melarang. Ya, kalau dibiarkan semaunya, suatu hari ia akan sampai di puncak kesombongan dan ke zalimannya.
Ia tidak akan lagi peduli pada perintah Khalifah dan tidak akan menghargainya. Andaikata ketika itu juga kedudukannya ditarik oleh Khalifah, niscaya ia akan memberontak dan pasti akan ada dari prajurit Syam yang akan membelanya.
Bukan tak mungkin pihak Romawi akan mendukung pula, maka terjadilah suatu bencana besar. Ketika itulah Umar bin Khattab hanya menyalahkan dirinya sendiri, kemudian Allah akan membuat perhitungan atas dirinya yang sudah lalai dalam mengurus umat Islam, karena dia ragu-ragu dan masih menahan diri.
Saat itu Umar benar-benar berang kepada Khalid dengan mengatakan: "Sungguh aku tidak beriman kepada Allah kalau aku pernah menyarankan kepada Abu Bakar tetapi perintah itu tidak kulaksanakan. Demi Allah, aku tidak akan mengangkatnya lagi untuk suatu jabatan apa pun."
(mhy)
Lihat Juga :