Lembah Keinsafan: Pecinta, Sultan Mahmud, dan Si Gila Tuhan

Minggu, 20 September 2020 - 12:51 WIB
Tetapi jika kau seorang pencinta, merasalah malu pada dirimu sendiri. Apa gunanya tidur bagi mata pencinta? Di siang hari pencinta berlomba dengan angin; di malam hari hatinya yang menyala membuat wajahnya bersinar seri dengan cemerlang cahaya bulan.

Jika kau bukan laki-laki semacam itu, jangan lagi berlagak mencintai aku. Jika seseorang bisa tidur di tempat lain dan bukan di kuburnya, boleh kukatakan dia itu seorang pencinta-tetapi, pencinta dirinya sendiri."

Prajurit Pengawal Bercinta

Seorang perajurit sedang dalam bercinta. Selagi tidak mengawal pun ia tak bisa tidur. Akhirnya seorang kawan memintanya agar tidur beberapa jam.




Kata perajurit itu, "Aku perajurit pengawal, dan aku sedang dalam bercinta. Bagaimana aku bisa istirahat? Seorang perajurit yang sedang bertugas tak boleh tidur, maka yang demikian itu akan merupakan keuntungan bagi dia dalam bercinta."

"Setiap malam cinta menguji diriku, dan karena itu aku dapat tetap berjaga dan mengawal benteng. Cinta ini sahabat bagi perajurit pengawal, karena keadaan jaga menjadi bagian dari dirinya; ia yang mencapai keadaan demikian akan selalu awas."

Jangan tidur, o insan, jika kau berusaha mendapatkan pengetahuan tentang dirimu sendiri. Kawal baik-baik benteng hatimu, karena banyak pencuri di mana-mana. Jangan biarkan para perampok mencuri permata yang kau bawa.




Pengetahuan sejati akan datang pada dia yang dapat tetap berjaga. Ia yang dengan sabar berkawal akan sadar-tahu kapan Tuhan datang mendekat. Para pencinta sejati yang ingin menyerahkan diri dalam bius kemabukan cinta akan pergi menyendiri. Ia yang memiliki cinta rohani menggenggam di tangannya kunci kedua dunia. Jika ia perempuan, ia akan menjadi laki-laki; dan jika ia laki-laki, ia akan menjadi lautan yang dalam.

Mahmud dan Si Gila Tuhan

Suatu hari, di gurun, Mahmud melihat seorang fakir yang menundukkan kepala dengan sedih berpunggung bungkuk karena duka. Ketika Sultan mendekatinya, orang itu berkata, "Enyahlah! Atau akan kupukul kau seratus kali. Pergi, kataku, kau bukan raja, melainkan orang yang berpikiran hina, seorang kafir di mata Tuhan."




Mahmud menjawab tajam, "Bicaralah padaku sebagaimana layaknya pada seorang sultan, jangan serupa itu."

Jawab fakir itu, "Jika kau tahu, o si bodoh, bagaimana kau terjungkir-balik, kerajaan dan kekayaan pun tak ada artinya; kau akan meratap tiada hentinya dan membakar kepalamu."
(mhy)
Halaman :
Follow
Hadits of The Day
Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Amalah apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak menambah pertanyaan lagi karena menjaga perasaan beliau.

(HR. Bukhari No. 5513)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More