Mukzijat Musa di Sungai Tigris untuk Pasukan Muslim, Kaisar Persia Lari Terbirit-birit
Selasa, 27 Oktober 2020 - 12:12 WIB
MELIHAT pasukan yang sudah begitu kuat di selat Mada'in , Sa’ad bin Abi Waqqas memerintahkan semua anggota pasukan berkudanya yang ribuan jumlahnya itu serentak menyerbu masuk ke sungai yang sedang bergejolak. (
)Sungai yang saat itu sudah penuh kuda tak tampak lagi airnya. Selanjutnya Asim memerintahkan para nelayan perahu dan awak kapal orang-orang Persia bertolak ke seberang Bahrasir untuk mengangkut pasukan Muslimin yang tidak menyeberang dengan kuda.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebutkan ketika Sa’ad dengan angkatan bersenjatanya menyeberang, penghuni Mada'in sudah lari semua. Yang masih tinggal hanya mereka yang bertahan di Istana Putih. Tetapi mereka tidak mengadakan perlawanan. Bahkan setuju mereka membayar jizyah. Pintu Istana pun dibuka untuk pasukan Muslimin. ( )
Inilah salah satu mukjizat perang, yang hampir tak masuk akal. Dalam kitab al-Bidayah wan-Nihayah Ibn Kasir selesai melukiskan secara terinci menyebutkan: "Itulah peristiwa besar dan hal yang amat penting, yang amat mulia dan yang luar biasa, suatu mukjizat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang diciptakan Allah untuk sahabat-sahabatnya, suatu hal yang tak pernah terjadi di negeri itu atau di mana pun di dunia ini.
Ungkapan sejarawan Islam ini melukiskan perasaannya dan perasaan kita ketika di depan kita tergambar segala tindakan yang sungguh cemerlang serta keberanian yang tak ada taranya. Untuk melukiskan semua perbuatan itu, adakah kata yang lebih tepat daripada mukjizat?
Mukjizat yang bagaimana lagi ketika regu di bawah pimpinan Asim itu terjun ke Sungai, dan regu yang sebuah lagi di bawah pimpinan Qa'qa' juga terjun ke Sungai, dan keduanya tidak takut akan ditelan ombak atau akan diserang dengan panah oleh pasukan Persia dari seberang pantai?!
Tetapi kepercayaan kepada kemenangan itulah yang telah mengangkat jiwanya ke mana pun akan dibawa, dan maut di depan matanya tak lebih dari kata-kata yang artinya sama: demi tujuan yang ingin dicapai. ( )
Pasukan Muslimin sudah tidak sabar lagi melihat Mada'in. Mereka ingin menerobosnya dan membebaskannya berapa pun harga yang harus dibayar, dengan darah dan dengan nyawa mereka sekalipun.
Itu sebabnya, tatkala melihat mereka, pasukan Persia itu berkata: Kita tidak berperang dengan manusia tetapi dengan jin. Setelah itu mereka tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi jin, yang datang kepada mereka muncul dari sela-sela ombak, dan seolah suatu kekuatan gaib telah mengguncang bumi dan gunung. Bukankah gunung-gunung berapi dan halilintar merupakan suatu kekuatan gaib juga.
Demikian halnya dengan kedua regu itu, juga demikian dengan Sa’ad dan angkatan bersenjata yang lain tatkala mereka terjun ke sungai, kelompok demi kelompok, kuda dan para kesatria itu menyeruak ke tengah-tengah ombak yang sedang melonjak-lonjak. ( )
Bagaimana suatu kekuatan akan mampu bertahan menghadapi kekuatan semacam ini!
Pihak Persia yang kekuatannya sudah berantakan dan sudah kehilangan semangat dalam menghadapi jin yang sekarang mendatangi mereka, dan mereka dalam ketakutan, apa pula yang dapat dilakukannya selain melarikan diri!
"Inilah mukjizat yang tak pernah terjadi di negeri itu atau di mana pun di dunia ini." Itulah kata-kata Ibn Kasir. ( )
Menurut Haekal, kalau tidak karena Timur Leng yang juga membawa-mukjizat serupa tatkala angkatan bersenjatanya berenang menyeberangi sungai ketika mereka menyerang Bagdad pada akhir dasawarsa abad ke-14 Masehi, tentu sebagian orang masih akan ragu untuk mempercayainya.
Bahkan Balazuri menyebutnya dengan agak berhati-hati, dan menambahnya dengan sumber-sumber yang lebih sukar untuk dapat dipercaya, di antaranya sumber dari Aban bin Saleh yang mengatakan: "Pasukan Muslimin berakhir sampai di Tigris yang airnya sedang meluap, hal yang tak pernah terjadi. Kapal-kapal dan semua sarana penyeberangan ke bagian timur oleh pihak Persia sudah diangkat dan jembatannya dibakar. Sa’ad dan pasukannya merasa kesal sekali karena jalan untuk menyeberang sudah tak ada. ( )
Salah seorang dari pasukan itu memberanikan diri mencebur dan berenang dengan kudanya ke seberang, maka pasukan yang lain pun mengikutinya berenang. Kemudian mereka memerintahkan para awak kapal itu untuk mengangkut barang-barang.
Ada lagi sumber Abu Amr bin Ala' yang mengatakan: "Sa’ad sudah tidak mempunyai sarana penyeberangan lagi. Ada yang menunjukkan ke tempat penyeberangan di desa nelayan maka mereka menceburkan kudanya ke sana. Pasukan Persia menghujani mereka dengan serangan, tetapi ketika itu tak ada yang terkena selain seorang dari Banu Tayyi' yang cedera."
Haekal mengatakan tentu sudah kita lihat bahwa sumber-sumber yang disajikan dengan berhati-hati itu terasa bahwa mereka masih ragu menerima sumber- sumber yang kami kemukakan itu. Tetapi Tabari, Ibn Asir, Ibn Khaldun, Ibn Kasir dan yang lain sepakat menerimanya. Sungguhpun begitu, kehati-hatian mereka tidak dapat menafikan sumber-sumber tersebut dan tak dapat memastikan apa yang mereka sanggah. (
)
Kehati-hatian demikian hanya ada pada orang yang melihatnya sebagai suatu keajaiban yang memang dapat menimbulkan keraguan. Kalau mereka yang ragu hidup dalam akhir abad keempat belas Masehi dan mengetahui bahwa Timur Leng menyeberangi Sungai Tigris dengan pasukannya, seperti yang dilakukan Sa’ad, niscaya sumber yang sudah disepakati bersama itu tidak akan mengherankan mereka lagi dan segala keraguan dalam pikiran mereka mengenai sumber yang sudah disepakati itu akan hilang, dan tidak lagi peristiwa yang mengherankan itu suatu keajaiban, tetapi, niscaya mereka akan yakin bahwa Sa’ad: "Terjun dengan kudanya ke Sungai Tigris dan pasukannya ikut pula, sehingga tak seorang pun yang masih tinggal." ( )
Perjalanan mereka di tempat itu seperti sedang berjalan di pemukaan tanah sehingga memenuhi kedua tepi Sungai itu, artileri dan infanteri tidak lagi melihat pemukaan air. Mereka berbicara di pemukaan air seperti berbicara di pemukaan tanah. Soalnya karena mereka sudah tenteram, sudah merasa aman. Mereka hanya percaya kepada segala yang telah dijanjikan oleh Allah: pertolongan dan dukungan-Nya...
Hari itu Sa’ad berdoa untuk keselamatan dan kemenangan pasukannya. la telah menceburkan mereka ke dalam Sungai, tetapi Allah membimbing dan menyelamatkan mereka, sehingga tak seorang pun ada korban di pihak Muslimin, dan tidak pula ada dari barang-barang mereka yang hilang selain sebuah gayung dari kayu milik seseorang, karena tali gantungannya sudah rapuh lalu terbawa ombak ke seberang yang ditujunya.
Gayung itu dipungut orang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya... ( )
Yang mendampingi Sa’ad bin Abi Waqqas di Sungai ketika itu Salman al-Farisi . Dalam hal ini Sa’ad berucap: Cukup Allah bagi kami sebagai Pelindung terbaik. Niscaya Allah akan menolong pengikut-Nya, Allah akan memenangkan agama-Nya, Allah akan membinasakan musuh-Nya, selama dalam angkatan bersenjata ini tak ada orang yang melakukan perbuatan durhaka atau dosa yang melebihi kebaikan. Lalu kata Salman kepada Sa’ad: Di Sungai musuh itu begitu hina, tak bedanya dengan di darat. Sungguh, demi yang memegang hidup Salman, mereka akan berbondong-bondong keluar, seperti waktu masuk. Memang benar, mereka keluar dari sana, seperti dikatakan Salman, tanpa kehilangan apa pun."
Istana Kisra
Sekarang pasukan Muslimin keluar dari Sungai itu, dan kudanya mengibas-ngibaskan bulu tengkuknya sambil meringkik-ringkik. Mereka memasuki kota Mada'in tetapi sudah tak ada orang, — selain mereka yang masih mau bertahan dalam Istana — sebab Yazdigird sudah membawa keluarganya, harta dan barang-barang yang dapat diangkutnya kemudian mereka lari ke Hulwan. ( )
Sa’ad menyerukan mereka yang masih bertahan dalam Istana itu supaya turun. Sesudah mereka turun, ia masuk bersama pasukannya sambil melemparkan pandangnya ke sana sini, melihat-lihat isi Istana yang agung itu, segalanya terdiri dari barang-barang berharga. Ketika itulah ia membaca firman Allah:
"Berapa banyak taman dan mala air yang mereka tinggalkan; tanaman-tanaman dan lempat-tempat kediaman yang indah; dan kenikmatan lempat mereka bersenang-senang. Demikianlah mereka berukhir, dan Kami wariskan kepada golongan lain. Langit dan bumi tidak menangisi mereka, juga mereka lidak diberi penangguhan waktu." (Qur'an, 44: 25-29). (Bersambung)
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menyebutkan ketika Sa’ad dengan angkatan bersenjatanya menyeberang, penghuni Mada'in sudah lari semua. Yang masih tinggal hanya mereka yang bertahan di Istana Putih. Tetapi mereka tidak mengadakan perlawanan. Bahkan setuju mereka membayar jizyah. Pintu Istana pun dibuka untuk pasukan Muslimin. ( )
Inilah salah satu mukjizat perang, yang hampir tak masuk akal. Dalam kitab al-Bidayah wan-Nihayah Ibn Kasir selesai melukiskan secara terinci menyebutkan: "Itulah peristiwa besar dan hal yang amat penting, yang amat mulia dan yang luar biasa, suatu mukjizat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam yang diciptakan Allah untuk sahabat-sahabatnya, suatu hal yang tak pernah terjadi di negeri itu atau di mana pun di dunia ini.
Ungkapan sejarawan Islam ini melukiskan perasaannya dan perasaan kita ketika di depan kita tergambar segala tindakan yang sungguh cemerlang serta keberanian yang tak ada taranya. Untuk melukiskan semua perbuatan itu, adakah kata yang lebih tepat daripada mukjizat?
Mukjizat yang bagaimana lagi ketika regu di bawah pimpinan Asim itu terjun ke Sungai, dan regu yang sebuah lagi di bawah pimpinan Qa'qa' juga terjun ke Sungai, dan keduanya tidak takut akan ditelan ombak atau akan diserang dengan panah oleh pasukan Persia dari seberang pantai?!
Tetapi kepercayaan kepada kemenangan itulah yang telah mengangkat jiwanya ke mana pun akan dibawa, dan maut di depan matanya tak lebih dari kata-kata yang artinya sama: demi tujuan yang ingin dicapai. ( )
Pasukan Muslimin sudah tidak sabar lagi melihat Mada'in. Mereka ingin menerobosnya dan membebaskannya berapa pun harga yang harus dibayar, dengan darah dan dengan nyawa mereka sekalipun.
Itu sebabnya, tatkala melihat mereka, pasukan Persia itu berkata: Kita tidak berperang dengan manusia tetapi dengan jin. Setelah itu mereka tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi jin, yang datang kepada mereka muncul dari sela-sela ombak, dan seolah suatu kekuatan gaib telah mengguncang bumi dan gunung. Bukankah gunung-gunung berapi dan halilintar merupakan suatu kekuatan gaib juga.
Demikian halnya dengan kedua regu itu, juga demikian dengan Sa’ad dan angkatan bersenjata yang lain tatkala mereka terjun ke sungai, kelompok demi kelompok, kuda dan para kesatria itu menyeruak ke tengah-tengah ombak yang sedang melonjak-lonjak. ( )
Bagaimana suatu kekuatan akan mampu bertahan menghadapi kekuatan semacam ini!
Pihak Persia yang kekuatannya sudah berantakan dan sudah kehilangan semangat dalam menghadapi jin yang sekarang mendatangi mereka, dan mereka dalam ketakutan, apa pula yang dapat dilakukannya selain melarikan diri!
"Inilah mukjizat yang tak pernah terjadi di negeri itu atau di mana pun di dunia ini." Itulah kata-kata Ibn Kasir. ( )
Menurut Haekal, kalau tidak karena Timur Leng yang juga membawa-mukjizat serupa tatkala angkatan bersenjatanya berenang menyeberangi sungai ketika mereka menyerang Bagdad pada akhir dasawarsa abad ke-14 Masehi, tentu sebagian orang masih akan ragu untuk mempercayainya.
Bahkan Balazuri menyebutnya dengan agak berhati-hati, dan menambahnya dengan sumber-sumber yang lebih sukar untuk dapat dipercaya, di antaranya sumber dari Aban bin Saleh yang mengatakan: "Pasukan Muslimin berakhir sampai di Tigris yang airnya sedang meluap, hal yang tak pernah terjadi. Kapal-kapal dan semua sarana penyeberangan ke bagian timur oleh pihak Persia sudah diangkat dan jembatannya dibakar. Sa’ad dan pasukannya merasa kesal sekali karena jalan untuk menyeberang sudah tak ada. ( )
Salah seorang dari pasukan itu memberanikan diri mencebur dan berenang dengan kudanya ke seberang, maka pasukan yang lain pun mengikutinya berenang. Kemudian mereka memerintahkan para awak kapal itu untuk mengangkut barang-barang.
Ada lagi sumber Abu Amr bin Ala' yang mengatakan: "Sa’ad sudah tidak mempunyai sarana penyeberangan lagi. Ada yang menunjukkan ke tempat penyeberangan di desa nelayan maka mereka menceburkan kudanya ke sana. Pasukan Persia menghujani mereka dengan serangan, tetapi ketika itu tak ada yang terkena selain seorang dari Banu Tayyi' yang cedera."
Haekal mengatakan tentu sudah kita lihat bahwa sumber-sumber yang disajikan dengan berhati-hati itu terasa bahwa mereka masih ragu menerima sumber- sumber yang kami kemukakan itu. Tetapi Tabari, Ibn Asir, Ibn Khaldun, Ibn Kasir dan yang lain sepakat menerimanya. Sungguhpun begitu, kehati-hatian mereka tidak dapat menafikan sumber-sumber tersebut dan tak dapat memastikan apa yang mereka sanggah. (
Baca Juga
Kehati-hatian demikian hanya ada pada orang yang melihatnya sebagai suatu keajaiban yang memang dapat menimbulkan keraguan. Kalau mereka yang ragu hidup dalam akhir abad keempat belas Masehi dan mengetahui bahwa Timur Leng menyeberangi Sungai Tigris dengan pasukannya, seperti yang dilakukan Sa’ad, niscaya sumber yang sudah disepakati bersama itu tidak akan mengherankan mereka lagi dan segala keraguan dalam pikiran mereka mengenai sumber yang sudah disepakati itu akan hilang, dan tidak lagi peristiwa yang mengherankan itu suatu keajaiban, tetapi, niscaya mereka akan yakin bahwa Sa’ad: "Terjun dengan kudanya ke Sungai Tigris dan pasukannya ikut pula, sehingga tak seorang pun yang masih tinggal." ( )
Perjalanan mereka di tempat itu seperti sedang berjalan di pemukaan tanah sehingga memenuhi kedua tepi Sungai itu, artileri dan infanteri tidak lagi melihat pemukaan air. Mereka berbicara di pemukaan air seperti berbicara di pemukaan tanah. Soalnya karena mereka sudah tenteram, sudah merasa aman. Mereka hanya percaya kepada segala yang telah dijanjikan oleh Allah: pertolongan dan dukungan-Nya...
Hari itu Sa’ad berdoa untuk keselamatan dan kemenangan pasukannya. la telah menceburkan mereka ke dalam Sungai, tetapi Allah membimbing dan menyelamatkan mereka, sehingga tak seorang pun ada korban di pihak Muslimin, dan tidak pula ada dari barang-barang mereka yang hilang selain sebuah gayung dari kayu milik seseorang, karena tali gantungannya sudah rapuh lalu terbawa ombak ke seberang yang ditujunya.
Gayung itu dipungut orang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya... ( )
Yang mendampingi Sa’ad bin Abi Waqqas di Sungai ketika itu Salman al-Farisi . Dalam hal ini Sa’ad berucap: Cukup Allah bagi kami sebagai Pelindung terbaik. Niscaya Allah akan menolong pengikut-Nya, Allah akan memenangkan agama-Nya, Allah akan membinasakan musuh-Nya, selama dalam angkatan bersenjata ini tak ada orang yang melakukan perbuatan durhaka atau dosa yang melebihi kebaikan. Lalu kata Salman kepada Sa’ad: Di Sungai musuh itu begitu hina, tak bedanya dengan di darat. Sungguh, demi yang memegang hidup Salman, mereka akan berbondong-bondong keluar, seperti waktu masuk. Memang benar, mereka keluar dari sana, seperti dikatakan Salman, tanpa kehilangan apa pun."
Istana Kisra
Sekarang pasukan Muslimin keluar dari Sungai itu, dan kudanya mengibas-ngibaskan bulu tengkuknya sambil meringkik-ringkik. Mereka memasuki kota Mada'in tetapi sudah tak ada orang, — selain mereka yang masih mau bertahan dalam Istana — sebab Yazdigird sudah membawa keluarganya, harta dan barang-barang yang dapat diangkutnya kemudian mereka lari ke Hulwan. ( )
Sa’ad menyerukan mereka yang masih bertahan dalam Istana itu supaya turun. Sesudah mereka turun, ia masuk bersama pasukannya sambil melemparkan pandangnya ke sana sini, melihat-lihat isi Istana yang agung itu, segalanya terdiri dari barang-barang berharga. Ketika itulah ia membaca firman Allah:
"Berapa banyak taman dan mala air yang mereka tinggalkan; tanaman-tanaman dan lempat-tempat kediaman yang indah; dan kenikmatan lempat mereka bersenang-senang. Demikianlah mereka berukhir, dan Kami wariskan kepada golongan lain. Langit dan bumi tidak menangisi mereka, juga mereka lidak diberi penangguhan waktu." (Qur'an, 44: 25-29). (Bersambung)
(mhy)