Ummu Salamah, Pemilik Saran dan Ide Dakwah yang Cerdas
Sabtu, 31 Oktober 2020 - 08:06 WIB
Sosok Ummul Mukminin selanjutnya adalah Ummu Salamah radhiyallahu’anha. Perempuan mulia dengan kesabaran dan ketabahannya membuahkan balasan yang agung.
Imam Adz-Dzahabi menjelaskan tentang Umm Salamah; “ Umm Salamah adalah wanita terhormat, berhijab dan suci. Namanya Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah Al-Makhzumiyah. Ummu Salamah merupakan sepupu kepada Khalid bin Walid yang digelar Saifullah (Pedang Allah) dan Abu Jahal bin Hisyam. Dia termasuk wanita yang pertama kali berhijrah. Sebelum menjadi isteri Nabi Muhammad SAW, Ummu Salamah menikah dengan Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang lelaki yang soleh.”
(Baca juga : Aisyah Al-Humaira, Obat dari Atas Langit yang Ketujuh )
Bagaimana kisah hidup Ummu Salamah sebenarnya? Di dalam berbagai literatur dan kitab tentang perempuan mulia dan para shahabiyah disebutkan, bahwa Ummu Salamah adalah seorang perempuan yang sangat terhormat dan mulia , berasal dari keluarga yang terhormat karena beliau berasal dari bani Makhzum .
Ayahnya juga adalah seorang tokoh Quraisy yang dermawan dan pemurah dan selalu memberi bekal kepada musafir yang kehabisan bekal. Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang dermawan membuatkan Ummu Salamah menjadi seorang yang dermawan, mempunyai hati yang bersih serta sangat menghayati arti belas kasihan sehingga memancarlah kebaikan dan kemurahan hatinya kepada manusia.
(Baca juga : Zainab binti Khuzaimah, Ibundanya Kaum Fakir Miskin )
Sejak kecil lagi Ummu Salamah sudah menampakkan kepribadian yang kuat untuk menjadi wanita terhormat. Beliau juga memiliki paras yang cantik jelita. Setelah meningkat dewasa, Ummu Salamah dipinang oleh Abdullah (Abu Salamah) bin Abdul Asad. Abu Salamah merupakan seorang pemuda Quraisy yang terkenal dengan kemampuan menunggang kuda, beliau juga saudara sesusu Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam. Pernikahan Hindun (Ummu Salamah) dan Abu Salamah dilangsungkan dan mereka hidup bahagia. Setelah Islam tersebar ke Makkah, mereka berdua termasuk di antara yang bersegera beriman.
(Baca juga : Hafshah binti Umar, Penjaga Al-Qur'an yang Ahli Puasa dan Salat Malam )
Tibalah saat berhijrah ke Madinah, Ummu Salamah dan suaminya mengalami peristiwa yang amat memilukan. Ketika Abu Salamah, Ummu Salamah dan putera mereka, Salamah bin Abu Salamah sedang bersiap sedia berangkat ke Madinah, terjadi perselisihan antara keluarga bani Asad dan Bani Mughirah. Keluarga bani Mughirah (keluarga Ummu Salamah) melarang Abu Salamah membawa istrinya hijrah, pun bani Asad (keluarga Abu Salamah) tidak mengizinkan anak mereka (Salamah) bersama Ummu Salamah. Setelah itu kedua keluarga besar tersebut berebut putera mereka sehigga keluarga bani Asad menang mendapatkannya.
Ummu Salamah dibawa pulang oleh keluarganya ( bani Mughirah), sedangkan anaknya dibawa oleh keluarga suaminya (bani Asad) manakala suaminya, Abu Salamah meneruskan hijrah ke Madinah. Maka Ummu Salamah terpisah dengan anak dan suaminya. Namun begitu Ummu Salamah diberi kesabaran yang tinggi untuk terus sabar melalui ujian itu.
(Baca juga : Cerita di Balik Persahabatan Mike Tyson dan Khabib Nurmagomedov )
Sejak terpisah dengan suami dan anaknya, setiap pagi Ummu Salamah pergi ke tanah lapang dan duduk sambil menangis. Hal itu dilakukan selama setahun sehingga pada suatu hari seorang sepupunya dari bani Mughirah melihatnya dan berkata kepada keluarga bani Mughirah yang lain;
“ Tidakkan kalian merasa simpati terhadap perempuan malang itu? Kalian telah memisahkannya dari suami dan anaknya.”
Tidak lama, keluarga bani Mughirah membolehkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Keluarga bani Asad juga mengembalikan puteranya. Dengan menunggang unta dan hanya disertai puteranya yang masih kecil, Umm Salamah bertekad menyusul kekasihnya di Madinah. Berbekal tawakkal pada Allah mukminah ini mengarungi perjalanannya.
(Baca juga : Umrah Dibuka Mulai Senin, Pemerintah RI Tunggu Informasi Resmi dari Saudi )
Di tengah jalan, beliau bertemu dengan Utsman bin Thalhah yang membantu perjalanannya hingga nantinya bertemu dengan suami tercinta. Pertemuan itu membuat Ummu Salamah hidup bahagia dan dapat beribadah dengan tenang, bertakwa serta menggali setiap bentuk kebaikan dari Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam. Seorang ibu yang berusaha mendidik empat anaknya (Salamah, Zainab, Umar, dan Durrah) dengan menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Umm Salamah sangat menyokong suami untuk berjuang di medan jihad. Beliau setia menyembuhkan luka-luka pada badan suaminya seusai peperangan, hingga suatu kali suaminya mengalami cedera yang berat pasca perang Uhud. Terbaring dalam sakarat al maut, terjadilah dialog yang sangat mengharukan.
Ziyad bin Abu Maryam menuturkan, saat itu Ummu Salamah berkata, “Aku mendengar bahwa jika seorang isteri ditinggal mati oleh suaminya, sementara suaminya itu menjadi penghuni syurga, lalu isterinya tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di dalam syurga. Kerana itu aku bersumpah bahwa engkau tidak akan menikah lagi (seandainya aku yang mati terlebih dahulu) dan aku tidak akan menikah lagi setelah engkau mati.”
Abu Salamah berkata, “Maukah engkau taat kepadaku?”
Ummu Salamah menjawab, “Ya.”
Imam Adz-Dzahabi menjelaskan tentang Umm Salamah; “ Umm Salamah adalah wanita terhormat, berhijab dan suci. Namanya Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah Al-Makhzumiyah. Ummu Salamah merupakan sepupu kepada Khalid bin Walid yang digelar Saifullah (Pedang Allah) dan Abu Jahal bin Hisyam. Dia termasuk wanita yang pertama kali berhijrah. Sebelum menjadi isteri Nabi Muhammad SAW, Ummu Salamah menikah dengan Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumi, seorang lelaki yang soleh.”
(Baca juga : Aisyah Al-Humaira, Obat dari Atas Langit yang Ketujuh )
Bagaimana kisah hidup Ummu Salamah sebenarnya? Di dalam berbagai literatur dan kitab tentang perempuan mulia dan para shahabiyah disebutkan, bahwa Ummu Salamah adalah seorang perempuan yang sangat terhormat dan mulia , berasal dari keluarga yang terhormat karena beliau berasal dari bani Makhzum .
Ayahnya juga adalah seorang tokoh Quraisy yang dermawan dan pemurah dan selalu memberi bekal kepada musafir yang kehabisan bekal. Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang dermawan membuatkan Ummu Salamah menjadi seorang yang dermawan, mempunyai hati yang bersih serta sangat menghayati arti belas kasihan sehingga memancarlah kebaikan dan kemurahan hatinya kepada manusia.
(Baca juga : Zainab binti Khuzaimah, Ibundanya Kaum Fakir Miskin )
Sejak kecil lagi Ummu Salamah sudah menampakkan kepribadian yang kuat untuk menjadi wanita terhormat. Beliau juga memiliki paras yang cantik jelita. Setelah meningkat dewasa, Ummu Salamah dipinang oleh Abdullah (Abu Salamah) bin Abdul Asad. Abu Salamah merupakan seorang pemuda Quraisy yang terkenal dengan kemampuan menunggang kuda, beliau juga saudara sesusu Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam. Pernikahan Hindun (Ummu Salamah) dan Abu Salamah dilangsungkan dan mereka hidup bahagia. Setelah Islam tersebar ke Makkah, mereka berdua termasuk di antara yang bersegera beriman.
(Baca juga : Hafshah binti Umar, Penjaga Al-Qur'an yang Ahli Puasa dan Salat Malam )
Tibalah saat berhijrah ke Madinah, Ummu Salamah dan suaminya mengalami peristiwa yang amat memilukan. Ketika Abu Salamah, Ummu Salamah dan putera mereka, Salamah bin Abu Salamah sedang bersiap sedia berangkat ke Madinah, terjadi perselisihan antara keluarga bani Asad dan Bani Mughirah. Keluarga bani Mughirah (keluarga Ummu Salamah) melarang Abu Salamah membawa istrinya hijrah, pun bani Asad (keluarga Abu Salamah) tidak mengizinkan anak mereka (Salamah) bersama Ummu Salamah. Setelah itu kedua keluarga besar tersebut berebut putera mereka sehigga keluarga bani Asad menang mendapatkannya.
Ummu Salamah dibawa pulang oleh keluarganya ( bani Mughirah), sedangkan anaknya dibawa oleh keluarga suaminya (bani Asad) manakala suaminya, Abu Salamah meneruskan hijrah ke Madinah. Maka Ummu Salamah terpisah dengan anak dan suaminya. Namun begitu Ummu Salamah diberi kesabaran yang tinggi untuk terus sabar melalui ujian itu.
(Baca juga : Cerita di Balik Persahabatan Mike Tyson dan Khabib Nurmagomedov )
Sejak terpisah dengan suami dan anaknya, setiap pagi Ummu Salamah pergi ke tanah lapang dan duduk sambil menangis. Hal itu dilakukan selama setahun sehingga pada suatu hari seorang sepupunya dari bani Mughirah melihatnya dan berkata kepada keluarga bani Mughirah yang lain;
“ Tidakkan kalian merasa simpati terhadap perempuan malang itu? Kalian telah memisahkannya dari suami dan anaknya.”
Tidak lama, keluarga bani Mughirah membolehkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Keluarga bani Asad juga mengembalikan puteranya. Dengan menunggang unta dan hanya disertai puteranya yang masih kecil, Umm Salamah bertekad menyusul kekasihnya di Madinah. Berbekal tawakkal pada Allah mukminah ini mengarungi perjalanannya.
(Baca juga : Umrah Dibuka Mulai Senin, Pemerintah RI Tunggu Informasi Resmi dari Saudi )
Di tengah jalan, beliau bertemu dengan Utsman bin Thalhah yang membantu perjalanannya hingga nantinya bertemu dengan suami tercinta. Pertemuan itu membuat Ummu Salamah hidup bahagia dan dapat beribadah dengan tenang, bertakwa serta menggali setiap bentuk kebaikan dari Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam. Seorang ibu yang berusaha mendidik empat anaknya (Salamah, Zainab, Umar, dan Durrah) dengan menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Umm Salamah sangat menyokong suami untuk berjuang di medan jihad. Beliau setia menyembuhkan luka-luka pada badan suaminya seusai peperangan, hingga suatu kali suaminya mengalami cedera yang berat pasca perang Uhud. Terbaring dalam sakarat al maut, terjadilah dialog yang sangat mengharukan.
Ziyad bin Abu Maryam menuturkan, saat itu Ummu Salamah berkata, “Aku mendengar bahwa jika seorang isteri ditinggal mati oleh suaminya, sementara suaminya itu menjadi penghuni syurga, lalu isterinya tidak menikah lagi, maka Allah akan mengumpulkan mereka kembali di dalam syurga. Kerana itu aku bersumpah bahwa engkau tidak akan menikah lagi (seandainya aku yang mati terlebih dahulu) dan aku tidak akan menikah lagi setelah engkau mati.”
Abu Salamah berkata, “Maukah engkau taat kepadaku?”
Ummu Salamah menjawab, “Ya.”