Hasil Mubahalah Sungguh Mengerikan, Begini Al-Qur'an Mengajarkan
Kamis, 04 Februari 2021 - 07:34 WIB
Di antara mereka ada 14 orang yang merupakan pemuka dan tokoh agama di Najran. Dari 14 orang itu, ada 3 orang yang menjadi tokoh sentral: Aqib, gelarnya Abdul Masih. Dia pemuka kaum, yang memutuskan hasil musyawarah masyarakat. as-Sayid, dia pemimpin rombongan. Nama aslinya al-Aiham.
Dan yang ketiga Abul Haritsah bin Alqamah. Dulunya orang Arab, kemudian pindah ke Najran dan menjadi uskup di sana.
Ketika mereka sampai di Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melaksanakan salat asar. Mereka kemudian masuk masjid dan salat dengan menghadap ke timur.
As-Sayid dan Aqib menjadi jubir mereka di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Kalian mau masuk islam?” tanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Kami telah masuk islam sebelum kamu,” jawab mereka.
“Dusta, kalian bukan orang Islam disebabkan: kalian menganggap Allah punya anak, kalian menyembah salib, dan makan babi,” jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Jika Isa bukan anak Allah, lalu siapa ayahnya?” Serombogan orang-orang nasrani itupun serempak mendebat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertanyaan itu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tenang menjawab,
“Bukankah kalian tahu yang namanya anak, pasti punya kemiripan dengan bapak?”
“Ya, tentu,” jawab mereka.
“Bukankah kalian yakin, Allah yang mewujudkan segala sesuatu, menjaganya dan memberi rizeki mereka?”
“Ya, kami yakin itu,” jawab mereka.
“Apakah Isa punya salah satu dari kemampuan tuhan itu?”
“Tidak,” jawab mereka.
Beliau melajutkan sabdanya,
“Allah menciptakan Isa di dalam rahim sesuai yang Dia kehendaki. Tuhan kita tidak butuh makan, minum, dan tidak berhadats.”
“Ya, benar,” jawab mereka.
“Bukankah Isa tumbuh di rahim ibunya sebagaimana para wanita mengalami hamil, kemudian dia melahirkan sebagaimana para wanita melahirkan anaknya? Lalu bagaimana mungkin kalian meyakini dia anak tuhan?”
Dan yang ketiga Abul Haritsah bin Alqamah. Dulunya orang Arab, kemudian pindah ke Najran dan menjadi uskup di sana.
Ketika mereka sampai di Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melaksanakan salat asar. Mereka kemudian masuk masjid dan salat dengan menghadap ke timur.
As-Sayid dan Aqib menjadi jubir mereka di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Kalian mau masuk islam?” tanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Kami telah masuk islam sebelum kamu,” jawab mereka.
“Dusta, kalian bukan orang Islam disebabkan: kalian menganggap Allah punya anak, kalian menyembah salib, dan makan babi,” jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Jika Isa bukan anak Allah, lalu siapa ayahnya?” Serombogan orang-orang nasrani itupun serempak mendebat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertanyaan itu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tenang menjawab,
“Bukankah kalian tahu yang namanya anak, pasti punya kemiripan dengan bapak?”
“Ya, tentu,” jawab mereka.
“Bukankah kalian yakin, Allah yang mewujudkan segala sesuatu, menjaganya dan memberi rizeki mereka?”
“Ya, kami yakin itu,” jawab mereka.
“Apakah Isa punya salah satu dari kemampuan tuhan itu?”
“Tidak,” jawab mereka.
Beliau melajutkan sabdanya,
“Allah menciptakan Isa di dalam rahim sesuai yang Dia kehendaki. Tuhan kita tidak butuh makan, minum, dan tidak berhadats.”
“Ya, benar,” jawab mereka.
“Bukankah Isa tumbuh di rahim ibunya sebagaimana para wanita mengalami hamil, kemudian dia melahirkan sebagaimana para wanita melahirkan anaknya? Lalu bagaimana mungkin kalian meyakini dia anak tuhan?”