Beda Haluan Politik antara Umar bin Khattab dan Abu Bakar

Selasa, 07 Juli 2020 - 15:11 WIB


Abu Bakar juga ikut pergi melepas dan menyampaikan pesan kepada pasukan itu. Setelah tiba saatnya ia akan kembali, ia berkata kepada Usamah: "Usamah, kalau menurut pendapat Anda Umar perlu diperbantukan kepada saya, silakan." Usamah mengizinkan Umar meninggalkan pasukannya itu dan kembali (ke Madinah) bersama Abu Bakar.

Muhammad Husain Haekal dalam “Umar bin Khattab” mengatakan sebaiknya kita berhenti sejenak untuk memberikan perhatian tentang perbedaan haluan politik ini antara Abu Bakar dengan Umar. “Abu Bakar hanya seorang pengikut, bukan pembaru. Apa yang dikerjakan oleh Rasulullah akan dikerjakannya. Terserah apa yang akan dikatakan oleh kaum Muslimin, kendati mereka akan menentang pendapatnya. Ia tak akan mendengarkan apa yang mereka katakan selama perintah itu dari Rasulullah,” tulisnya.

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Perintah Rasulullah agar meneruskan pengiriman pasukan Usamah, maka perintah ini harus terlaksana. Menurut Haikal, biar Muhajirin dan Ansar berselisih, biar seluruh jazirah berontak. Madinah sekalipun, biar terperangkap dalam bahaya. Semua itu tidak akan membuat Abu Bakar mundur dari melaksanakan perintah Rasulullah.

“Bukankah dia sudah menjadi pilihan Allah dan Qur'an sudah diwahyukan kepadanya, sudah diberi janji kemenangan dan Allah akan menjaga agama-Nya! Bagaimana seorang Muslim yang sudah mengorbankan dirinya tidak akan melaksanakan perintahnya. Bagaimana pula penggantinya yang pertama akan menjadi orang yang pertama pula melanggar!” ujar Haekal.



Sikap Umar tentang Usamah

Bagi Umar, sudah menjadi kewajiban seorang politikus mempertimbangkan segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Di antara sekian banyak peristiwa itu adanya perbedaan pendapat antara Muhajirin dengan Ansar, yang pada masa Rasulullah tidak tampak, seperti yang kemudian terjadi di Saqifah, dan pembangkangan orang-orang Arab terhadap kekuasaan Madinah tidak setajam pemberontakan bani setelah tersiar berita tentang kematian Rasulullah di segenap penjuru Semenanjung Arab.

Kaum Muslimin waktu itu sangat menaati segala perintah Rasulullah dengan sungguh-sungguh dan penuh keimanan. Menurut Haekal, Abu Bakar tidak berhak menuntut orang agar menaatinya seperti menaati Rasulullah yang sudah menjadi pilihan Allah. Maka sudah seharusnya Khalifah memperhatikan semua masalah itu dan sudah seharusnya pula ia menjadi seorang politikus yang dapat mengatur segala persoalan dengan penalaran dan pandangan yang lebih tajam, sesudah tak ada lagi kepengurusan atau kekuasaan yang akan dapat mengawasinya dengan sungguh-sungguh dan sesudah wahyu pun terputus dengan meninggalnya Rasulullah.

( ).

Haekal mengatakan ini merupakan perbedaan dasar antara kedua tokoh itu dalam menjalankan politik negara. Tetapi perbedaan ini tak sampai mengurangi penghargaan mereka masing-masing serta kecintaan dan penghormatan mereka satu sama lain. Oleh karenanya, Umar tetap menjalankan kewajibannya terhadap Abu Bakar, dan tidak lebih ia hanya menyampaikan pendapat kaum Muslimin dan dia mendukungnya dengan alasannya sendiri.

Setelah Abu Bakar bersikeras dengan pendapatnya, Umar pun berangkat sebagai seorang prajurit yang berjuang di jalan Allah di bawah pimpinan Usamah.

“Mengapa tidak akan dilakukannya, dia pula yang telah membaiat Abu Bakar dan mengakuinya sebagai pengganti Rasulullah. Abu Bakar pun menjalankan kewajibannya terhadap Umar, dipilihnya ia sebagai wazir-nya, sebagai tangan kanannya, untuk memberikan saran-saran kepadanya seperti kepada Rasulullah dulu,” tulis Haekal. “Dengan demikian, hubungan antara kedua orang ini tetap akrab dan penuh keikhlasan, saling menghormati dan bantu-membantu, demi kepentingan Islam dan kaum Muslimin,” lanjutnya.



Penolak Zakat

Perbedaan pendapat demikian antara dua tokoh ini dengan pasukan Usamah masih terjadi dalam menghadapi pendukung-pendukung Romawi di bagian utara Semenanjung Arab, yaitu tatkala kabilah-kabilah Abs dan Zubyan yang berdekatan dengan Madinah tak mau menunaikan zakat.

Abu Bakar berpendapat akan memerangi mereka, dan menangkis alasan mereka yang menentang pendapatnya dengan mengatakan: "Demi Allah, orang keberatan menunaikan zakat kepada saya, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam, akan saya perangi."

Umar termasuk orang yang menentangnya dan yang berpendapat mengambil jalan damai dengan mereka yang enggan membayar zakat itu dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam memerangi kaum pembangkang.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Qatadah dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada sikap lalai ketika tidur, akan tetapi kelalaian itu hanya ada ketika terjaga, yaitu mengakhirkan shalat hingga datang waktu shalat yang lain.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 373)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More