Iklan Kosmetik yang Menampilkan Pesepakbola Berhijab Ini Bikin Gerah Politisi Prancis
loading...
A
A
A
Pengecer kosmetik multinasional Sephora membuat gerakan ciamik. Pasalnya, di tengah polemik hijab di Prancis , retailer ini menampilkan sebuah iklan yang menampilkan pesepakbola Muslim berhijab. Langkah ini membuat gerah politisi sayap kanan Prancis.
Tak tanggung-tanggung. Video promosi tersebut mencakup wawancara dengan anggota Les Hijabeuses, sebuah kelompok yang mengadvokasi hak mengenakan jilbab di lapangan, serta cuplikan dari kehidupan sehari-hari mereka.
“Para wanita ini ingin melampaui diri mereka sendiri, semangat tim, semangat juang, dan inklusi. Kami mengikuti mereka, mulai dari rutinitas kecantikan hingga lapangan sepak bola,” bunyi keterangan video dalam bahasa Prancis sebagaimana dilansir Middle East Eye (MEE), 13 September 2023.
Politisi sayap kanan menanggapi ini menyerukan boikot terhadap Sephora. Mereka menuduh Sephora mempromosikan "Islamisasi Prancis".
"Sephora mempromosikan hijab, meski dilarang dalam olahraga. Sungguh memalukan!" tulis Nicolas Dupont-Aignan, wakil Majelis Nasional Prancis, di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Sebelumnya Federasi Sepak Bola Prancis melarang perempuan mengenakan jilbab dalam pertandingan dan kompetisi resmi. Kebijakan ini mendapat kritikan secara luas oleh para pembela hak asasi manusia dan hak-hak perempuan. Kebijakan di negeri yang menjadi rumah bagi populasi muslim terbesar di UE ini dianggap rasis, diskriminatif dan merupakan penghalang bagi kemajuan dan kesetaraan gender dalam olahraga.
Les Hijabeuses, yang diluncurkan pada tahun 2020, menentang keras kebijakan tersebut.
Meskipun banyak pengguna yang membagikan tagar #BoycottSephora, menuduh pengecer tersebut mempromosikan jilbab sebagai "alat penindasan terhadap perempuan", atau menolak video tersebut sebagai taktik pemasaran, banyak pengguna yang memuji perusahaan tersebut atas pesan inklusi dan keterwakilannya.
“Selamat kepada @sephorafrance atas perjalanan inspiratif Anda, dan terima kasih kepada @leshijabeuses karena telah meningkatkan kesadaran terhadap perempuan Muslim, terutama dalam konteks Prancis saat ini. Kami ingin lebih banyak video seperti ini ✊,” kata kelompok advokasi, Collective for Countering Islamophobia in Europe.
Kontroversi seputar video tersebut merupakan simbol dari perdebatan lama di Prancis mengenai peran agama dalam masyarakat. Meskipun Laicite, interpretasi Perancis terhadap sekularisme, didefinisikan oleh undang-undang sebagai pemisahan antara lembaga negara dan agama, dalam praktiknya, akademisi, pembela hak asasi manusia, dan komentator berpendapat bahwa undang-undang tersebut telah menjadi senjata ideologis melawan umat Islam di negara tersebut.
Pada bulan April 2011, Perancis mengadopsi larangan cadar di tempat umum, dan menjadi negara Eropa pertama yang menerapkan larangan tersebut. Jilbab dilarang di sekolah dan gedung pemerintah. Pejabat publik – termasuk guru, petugas pemadam kebakaran atau polisi – dilarang mengenakan jilbab di tempat kerja.
Terbaru, abaya – jubah panjang yang dikenakan oleh banyak perempuan Muslim – dilarang di sekolah umum, menyebabkan kemarahan publik dan protes nasional.
Tak tanggung-tanggung. Video promosi tersebut mencakup wawancara dengan anggota Les Hijabeuses, sebuah kelompok yang mengadvokasi hak mengenakan jilbab di lapangan, serta cuplikan dari kehidupan sehari-hari mereka.
“Para wanita ini ingin melampaui diri mereka sendiri, semangat tim, semangat juang, dan inklusi. Kami mengikuti mereka, mulai dari rutinitas kecantikan hingga lapangan sepak bola,” bunyi keterangan video dalam bahasa Prancis sebagaimana dilansir Middle East Eye (MEE), 13 September 2023.
Politisi sayap kanan menanggapi ini menyerukan boikot terhadap Sephora. Mereka menuduh Sephora mempromosikan "Islamisasi Prancis".
"Sephora mempromosikan hijab, meski dilarang dalam olahraga. Sungguh memalukan!" tulis Nicolas Dupont-Aignan, wakil Majelis Nasional Prancis, di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Sebelumnya Federasi Sepak Bola Prancis melarang perempuan mengenakan jilbab dalam pertandingan dan kompetisi resmi. Kebijakan ini mendapat kritikan secara luas oleh para pembela hak asasi manusia dan hak-hak perempuan. Kebijakan di negeri yang menjadi rumah bagi populasi muslim terbesar di UE ini dianggap rasis, diskriminatif dan merupakan penghalang bagi kemajuan dan kesetaraan gender dalam olahraga.
Les Hijabeuses, yang diluncurkan pada tahun 2020, menentang keras kebijakan tersebut.
Meskipun banyak pengguna yang membagikan tagar #BoycottSephora, menuduh pengecer tersebut mempromosikan jilbab sebagai "alat penindasan terhadap perempuan", atau menolak video tersebut sebagai taktik pemasaran, banyak pengguna yang memuji perusahaan tersebut atas pesan inklusi dan keterwakilannya.
“Selamat kepada @sephorafrance atas perjalanan inspiratif Anda, dan terima kasih kepada @leshijabeuses karena telah meningkatkan kesadaran terhadap perempuan Muslim, terutama dalam konteks Prancis saat ini. Kami ingin lebih banyak video seperti ini ✊,” kata kelompok advokasi, Collective for Countering Islamophobia in Europe.
Kontroversi seputar video tersebut merupakan simbol dari perdebatan lama di Prancis mengenai peran agama dalam masyarakat. Meskipun Laicite, interpretasi Perancis terhadap sekularisme, didefinisikan oleh undang-undang sebagai pemisahan antara lembaga negara dan agama, dalam praktiknya, akademisi, pembela hak asasi manusia, dan komentator berpendapat bahwa undang-undang tersebut telah menjadi senjata ideologis melawan umat Islam di negara tersebut.
Pada bulan April 2011, Perancis mengadopsi larangan cadar di tempat umum, dan menjadi negara Eropa pertama yang menerapkan larangan tersebut. Jilbab dilarang di sekolah dan gedung pemerintah. Pejabat publik – termasuk guru, petugas pemadam kebakaran atau polisi – dilarang mengenakan jilbab di tempat kerja.
Terbaru, abaya – jubah panjang yang dikenakan oleh banyak perempuan Muslim – dilarang di sekolah umum, menyebabkan kemarahan publik dan protes nasional.
(mhy)