Kelompok Terbaik dalam Menghadapi Masalah Syubhat, Menurut Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Akan tetapi, kalau dia khawatir bahwa orang-orang akan mengecam dirinya karena melakukan hal itu, maka meninggalkan perkara itu dianggap sebagai penyelamatan terhadap kehormatan dirinya. Dan ini lebih baik.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi SAW kepada orang yang sedang melihatnya berdiri bersama Shafiyah; yakni Shafiyah binti Huyai. (HR Bukhari (2035): Muslim (2175): Abu Dawud (2470): dan Ahmad 6:337 dari hadits Shafiyyah).
Anas keluar untuk salat Jumat, kemudian dia melihat orang-orang telah salat dan kembali, kemudian dia merasa malu, lalu dia masuk ke sebuah tempat yang tidak tampak oleh orang banyak, kemudian dia berkata, "Barang siapa yang tidak malu kepada orang, berarti dia tidak malu kepada Allah."
Kalau seseorang melakukan suatu perkara dengan keyakinan bahwa perkara itu halal, dengan ijtihad yang telah diketahui oleh orang banyak, atau dengan taklid yang telah dilakukan oleh orang banyak, kemudian ternyata keyakinannya salah, maka hukum perkara yang dilakukannya adalah mengikut hukum ketika dia melakukannya.
Akan tetapi kalau ijtihadnya lemah, dan taklidnya tidak begitu terkenal di kalangan orang banyak, kemudian dia melakukan hal itu hanya sekadar mengikuti hawa nafsu, maka perkara yang dia lakukan dihukumi sebagai orang yang melakukan syubhat.
Dan orang yang melakukan perkara syubhat padahal dia mengetahui bahwa perkara itu masih syubhat, maka orang seperti ini adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW bahwa dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu yang haram.
Menurut Al-Qardhawi, pernyataan ini dapat ditafsirkan ke dalam dua hal:
Pertama, syubhat yang dilakukan tersebut --dengan keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah syubhat-- merupakan penyebab baginya untuk melakukan sesuatu yang haram --yang diyakini bahwa perkara itu adalah haram.
Dalam riwayat as-Shahihain untuk hadis ini disebutkan,
"Barangsiapa yang berani melakukan sesuatu yang masih diragukan bahwa sesuatu itu berdosa, maka dia tidak diragukan lagi telah terjerumus dalam sesuatu yang jelas berdosa." [Diriwayatkan oleh Bukhari saja (2051)]
Kedua, sesungguhnya orang yang memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang masih syubhat baginya, dan dia tidak mengetahui apakah perkara itu halal ataukah haram; maka tidak dijamin bahwa dia telah aman dari sesuatu yang haram. Dan oleh karena itu dia dianggap telah melakukan sesuatu yang haram walaupun dia tidak mengetahui bahwa hal itu haram.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi SAW kepada orang yang sedang melihatnya berdiri bersama Shafiyah; yakni Shafiyah binti Huyai. (HR Bukhari (2035): Muslim (2175): Abu Dawud (2470): dan Ahmad 6:337 dari hadits Shafiyyah).
Anas keluar untuk salat Jumat, kemudian dia melihat orang-orang telah salat dan kembali, kemudian dia merasa malu, lalu dia masuk ke sebuah tempat yang tidak tampak oleh orang banyak, kemudian dia berkata, "Barang siapa yang tidak malu kepada orang, berarti dia tidak malu kepada Allah."
Kalau seseorang melakukan suatu perkara dengan keyakinan bahwa perkara itu halal, dengan ijtihad yang telah diketahui oleh orang banyak, atau dengan taklid yang telah dilakukan oleh orang banyak, kemudian ternyata keyakinannya salah, maka hukum perkara yang dilakukannya adalah mengikut hukum ketika dia melakukannya.
Akan tetapi kalau ijtihadnya lemah, dan taklidnya tidak begitu terkenal di kalangan orang banyak, kemudian dia melakukan hal itu hanya sekadar mengikuti hawa nafsu, maka perkara yang dia lakukan dihukumi sebagai orang yang melakukan syubhat.
Dan orang yang melakukan perkara syubhat padahal dia mengetahui bahwa perkara itu masih syubhat, maka orang seperti ini adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW bahwa dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu yang haram.
Menurut Al-Qardhawi, pernyataan ini dapat ditafsirkan ke dalam dua hal:
Pertama, syubhat yang dilakukan tersebut --dengan keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah syubhat-- merupakan penyebab baginya untuk melakukan sesuatu yang haram --yang diyakini bahwa perkara itu adalah haram.
Dalam riwayat as-Shahihain untuk hadis ini disebutkan,
"Barangsiapa yang berani melakukan sesuatu yang masih diragukan bahwa sesuatu itu berdosa, maka dia tidak diragukan lagi telah terjerumus dalam sesuatu yang jelas berdosa." [Diriwayatkan oleh Bukhari saja (2051)]
Kedua, sesungguhnya orang yang memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang masih syubhat baginya, dan dia tidak mengetahui apakah perkara itu halal ataukah haram; maka tidak dijamin bahwa dia telah aman dari sesuatu yang haram. Dan oleh karena itu dia dianggap telah melakukan sesuatu yang haram walaupun dia tidak mengetahui bahwa hal itu haram.
(mhy)