Boleh Mengucapkan Selamat Natal, Begini Penjelasan Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Termasuk akhlak yang baik juga, bermuamalah dengan orang lain sesuai yang layak dan cocok dengan keadaan orang lain tersebut.
Dalam hadits muttafaq alaihi dari Aisyah disebutkan bahwa suatu ketika ada beberapa orang Yahudi mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan ‘As-saamu’alaika (kebinasaan atas engkau), mendengarkan perkataan itu lantas ‘Aisyah berkata: “Bahkan bagimu kebinasaan dan laknat!”.
Kemudian Rasulullah menenangkan ‘Aisyah seraya bersabda: “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai keramahan dalam setiap perintah-Nya”. (Shahih Muslim)
Aisyah berkat, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan?”
Rasulullah berkata, “Aku mendengarnya dan aku berkata ‘Wa’alaikum’ (yaitu, maut atau celaka akan datang kepada kalian sebagaimana akan datang kepadaku)”
Maka dari itu, tidak ada larangan mengucapkan selamat pada hari-hari raya umat non-muslim, apabila mereka mengucapkan selamat pada umat Islam bertepatan dengan hari raya besar Islam maka diperintahkan pula bagi umat Islam agar membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas ucapan selamat tersebut dengan yang lebih baik atau dengan yang serupa, sebagaimana firman Allah SWT:
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa”.
Menurut al-Qardhawi, tidak pantas apabila seorang muslim berlaku kurang baik, tidak menghormati, dan kurang berakhlak dengan penganut agama lain. Bahkan seharusnya seorang muslim harus lebih menghormati, lebih beradab, dan berakhlak yang sempurna sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan.
Rasulullah SAW sendiri adalah orang yang paling sering mempraktikkan sikap santun dan berakhlak baik. Rasul bergaul dengan baik bersama orang-orang musyrik Quraisy selama periode Makkah dan banyak pula dari kalangan mereka yang menaruh kepercayaan kepada Rasul dengan menitipkan barang, meskipun Rasul sendiri tak jarang mendapatkan perilaku dan tingkah kurang baik dari orang-orang musyrik.
Begitu pula ketika Rasul hijrah ke Madinah, beliau masih sempat menitipkan salam kepada teman-temannya yang musyrik melalui Ali bin Abi Thalib.
Karenanya Yusuf al-Qardhawi tidak melarang bagi umat Islam baik atas nama pribadi maupun lembaga mengucapkan selamat hari raya kepada non-muslim baik dengan kata-kata maupun kartu selamat yang tidak mengandung syiar-syiar ibarat agama mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga jangan sampai mengandung unsur pengakuan terhadap agama mereka, melainkan hanya ucapan tahni’ah biasa yang dikenal khalayak umum.
Al-Qardhawi juga menegaskan bahwa tidak ada larangan menerima hadiah-hadiah dari umat non-muslim beliau beralasan karena Nabi sendiri pernah menerima hadiah-hadiah dari non-muslim, seperti hadiah dari pendeta Mesir, akan tetapi dengan syarat bahwa hadiah itu bukanlah sesuatu yang diharamkan oleh agama.
Setelah melihat kondisi pada saat sekarang di mana persaingan di antara sesama manusia seolah satu desa dan kebutuhan-kebutuhan orang-orang Islam dalam berhubungan dengan orang non-muslim, di mana mereka sekarang menjadi guru-guru umat Islam dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keterampilan. Juga melihat bagaimana kebutuhan dakwah Islam untuk lebih dekat dengan massa, dan perlunya menampakkan wajah Islam dengan gambaran ramah, damai, tidak kasar, keras dengan memberi kabar gembira bukan ancaman.
Maka al-Qardhawi membolehkan dan tidak ada larangan ikut serta mengucapkan selamat hari raya mereka bagi siapa yang mempunyai hubungan keluarga, teman, sekolah, rekan kerja, tetangga, atau hubungan kemasyarakatan lainnya dengan rasa penuh kasih sayang.
Akan tetapi, untuk percampuran hari raya, al-Qardhawi sepakat dengan Ibnu Taimiyah dan ulama-ulama lainnya yang secara tegas melarang hal yang demikian itu.
Adapun ketentuan tentang membolehkan umat Islam yang mempunyai hubungan kerabat, teman, tetangga, rekan kerja dan hubungan sosial kemasyarakatan lainnya untuk mengucapkan selamat hari raya kepada non-muslim ini tidak hanya berhubungan dengan hari raya keagamaan saja, melainkan juga hari raya kenegaraan seperti kemerdekaan, hari ibu, hari buruh dan hari pemuda.
Artinya, tidak ada masalah bagi seorang muslim turut menghormatinya dengan ucapan selamat, akan tetapi dengan tetap menjauhi perkara-perkara yang diharamkan.
Dalam hadits muttafaq alaihi dari Aisyah disebutkan bahwa suatu ketika ada beberapa orang Yahudi mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan ‘As-saamu’alaika (kebinasaan atas engkau), mendengarkan perkataan itu lantas ‘Aisyah berkata: “Bahkan bagimu kebinasaan dan laknat!”.
Kemudian Rasulullah menenangkan ‘Aisyah seraya bersabda: “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai keramahan dalam setiap perintah-Nya”. (Shahih Muslim)
Aisyah berkat, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan?”
Rasulullah berkata, “Aku mendengarnya dan aku berkata ‘Wa’alaikum’ (yaitu, maut atau celaka akan datang kepada kalian sebagaimana akan datang kepadaku)”
Maka dari itu, tidak ada larangan mengucapkan selamat pada hari-hari raya umat non-muslim, apabila mereka mengucapkan selamat pada umat Islam bertepatan dengan hari raya besar Islam maka diperintahkan pula bagi umat Islam agar membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas ucapan selamat tersebut dengan yang lebih baik atau dengan yang serupa, sebagaimana firman Allah SWT:
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa”.
Menurut al-Qardhawi, tidak pantas apabila seorang muslim berlaku kurang baik, tidak menghormati, dan kurang berakhlak dengan penganut agama lain. Bahkan seharusnya seorang muslim harus lebih menghormati, lebih beradab, dan berakhlak yang sempurna sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan.
Rasulullah SAW sendiri adalah orang yang paling sering mempraktikkan sikap santun dan berakhlak baik. Rasul bergaul dengan baik bersama orang-orang musyrik Quraisy selama periode Makkah dan banyak pula dari kalangan mereka yang menaruh kepercayaan kepada Rasul dengan menitipkan barang, meskipun Rasul sendiri tak jarang mendapatkan perilaku dan tingkah kurang baik dari orang-orang musyrik.
Begitu pula ketika Rasul hijrah ke Madinah, beliau masih sempat menitipkan salam kepada teman-temannya yang musyrik melalui Ali bin Abi Thalib.
Karenanya Yusuf al-Qardhawi tidak melarang bagi umat Islam baik atas nama pribadi maupun lembaga mengucapkan selamat hari raya kepada non-muslim baik dengan kata-kata maupun kartu selamat yang tidak mengandung syiar-syiar ibarat agama mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam, juga jangan sampai mengandung unsur pengakuan terhadap agama mereka, melainkan hanya ucapan tahni’ah biasa yang dikenal khalayak umum.
Al-Qardhawi juga menegaskan bahwa tidak ada larangan menerima hadiah-hadiah dari umat non-muslim beliau beralasan karena Nabi sendiri pernah menerima hadiah-hadiah dari non-muslim, seperti hadiah dari pendeta Mesir, akan tetapi dengan syarat bahwa hadiah itu bukanlah sesuatu yang diharamkan oleh agama.
Setelah melihat kondisi pada saat sekarang di mana persaingan di antara sesama manusia seolah satu desa dan kebutuhan-kebutuhan orang-orang Islam dalam berhubungan dengan orang non-muslim, di mana mereka sekarang menjadi guru-guru umat Islam dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keterampilan. Juga melihat bagaimana kebutuhan dakwah Islam untuk lebih dekat dengan massa, dan perlunya menampakkan wajah Islam dengan gambaran ramah, damai, tidak kasar, keras dengan memberi kabar gembira bukan ancaman.
Maka al-Qardhawi membolehkan dan tidak ada larangan ikut serta mengucapkan selamat hari raya mereka bagi siapa yang mempunyai hubungan keluarga, teman, sekolah, rekan kerja, tetangga, atau hubungan kemasyarakatan lainnya dengan rasa penuh kasih sayang.
Akan tetapi, untuk percampuran hari raya, al-Qardhawi sepakat dengan Ibnu Taimiyah dan ulama-ulama lainnya yang secara tegas melarang hal yang demikian itu.
Adapun ketentuan tentang membolehkan umat Islam yang mempunyai hubungan kerabat, teman, tetangga, rekan kerja dan hubungan sosial kemasyarakatan lainnya untuk mengucapkan selamat hari raya kepada non-muslim ini tidak hanya berhubungan dengan hari raya keagamaan saja, melainkan juga hari raya kenegaraan seperti kemerdekaan, hari ibu, hari buruh dan hari pemuda.
Artinya, tidak ada masalah bagi seorang muslim turut menghormatinya dengan ucapan selamat, akan tetapi dengan tetap menjauhi perkara-perkara yang diharamkan.