Detik-Detik Jelang Pecah Perang, Penyakit Sa'ad bin Abi Waqqash Kambuh

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 06:39 WIB
loading...
Detik-Detik Jelang Pecah Perang, Penyakit Saad bin Abi Waqqash Kambuh
Ilustrasi/Ist
A A A
KETIKA Sa’ad bin Abi Waqqash menolak menyeberangi Atiq lewat jembatan, ia berkata kepada utusan pasukan Persia: Tak ada kemenangan yang sudah kami peroleh yang akan kami kembalikan kepada kalian. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menceritakan panglima perang Persia , Rustum bin Farrakhzad menunda dan menunggu sampai malam gelap. Ia memerintahkan anak buahnya menimbun Sungai Atiq dengan tanah dan batang-batang kayu dan segala yang ada pada mereka yang tak diperlukan dalam perang.

Selanjutnya pasukan Persia menyeberangi jembatan itu. Rustum menempatkan pasukan gajah di tengah-tengah, di sayap kanan dan kiri yang membawa peti-peti dan anggota pasukan, sementara pasukannya sendiri di belakangnya. Untuk dia sendiri dipasang kemah yang dilengkapi dengan peterananya yang mewah dan bersulam emas. ( )

Demikianlah kedua angkatan bersenjata itu sudah bersiap-siap akan bertempur. Dari detik ke detik kedua pihak saling menunggu dimulainya perang. Mereka sadar, bahwa mereka sedang menghadapi suatu pertempuran yang paling dahsyat, yang akan menentukan. Pasukan Persia yang kalah dan jalan ke Mada'in terbuka bagi pihak Arab, atau pasukan Muslimin yang kalah lalu kembali ke padang pasir di Semenanjung.

Menghadapi pertempuran demikian Kaisar Persia Yazdigird ingin sekali mengikuti perkembangannya dari waktu ke waktu, bahkan dari detik ke detik, sehingga seolah ia berada di tempat itu.

Kebalikannya dari Rustum, ia percaya akhirnya akan memenangkan pertempuran. Bukankah ia masih muda, pemuda tidak mengenal putus asa, kegagalan dan kekalahan tidak akan pernah dibayangkan! Bukankah Persia sudah seia sekata dengan dia, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya terhadap siapa pun yang naik takhta? Sudah dapat dipastikan yang menang adalah Persia! ( )

Persia akan pasti menang. Makin kuat keinginan Yazdigird akan mengikuti jalannya pertempuran yang akan dimenangkan Persia itu. Oleh karenanya, Yazdigird menempatkan orang-orangnya dari Mada'in ke Kadisiah. Mereka yang terdekat dari medan pertempuran akan menyampaikan berita-berita itu kepada yang lebih dekat dan yang ini akan meneruskan kepada yang berikutnya, dan begitu seterusnya hingga sampai ke Mada'in.

Dengan demikian berita demi berita akan, masuk ke telinganya. Yazdigird percaya sekali, bahwa berita terakhir yang akan diterimanya adalah tentang kemenangan pasukannya yang telak. ( )

Penyakit Sa’ad Kambuh
Berita pertama yang kini diterimanya sudah menambah harapannya akan kesudahan yang selama itu diyakininya. Dalam pertempuran pertama itu ada berita bahwa penyakit yang sering diderita Sa’ad bin Abi Waqqash kini kambuh, sehingga ia tak dapat naik kuda atau duduk, la hanya tertelungkup dengan dada bertopang ke bantal dan mengawasi pasukannya dari gedung dengan melemparkan sobekan-sobekan berisi perintah-perintah.

la menderita sakit tulang pinggul dan bisul-bisul, sehingga pada saat-saat yang sangat diperlukan oleh pasukan Muslimin, kesatria pahlawan yang amat piawai ini tak mampu bergerak dari tempatnya. ( )

Harapan Yazdigird bertambah besar setelah ada berita yang disampaikan kepadanya bahwa beberapa kalangan Muslimin yang ada kurang puas terhadap Sa’ad dan mereka mengejek karena penyakitnya itu, sehingga ada yang berkata:

"Kita berperang hingga Allah memberikan pertolongan-Nya.
Dan Sa’ad menahan diri sampai di pintu Kadisiah,
Kami kembali, dan istri-istri pun banyak yang menjanda
Tetapi istri-istri Sa’ad tak ada yang menjadi janda."

Begitu pun ejekan orang, sampai juga kepada Sa’ad dan bahwa sebagian kalangan terkemukanya mencurigainya dan membuatnya sangat terganggu. Mereka menuduhnya lemah dan kurang bersemangat. Hal ini sangat menyinggung perasaannya, dia marah dan berkata kepada mereka yang ada di sekelilingnya: Gotonglah saya dan perlihatkanlah kepada orang-orang itu. Mereka yang di sekelilingnya itu mengangkatnya dan pasukannya menyaksikan sendiri penyakit yang dideritanya. ( )

Mereka pun dapat mengerti. Tetapi buat Sa’ad itu tidak cukup; dia mengecam mereka yang banyak mengganggunya itu dengan berkata kepada mereka: "Sungguh, kalau tidak karena musuh kita sudah di tengah-tengah kita, niscaya kujatuhkan hukuman yang berat kepada kalian sebagai pelajaran bagi yang lain. Setiap ada orang sesudah itu akan mengulangi lagi dengan merintangi pasukan Muslimin dari musuh dan mengganggu perhatian mereka padahal musuh sudah di depan mereka, hukuman itu kujadikan suatu ketentuan bagi mereka yang kemudian!"

la memerintahkan anak buahnya, di antaranya Abu Mihjan as-Saqafi, untuk menguning dan mengikat mereka di dalam gedung. Menghadapi sikap tegas serupa itu mereka tidak saja menerima alasan Sa’ad, bahkan mereka mengumumkan kesetiaan dan kepatuhan mereka. ( )

Jarir bin Abdullah al-Bajili pemah mengucapkan kata-kata, di antaranya: "Saya sudah menyatakan ikrar setia kepada Rasulullah, bahwa saya akan patuh dan taat kepada siapa saja yang memegang pimpinan, sekalipun ia seorang budak Abisinia (budak kulit hitam)."

Semangat ini yang kemudian kembali menyala dalam jiwa pasukan Muslimin. Dengan demikian bibit-bibit fitnah itu menjadi reda dan dapat diredam.

Ketika itulah Sa’ad menulis kepada komandan-komandan pasukan: "Saya mengangkat Khalid bin Urfatah menggantikan saya memimpin kalian. Kalau tidak karena penyakitku ini kambuh, sayalah yang akan memegang pimpinan. Saya sekarang tertelungkup tetapi hati saya bersama kalian. Ikutilah perintahnya dan patuhilah dia. Segala yang diperintahkannya itu atas perintah saya." ( )

Surat itu dibacakan kepada semua pasukan dan mereka pun sepakat menerima alasan Sa’ad dan dengan senang hati mereka menyetujui segala tindakannya.

Dalam keadaan masih serupa itu Sa’ad berpidato kepada pasukan berikutnya. Sesudah mengucapkan syukur dan puji-pujian kepada Allah ia berkata: "Hanyalah Allah yang Hak, tiada bersekutu dalam kerajaan, dan tak ada yang bertentangan dalam wahyu-Nya. Allah 'azza wa jalla berfiman: "Dan sebelumnya sudah Kami tulis dalam Zabur — sesudah pesan (yang diberikan kepada Musa) — "Bahwa bumi akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh." (Qur'an, 21: 105).

Ini adalah warisanmu dan inilah yang dijanjikan Allah, la telah mengizinkan ini bagi kalian sejak tiga tahun lalu. Kalian dapat makan dari sana. Membunuh, memungut dan menawan mereka sampai hari ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang pernah mengalami perang di antara kamu. Rombongan itu sudah mendatangi kalian, sementara kalian adalah pemuka-pemuka Arab dan orang-orang pilihan setiap kabilah. Mereka yang kamu tinggalkan akan membanggakan kalian. Kalau kalian menjauhi dan mengharapkan hidup akhirat, Allah akan memberikan kepada kalian dunia dan akhirat, la tidak akan memberikannya kepada siapa pun sampai tiba waktunya. Tetapi kalau kalian gagal, kalau kalian lemah kalian akan kehilangan kekuatan dan hari akhirat kalian akan sia-sia." ( )

Asim bin Amr melihat Sa’ad sedang menahan sakitnya. Makin terharu ia mendengar kata-katanya itu, lalu katanya kepada mereka: "Penduduk negeri ini oleh Allah sudah dihalalkan bagi kalian. Dan selama tiga tahun ini kita mendapat pukulan dari mereka sedang mereka tidak mendapat apa-apa dari kita. Kita lebih unggul dan Allah bersama kita. Kalau kita sabar dan tabah dan kita dapat membuktikan pukulan dan tikaman yang tepat, maka segala harta mereka, perempuan, anak-anak dan negeri mereka buat kalian. Tetapi kalau kita lemah dan gagal — dan semoga Allah melindungi dan menjaga kita — tak ada lagi dari kalian ini yang masih akan tersisa karena dikhawatirkan akan berbalik menjadi kehancuran. Berhati-hatilah! Demi Allah! Ingatlah masa-masa lalu dan apa yang sudah dikaruniakan Allah kepada kita. Tidakkah kalian lihat bahwa bumi di belakang kalian adalah padang gersang, kering, tak ada sedikit pun tempat berteduh atau tempat berlindung untuk mempertahankan diri! Arahkanlah tujuan kalian ke akhirat!"

Sa’ad kemudian memanggil orang-orang yang pendapatnya paling dapat diterima, berani dan terpandang. Di antara mereka sebagai pemikir yang bijak adalah Mugirah bin Syu'bah dan Asim bin Amr; yang dikenal pemberani Tulaihah bin Khuwailid dan Amr bin Ma'di Karib, dan dari kalangan penyair terdapat Syammakh, al-Hutai'ah dan Abadah bin at-Tabib dan beberapa lagi dari kelompok-kelompok lain, la berkata kepada mereka: "Berangkatlah kalian dan sampaikanlah kepada mereka apa yang menjadi kewajiban kalian dan kewajiban mereka di pusat-pusat kekuatan itu. Di kalangan orang Arab kalian mempunyai kedudukan yang seperti keadaan kalian sekarang ini; ada yang penyair, orator, pemikir dan prajurit yang berani. Kalian adalah pemimpin- pemimpin mereka. Berangkatlah kalian kepada mereka, ingatkanlah mereka dan berilah mereka semangat dalam berperang."

Mereka semua berangkat, ada yang mengucapkan pidato, ada yang membacakan syair dan menjanjikan kemenangan dengan kata-kata yang dapat menggetarkan hati dan perasaan. Huzail al-Asadi berkata kepada kelompoknya: "Saudara-saudara Ma'add! Jadikan benteng-benteng
kalian sebagai pedang! Jadilah kalian di situ sebagai singa di hutan, seperti harimau yang segera berubah muka, siap menerkam! Percayalah kepada Allah dan pejamkan mata kalian! Kalau pedang sudah tak berdaya, gunakanlah batu karena batu dapat menggantikan apa yang tak ada dalam besi!"

Dan Asim bin Amr berkata: "Saudara-saudara dari kalangan Arab, kalian adalah pemuka-pemuka Arab. Kalian sudah ber-
tahan terhadap pemuka-pemuka Persia. Tetapi yang kalian pertaruhkan adalah surga sedang mereka mempertaruhkan dunia. Sekali-kali tidak mungkin mereka lebih pasrah dengan dunia mereka itu daripada kalian dengan akhiratmu. Janganlah membicarakan sesuatu hari ini yang di kemudian hari akan membawa aib bagi orang Arab."

Mereka masing-masing lalu berbicara di sekitar soal ini. Setiap pemuka berpidato kepada jemaahnya, dan saling memberikan semangat agar penuh disiplin, patuh dan tabah, saling memegang janji dan saling mengikat diri untuk menang atau mati. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2947 seconds (0.1#10.140)