Mu'adzah binti Abdillah, Perempuan yang Selalu Menghidupkan Salat Malam
loading...
A
A
A
Dia seorang tabi’iyah . Namanya Mu’adzah bintu Abdillah Al-’Adawiyyah Al-Bashriyyah rahimahallah. Dikenal sebagai seorang perempuan ahli ibadah pada masanya. Tak jarang ia dipanggil Ummu Sahba. Mu’adzah juga dikenal sebagai sosok perempuan yang terpercaya, cerdas, berilmu dan senantiasa beribadah kepada Allah.
Dia mengambil hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Aisyah Ummul Mukminin, Hisyam bin ‘Amir Al-Anshari, dan Ummu ‘Amr bintu ‘Abdillah bin Az-Zubair. Sederet ulama meriwayatkan hadis darinya.
(Baca juga : Kenikmatan dan Kebahagiaan Ketika Sakit )
Al-Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah menyatakan bahwa Mu’adzah adalah seorang yang tsiqah (terpercaya) hujjah, mengisyaratkan akan kekokohan riwayatnya. Hadis yang diriwayatkannya adalah hadis-hadis yang dapat menjadi hujjah, termaktub dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis shahih. Mu'adzah telah mendapatkan cakupan besar dalam upaya pembelajaran ilmu agama, spiritual, dan ibadah yang ia hasilkan dari para pembela Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW.
Dikutip dari buku 'Kisah 101 Tabi'in' dan sumber 'Siyar A’lam an-Nubala’:Adz-Dzahabi', digambarkan bahwa dalam kesehariannya, Mu'adzah sangat gemar membaca Al-Qur’an di waktu subuh hari dengan disaksikan oleh para malaikat. Ia selalu membaca Al-Qur’an di pagi dan sore hari. Hatinya selalu mengalunkan zikir pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Tak ada sesuatu pun yang menyibukkannya dari rutinitas ini hingga hari pernikahannya.
Suami Muadzah al-Adawiyyah adalah Shilah bin Asyyam Abu ash-Shahba al-Adawi al-Bashri yang juga merupakan salah seorang tabi’in terhormat, pemimpin teladan, pemilik kemuliaan, zuhud dan rajin beribadah. Kedua suami istri ini adalah lautan ilmu dan fiqh, sikap wara’ dan zuhud.
(Baca juga : Tips Cantik yang Membuat Para Istri Disayang Suami )
Pernikahannya menyisakan cerita yang menyentuh hati karena didalamnya ada kebaikan tutur kata yang terpatri dalam kenangan masyarakat saat itu. Dari situ mereka menularkannya kepada orang lain agar senantiasa abadi hingga waktu yang Allah kehendaki.
Saat hari pernikahan Muadzah al-Adawiyyah, saat ia diserahkan pada suaminya Shilah bin Asyyam, keponakan Shilah datang dan mengajaknya masuk ke kamar kemudian mendandaninya dengan pakaian terbaik lalu mengantarkannya di rumah yang penuh dengan aroma wangi, memancarkan sebaik-baik minyak wangi.
Setelah suami istri itu bersama-sama dalam satu rumah, Shilah mengucapkan salam kepada Muadzah. Kemudian berdiri untuk salat, lalu Muadzah pun berdiri mengikutinya salat. Keduanya larut dalam salat. Kaeduanya masih salat hingga tiang-tiang fajar menyongsong keduanya. Subuh datang mengendus, keduanya lupa bahwa mereka berada dalam malam pengantin.
(Baca juga : Orang-orang yang Dibenci Allah Ta'ala )
Keesokan harinya, ia didatangi lagi oleh keponakannya untuk memeriksa keadaannya. Akhirnya ia tahu bahwa ia habiskan waktu untuk salat sampai subuh menampakan dirinya. Ia pun berkata pada pamannya itu,”Wahai pamanku, putri pamanmu telah diserahkan padamu tadi malam. Lalu engkau melaksanakan salat dan membiarkannya?”
Shilah menjawab,”Wahai keponakanku! Sesungguhnya engkau telah memasukan diriku kemarin disebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada neraka. Kemudian engkau masukkan aku ke sebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada surga. Dan pikiranku itu terus menerus ada pada keduanya hingga keesokan hari.”
Dalam suasana seperti ini, Mu'adzah dan suaminya meneruskan kehidupannya dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Mu'adzah telah melukiskan gambaran hidup tentang ibadah suaminya. Ia berkata,” Abu ash-Shahba’ selalu salat hingga tak mampu datang ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak.”
(Baca juga : Waskita Karya Sukses Kantongi Kontrak Baru Senilai Rp15 Triliun )
Ibnu Syaudzab menceritakan, Muadzah al-Adawiyyah berkata, Shilah tidak pulang dari masjid rumahnya menuju ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak. Ia berdiri hingga tak tegak lagi dalam salat.
Lain waktu, Muadzah mengomentari suaminya ketika bersama teman-temannya. ”Apabila Shilah dan teman-temannya bertemu, mereka saling berpelukan satu sama lain.”
Ia mengambil teladan dari suaminya dalam hal ibadah hingga ia menjadi salah satu perempuan yang menjadi simbol dalam ibadah. Ia menjadi seorang mukmin yang ikhlas karena Allah. Mu'adzah adalah seorang perempuan yang beriman yang wara’, rajin beribadah dan bersikap zuhud. Ia menghidupkan semua malamnya untuk beribadah, sehingga sifat bijaksananya mengalir dari lisannya seperti aliran telaga yang bening.
(Baca juga : DPR Gandeng KPK Awasi Dana Otonomi Khusus )
Menghidupan Semua Malamnya untuk Salat
Dia mengambil hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Aisyah Ummul Mukminin, Hisyam bin ‘Amir Al-Anshari, dan Ummu ‘Amr bintu ‘Abdillah bin Az-Zubair. Sederet ulama meriwayatkan hadis darinya.
(Baca juga : Kenikmatan dan Kebahagiaan Ketika Sakit )
Al-Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah menyatakan bahwa Mu’adzah adalah seorang yang tsiqah (terpercaya) hujjah, mengisyaratkan akan kekokohan riwayatnya. Hadis yang diriwayatkannya adalah hadis-hadis yang dapat menjadi hujjah, termaktub dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis shahih. Mu'adzah telah mendapatkan cakupan besar dalam upaya pembelajaran ilmu agama, spiritual, dan ibadah yang ia hasilkan dari para pembela Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW.
Dikutip dari buku 'Kisah 101 Tabi'in' dan sumber 'Siyar A’lam an-Nubala’:Adz-Dzahabi', digambarkan bahwa dalam kesehariannya, Mu'adzah sangat gemar membaca Al-Qur’an di waktu subuh hari dengan disaksikan oleh para malaikat. Ia selalu membaca Al-Qur’an di pagi dan sore hari. Hatinya selalu mengalunkan zikir pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Tak ada sesuatu pun yang menyibukkannya dari rutinitas ini hingga hari pernikahannya.
Suami Muadzah al-Adawiyyah adalah Shilah bin Asyyam Abu ash-Shahba al-Adawi al-Bashri yang juga merupakan salah seorang tabi’in terhormat, pemimpin teladan, pemilik kemuliaan, zuhud dan rajin beribadah. Kedua suami istri ini adalah lautan ilmu dan fiqh, sikap wara’ dan zuhud.
(Baca juga : Tips Cantik yang Membuat Para Istri Disayang Suami )
Pernikahannya menyisakan cerita yang menyentuh hati karena didalamnya ada kebaikan tutur kata yang terpatri dalam kenangan masyarakat saat itu. Dari situ mereka menularkannya kepada orang lain agar senantiasa abadi hingga waktu yang Allah kehendaki.
Saat hari pernikahan Muadzah al-Adawiyyah, saat ia diserahkan pada suaminya Shilah bin Asyyam, keponakan Shilah datang dan mengajaknya masuk ke kamar kemudian mendandaninya dengan pakaian terbaik lalu mengantarkannya di rumah yang penuh dengan aroma wangi, memancarkan sebaik-baik minyak wangi.
Setelah suami istri itu bersama-sama dalam satu rumah, Shilah mengucapkan salam kepada Muadzah. Kemudian berdiri untuk salat, lalu Muadzah pun berdiri mengikutinya salat. Keduanya larut dalam salat. Kaeduanya masih salat hingga tiang-tiang fajar menyongsong keduanya. Subuh datang mengendus, keduanya lupa bahwa mereka berada dalam malam pengantin.
(Baca juga : Orang-orang yang Dibenci Allah Ta'ala )
Keesokan harinya, ia didatangi lagi oleh keponakannya untuk memeriksa keadaannya. Akhirnya ia tahu bahwa ia habiskan waktu untuk salat sampai subuh menampakan dirinya. Ia pun berkata pada pamannya itu,”Wahai pamanku, putri pamanmu telah diserahkan padamu tadi malam. Lalu engkau melaksanakan salat dan membiarkannya?”
Shilah menjawab,”Wahai keponakanku! Sesungguhnya engkau telah memasukan diriku kemarin disebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada neraka. Kemudian engkau masukkan aku ke sebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada surga. Dan pikiranku itu terus menerus ada pada keduanya hingga keesokan hari.”
Dalam suasana seperti ini, Mu'adzah dan suaminya meneruskan kehidupannya dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Mu'adzah telah melukiskan gambaran hidup tentang ibadah suaminya. Ia berkata,” Abu ash-Shahba’ selalu salat hingga tak mampu datang ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak.”
(Baca juga : Waskita Karya Sukses Kantongi Kontrak Baru Senilai Rp15 Triliun )
Ibnu Syaudzab menceritakan, Muadzah al-Adawiyyah berkata, Shilah tidak pulang dari masjid rumahnya menuju ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak. Ia berdiri hingga tak tegak lagi dalam salat.
Lain waktu, Muadzah mengomentari suaminya ketika bersama teman-temannya. ”Apabila Shilah dan teman-temannya bertemu, mereka saling berpelukan satu sama lain.”
Ia mengambil teladan dari suaminya dalam hal ibadah hingga ia menjadi salah satu perempuan yang menjadi simbol dalam ibadah. Ia menjadi seorang mukmin yang ikhlas karena Allah. Mu'adzah adalah seorang perempuan yang beriman yang wara’, rajin beribadah dan bersikap zuhud. Ia menghidupkan semua malamnya untuk beribadah, sehingga sifat bijaksananya mengalir dari lisannya seperti aliran telaga yang bening.
(Baca juga : DPR Gandeng KPK Awasi Dana Otonomi Khusus )
Menghidupan Semua Malamnya untuk Salat