12 Dalil Berdoa dengan Tawassul (Bagian 2)

Selasa, 29 Desember 2020 - 15:07 WIB
loading...
12 Dalil Berdoa dengan...
Berdoa dengan tawassul dibolehkan dalam Islam dan merupakan ibadah yang baik. Foto/Ist
A A A
Hadis 'Orang buta yang bertawassul kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم' juga merupakan satu dari banyak dalil bolehnya menjadikan Rasulullah sebagai wasilah kepada Allah.Ulama besar seperti Syaikh Ali Jumah, Habib Ali Al-Jufri dan Syaikh Ramadhan Al-Buti, mereka mengatakan bahwa tawassul dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan orang shalih yang sudah wafat hukumnya boleh. Tentu saja, tawassul ini ada syaratnya yaitu meyakini bahwa Allah saja yang mempunyai hak memberi manfaat dan mudarat.

Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar doa (ibadahnya) lebih diterima dan dikabulkan. Atau bisa juga diartikan segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu.

(Baca Juga: 11 Waktu Mustajab untuk Berdoa, Yuk Amalkan!)

Berikut Lanjutan Dalil Berdoa dengan Tawassul:

2. Tersebut dalam Shahih Al-Bukhari
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu apabila terjadi kemarau beliau dan Abas bin Abdul Muthalib minta hujan dengan dengan memanjatkan doa: "Ya Allah bahwasanya kami telah tawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan, dan sekarang kami tawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu." (Hadits ini dirawikan oleh Imam Al-Bukhari dan Baihaqi – lihat Sahih Bukhari I hal. 128 dan Baihaqi (Sunan al Kubra) II hal. 352).

Kesimpulan dari Hadis ini yaitu Sayidina Umar bin Khattab sahabat Nabi yang utama dan Khalifah kedua pernah berdoa dengan tawassul dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk mohon kepada Allah diturunkan hujan pada musim kemarau. Nabi pernah mengatakan bahwa "Kebenaran itu dijadikan Tuhan dalam ucapan Sayidina Umar". Ketika Sayidina Umar bertawassul dengan Nabi, maka Nabi Muhammad tidak melarangnya, tetapi membenarkannya. Ini suatu bukti bahwa doa dengan bertawassul adalah satu ibadah yang baik.

Bukan saja Sayidina Umar bertawassul dengan Nabi, tetapi juga paman Nabi Sayidina Abbas bin Abdil Muthalib. Ini bukti bahwa bertawassul itu boleh dengan orang yang lebih rendah walaupun ada yang lebih tinggi. Artinya, kita bukan saja boleh bertawassul dengan Nabi, tetapi juga boleh dengan ulama-ulama dan orang-orang saleh lainnya.

Hujan yang diminta dengan doa yang bertawassul itu dikabulkan oleh Allah sehingga dikatakan dalam hadits ini "fayusquun". Perlu diperhatikan, Sayidina Umar bukan meminta hujan kepada Nabi atau kepada Abbas. Tetapi kepada Allah dengan wasilah Nabi Muhammad atau Abbas sebagai orang yang dipakai dalam tawassul itu keduanya adalah kekasih Allah.

3. Kitab Falhul Bari fi Syarhil Bukhari karya Ibnu Hajar al-Asqalani.
Dari Anas bin Malik beliau berkata: "Datang seorang laki-laki Badui kepada Nabi Muhammad lalu berkata: "Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu karena tidak ada lagi orang yang meringis, tiada lagi bayi yang mendengkur, kemudian ia membacakan sebuah sya'ir kuno (yang dulu digubah oleh Abu Thalib bapak Sayidina Ali), yang artinya kecuali kepadamu tak ke mana kami akan pergi, ke manakah manusia akan minta bantuan kalau tidak kepada Rasul Ilahi? Mendengar permintaan itu, Nabi lantas berdiri menarik selendang beliau dan naik mimbar lalu berdoa: "Ya Allah, turunkanlah hujan". (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Kitab Dalail).

Kesimpulan dari hadis ini yaitu, ketika terjadi kemarau, para sahabat Nabi datang kepada beliau untuk minta hujan. Mereka tidak langsung memohon kepada Allah, tetapi datang kepada Nabi dengan meminta agar Nabi mendoakan kepada Allah. Ini namanya bertawassul dengan Nabi, sedang Nabi tidak membantah dan tidak pula mengatakan supaya orang itu mendoakan saja langsung kepada Allah dan tidak perlu datang kepadanya.

Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم juga tidak marah mendengar sya’ir yang dibaca oleh seorang laki-laki Badui itu, yang mengatakan bahwa kalau keadaan sulit tidak ada tempat kembali melainkan kepada Rasul Ilahi. Nabi tahu bahwa para sahabatnya yang membaca syair itu bukan menganggap beliau Tuhan, hanyalah ucapan "majaz", yakni pada lahirnya atau pada adatnya tidak ada tempat kembali melainkan ia. Ucapan ini bukan syirik (kafir) tetapi ucapan majaz yang biasa diucapkan oleh setiap orang sehari-hari.

Dalam hadis ini juga dapat dipetik hikmah bahwa boleh "istigatsah" (minta tolong kepada manusia) kalau seseorang dapat kesulitan, umpamanya dengan mengatakan: "Hai teman bebaskanlah saya dari kesulitan tolonglah saya dan lain-lain ucapan yang sama. Jadi tidaklah terlarang kalau ada orang Islam dalam ucapannya setiap hari apabila mendapat kesulitan mengatakan: "Ya Allah, Ya Rasulullah!"

Yang penting, jangan sampai dii'itiqadkan bahwa Nabi Muhammad itu sama dengan Allah Ta'ala. Walaupun hadis ini tidak sekuat hadis Al-Bukhari, tetapi membantu hadis riwayat Al-Bukhari yang kuat sehingga menjadi bertambah kuat.

[Baca Juga: 12 Dalil Berdoa dengan Tawassul, Jangan Gagal Paham (1)]

Wallahu A'lam

(Bersambung)!
(rhs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2034 seconds (0.1#10.140)