Pra-Islam, Kisah Abu Bakar Menghindar dari Tradisi Jahiliyah dan Condong ke Agama Ibrahim

Rabu, 09 Februari 2022 - 12:34 WIB
loading...
A A A


Sementara itu, perangainya digambarkan damai, sangat lemah lembut, dan sikapnya tenang sekali. Dia tak mudah terdorong oleh hawa nafsu.

Sewaktu kecil Abu Bakar hidup seperti umumnya anak-anak di Mekkah. Beranjak ke usia remaja, dia menjadi pedagang pakaian dan sukses di bidang tersebut.

Jalal ad-Din as-Suyuti mengatakan kehidupan awal Abu Bakar adalah di Mekkah, yang hanya dia tinggalkan jika sedang berdagang, dan dia memiliki kekayaan besar di antara masyarakatnya, marwah yang sempurna, dan kemurahan hati, dan kesopan-santunan di antara mereka.

Uang Darah
Maruf bin Kharrabudh seperti dikutip Jalal ad-Din as-Suyuti berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah satu dari sepuluh orang Quraisy yang mempersatukan keunggulan/otoritas (Kaum Quraisy) pada masa Jahiliyah dan Islam.

Dia memiliki tanggung jawab untuk penyelesaian masalah uang darah (diyat) dan piutang. Itu karena Quraisy tidak memiliki raja yang kepadanya semua urusan dapat dirujuk. Sebaliknya di setiap kabilah ada area tanggung jawab umum yang diserahkan kepada pemimpinnya….”

Muhammad Husain Haekal menuturkan, dalam usia yang masih begitu muda itu, dia kemudian menikahi Qutailah binti Abdul Uzza. Dari pernikahan ini, dia memperoleh dua orang anak, yaitu Abdullah dan Asma.

Setelahnya Abu Bakar menikah kembali dengan Umm Rauman binti Amir bin Uwaimir, darinya lahir Abdurrahman dan Aisyah.

Abu Bakar dikenal ahli silsilah. Dengan keahliannya ini, sangat dimungkinkan bahwa Abu Bakar memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai politik internal di berbagai kabilah. Persoalan silsilah adalah sesuatu yang rumit, karena masing-masing kelompok seringkali membuat klaim yang saling bertentangan tentang leluhur mereka.



Tentang hal ini, sejarawan Ibnu Hisyam berkata: “Abu Bakar adalah laki-laki yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena dia serba mudah. Dia dari keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk-beluk kabilah-kabilah itu, yang baik dan yang jahat."

“Dia seorang pedagang dengan perangai yang sudah cukup terkenal. Jika ada suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakat sering datang menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, karena perdagangannya, atau mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak.”

Merasa Janggal
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" mengisahkan meskipun hidup di sekitar lingkungan Jahiliyah, Abu Bakar seringkali merasakan kejanggalan ketika melintas di depan Kakbah. Ketika melihat orang-orang berputar-putar di sekitar berhala-berhala mereka, dia tertegun dan merenung.

Di dalam hatinya dia berkata, bagaimana mungkin manusia yang dapat mendengar dan berpikir, tetapi dapat tersungkur dan sujud kepada deretan batu-batu yang tak dapat mendengar dan melihat, apalagi mengetahui yang benar.

Meski demikian, Atiq tidak pernah mengungkapkannya kepada siapa pun. Dan walaupun tanpa pemberitahuan kepada siapa pun, dia menghindarkan diri dari berhala-berhala itu dan menghabiskan hari-harinya jauh dari adat istiadat jahiliyah. Dia hampir tidak pernah menemui seseorang hanya sekadar untuk menghabiskan waktu.

Adapun Aisyah binti Abu Bakar RA, sebagaimana telah disahihkan oleh Ibnu Asakir, berkenaan dengan sikap Abu Bakar di atas, meriwayatkan:

“Demi Allah, Abu Bakar tidak pernah berbicara puisi baik pada (masa) Jahiliyah atau pun dalam (masa) Islam, dan dia dan Utsman berhenti minum anggur pada (masa) Jahiliyah.”

Adapun ketika sudah datang masa Islam, suatu waktu Abu Bakar pernah ditanya tentang masa lalunya. Sebagaimana dikutip oleh Ibnu Asakir, Abul-Aliyyah ar-Riyahi meriwayatkan:



Ditanyakan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq dalam sebuah perkumpulan dengan para sahabat Rasulullah SAW, “Apakah engkau minum anggur di masa Jahiliyah?”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1946 seconds (0.1#10.140)