An-Nadhr: Belajar Sejarah ke Irak Demi Taklukkan Nabi

Senin, 15 Juni 2020 - 14:57 WIB
loading...
An-Nadhr: Belajar Sejarah ke Irak Demi Taklukkan Nabi
Berbeda dengan Abu Jahal yang cenderung bengis dan kejam dalam menghadapi dakwah Islam, An-Nadhr lebih memilih cara-cara intelektual ataupun cara-cara pragmatis dan hedonis. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SALAH seorang penentang ajaran yang diemban Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam adalah An-Nadhr bin Al-Harits. Lelaki Quraisy ini sangat cedas dan lihai. Pengetahuannya tentang peristiwa-peristiwa masa lampau lumayan luas. Maklum saja, ia memang berniaga hingga sering bepergian ke berbagai wilayah Romawi, Persia dan sekitarnya. Ia bertemu banyak orang cerdik-pandai. Ia juga bertemu banyak tradisi dan budaya dari berbagai suku dan bangsa. Oleh karenanya, ia sangat berbangga diri dan merasa paling unggul di antara pimpinan suku di Makkah .

An-Nadhr bin Al-Harits adalah salah satu tokoh pimpinan dalam oligarki kekuasaan Kota Makkah. Ia adalah pemimpin Bani Abdud Daar dan anggota utama Darun Nadwah, parlemen Makkah. Usianya tidak terpaut jauh daripada Abu Jahal dan Rasulullah. Hanya saja, berbeda dengan Abu Jahal yang cenderung bengis dan kejam dalam menghadapi dakwah Islam , An-Nadhr lebih memilih cara-cara intelektual ataupun cara-cara pragmatis dan hedonis. ( )

Para pembesar suku Quraisy memang menyerahkan misi penghentian pengaruh Nabi Muhammad kepada memintaAn-Nadhr untuk khusus dengan cara cerdas.

Setiap kali Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menyeru manusia kepada Allah Ta’ala, membaca Al-Qur’an dan memperingatkan orang-orang Quraisy tentang siksa yang menimpa umat-umat terdahulu, maka An-Nadhr akan melaksanakan hal yang sama, kemudian bercerita kepada manusia tentang Rustum As-Sindid, tentang Isfandiyar dan raja-raja Persia.



Setelah itu, ia berkata, “Demi Allah, ceramah Muhammad tidaklah lebih baik daripada ceramahku. Ucapan Muhammad hanyalah dongeng-dongeng orang-orang dulu. Aku mampu menuliskan dongeng-dongeng sebagaimana ia menuliskan dongeng-dongeng tersebut.”

Tingkah An-Nadhr, sebagai pesaing Rasulullah, ini diabadikan oleh Al-Qur'an:

وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَىٰ عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
قُلْ أَنْزَلَهُ الَّذِي يَعْلَمُ السِّرَّ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ إِنَّهُ كَانَ غَفُورًا رَحِيمً

Dan mereka berkata: “Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” Katakanlah: “Al Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Furqan: 5-6).

Bukan hanya itu, Allah Ta’ala juga menurunkan ayat berikut:

إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: “(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala.” (QS. al-Qalam: 15).

Lalu, Allah Ta’ala juga menurunkan ayat berikut:

وَيْلٌ لِكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
يَسْمَعُ آيَاتِ اللَّهِ تُتْلَىٰ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصِرُّ مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. (QS. Al-Jatsiyah: 7-8).

Ibnu Ishaq berkata (seperti dikutip oleh Ibnu Hisyam) bahwa Al-Qur'an menurunkan 8 ayat tentang An-Nadhr bin Al-Harits. Yaitu firman Allah dalam Surah Al-Qalam ayat 15 dan semua ayat yang di dalamnya terdapat kata "Al-Asaathir" (dongeng) dalam Al-Qur'an.

Pernah suatu hari, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam duduk-duduk dengan Al-Walid bin Al-Mughirah di masjid, tiba-tiba tanpa disadari datanglah An-Nadhr bin Al-Harits kemudian dia duduk bersama mereka berdua.

Saat itu ada beberapa orang Quraisy yang berada di masjid. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alihi wasallam berbicara kepada mereka, namun pembicaraan beliau diganggu oleh An-Nadhr bin Al Harits. ( ).

Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menegurnya hingga membuat ia diam. Baru setelah itu, beliau membacakan ayat berikut kepadanya dan kepada orang-orang Quraisy lainnya:

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ
لَوْ كَانَ هَٰؤُلَاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا ۖ وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ
لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَهُمْ فِيهَا لَا يَسْمَعُونَ

Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan jahanam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya. Mereka merintih di dalam api dan mereka di dalamnya tidak bisa mendengar. (QS. al-Anbiya’: 98-100).



Rasulullah Shallallahu ‘alihi wasallam lalu berdiri, pada saat yang bersamaan datanglah Abdullah bin Az-Zaba’ra As-Sahmi kemudian ia duduk.

Al-Walid bin Al-Mughirah berkata kepada Abdullah bin Az-Zaba’ra, “Demi Allah, tadi An-Nadhr bin Al-Harits seperti patung yang tak bisa bergerak akibat perkataan anak Abdul Muththalib. Muhammad mengatakan bahwa kita dan tuhan-tuhan sesembahan kita ini akan menjadi bahan bakar jahannam.



Memanggil Penyanyi
An-Nadhr bin Al-Harits tak putus asa adalam mengganggu dakwah Rasulullah. Setelah gagal pada upaya pertama, maka ia berpikir bahwa Nabi Muhammad itu menarik karena adanya lantunan indah, syahdu, dan bersajak pada hal yg dipresentasikannya di hadapan banyak orang. Sehingga, untuk menandinginya, ia pun memanggil para penyanyi dan penari untuk “pentas” di manapun Nabi berdakwah dan dikerumini orang.

Harapannya, orang-orang itu lebih tertarik nyanyian merdu dan jogetan seksi serta iming-iming hadiahnya. Kemudian orang-orang meninggalkan Rasulullah.

)

Al-Mubarakfuri menulis dalam kitab Sirahnya bahwa Ibnu Abbas menjelaskan bahwa An-Nadhr membeli budak-budak wanita yang memiliki keahlian menyanyi. Setiap kali ia mendengar ada orang yang cenderung kepada Nabi SAW, dia pengaruhi melalui salah seorang penyanyinya. Penyanyi itu akan menyuguhkan makanan dan minuman kepada orang tersebut lalu bernyanyi menghiburnya sehingga tidak ada lagi kecenderungan terhadap Islam. Berkenaan dengan hal ini turunlah firman Allah Ta'ala:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman : 6).



Bertemu Ahli Kitab
Selanjutnya setelah berkali-kali usahanya gagal, An-Nadhr pun pergi ke berbagai daerah untuk mencari inspirasi jitu. Akhirnya, ia pun bertemu Ahli Kitab di Yatsrib ( Madinah ), dan dibekali tiga pertanyaan yang dirasa bisa menjatuhkan harkat martabat Rasulullah di hadapan masyarakat Makkah.

Lalu, ia pun pulang ke Makkah, dan membuat acara khusus dengan mengumpulkan banyak orang. Ia pun mengundang Rasulullah untuk hadir. Dalam acaranya itu, ia bertanya kepada Nabi; “Wahai Muhammad, jika kamu benar-benar Nabi Utusan Tuhan, tentu kamu bisa menjawab tiga pertanyaanku ini. Kamu bersedia?”

“Katakanlah, apa itu?!” jawab Rasulullah.



“Pertama; Tahukah kamu tentang sekelompok pemuda yg mengasingkan dirinya demi menjaga Iman-Akidahnya? Kedua, Tahukah kamu tentang Seorang Raja yang kekuasaannya meliputi Barat hingga Timur? Ketiga, bisakah menjelaskan tentang hakikat Ruh!?”

“Pemuda itu dikenal dengan Ashabul Kahfi”, jawab Rasulullah. Lalu secara detail dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 9 hingga 26.

وَ تَحۡسَبُهُمۡ اَيۡقَاظًا وَّهُمۡ رُقُوۡدٌ ‌‌ۖ وَنُـقَلِّبُهُمۡ ذَاتَ الۡيَمِيۡنِ وَ ذَاتَ الشِّمَالِ‌‌ ۖ وَكَلۡبُهُمۡ بَاسِطٌ ذِرَاعَيۡهِ بِالۡوَصِيۡدِ‌ ؕ لَوِ اطَّلَعۡتَ عَلَيۡهِمۡ لَوَلَّيۡتَ مِنۡهُمۡ فِرَارًا وَّلَمُلِئۡتَ مِنۡهُمۡ رُعۡبًا

18. Dan engkau mengira mereka itu tidak tidur, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentu kamu akan berpaling melarikan (diri) dari mereka dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.

وَكَذٰلِكَ بَعَثۡنٰهُمۡ لِيَتَسَآءَلُوۡا بَيۡنَهُمۡ‌ ؕ قَالَ قَآٮِٕلٌ مِّنۡهُمۡ كَمۡ لَبِثۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَبِثۡنَا يَوۡمًا اَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٍ‌ ؕ قَالُوۡا رَبُّكُمۡ اَعۡلَمُ بِمَا لَبِثۡتُمۡ ؕ فَابۡعَثُوۡۤا اَحَدَكُمۡ بِوَرِقِكُمۡ هٰذِهٖۤ اِلَى الۡمَدِيۡنَةِ فَلۡيَنۡظُرۡ اَيُّهَاۤ اَزۡكٰى طَعَامًا فَلۡيَاۡتِكُمۡ بِرِزۡقٍ مِّنۡهُ وَلۡيَتَلَطَّفۡ وَلَا يُشۡعِرَنَّ بِكُمۡ اَحَدًا

19. Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

اِنَّهُمۡ اِنۡ يَّظۡهَرُوۡا عَلَيۡكُمۡ يَرۡجُمُوۡكُمۡ اَوۡ يُعِيۡدُوۡكُمۡ فِىۡ مِلَّتِهِمۡ وَلَنۡ تُفۡلِحُوۡۤا اِذًا اَبَدًا‏

20. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”

وَكَذٰلِكَ اَعۡثَرۡنَا عَلَيۡهِمۡ لِيَـعۡلَمُوۡۤا اَنَّ وَعۡدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّاَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيۡبَ فِيۡهَا ‌ۚ اِذۡ يَتَـنَازَعُوۡنَ بَيۡنَهُمۡ اَمۡرَهُمۡ‌ فَقَالُوۡا ابۡنُوۡا عَلَيۡهِمۡ بُنۡيَانًـا ‌ ؕ رَبُّهُمۡ اَعۡلَمُ بِهِمۡ‌ؕ قَالَ الَّذِيۡنَ غَلَبُوۡا عَلٰٓى اَمۡرِهِمۡ لَـنَـتَّخِذَنَّ عَلَيۡهِمۡ مَّسۡجِدًا

21. Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka, agar mereka tahu, bahwa janji Allah benar, dan bahwa (kedatangan) hari Kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya.”

سَيَـقُوۡلُوۡنَ ثَلٰثَةٌ رَّابِعُهُمۡ كَلۡبُهُمۡ‌ۚ وَيَقُوۡلُوۡنَ خَمۡسَةٌ سَادِسُهُمۡ كَلۡبُهُمۡ رَجۡمًۢا بِالۡغَيۡبِ‌ۚ وَيَقُوۡلُوۡنَ سَبۡعَةٌ وَّثَامِنُهُمۡ كَلۡبُهُمۡ‌ؕ قُلْ رَّبِّىۡۤ اَعۡلَمُ بِعِدَّتِهِمۡ مَّا يَعۡلَمُهُمۡ اِلَّا قَلِيۡلٌ فَلَا تُمَارِ فِيۡهِمۡ اِلَّا مِرَآءً ظَاهِرًا وَّلَا تَسۡتَفۡتِ فِيۡهِمۡ مِّنۡهُمۡ اَحَدًا

22. Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, ”(Jumlah mereka) tiga (orang), yang ke empat adalah anjingnya,” dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) lima (orang), yang ke enam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh (orang), yang ke delapan adalah anjingnya.” Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan lahir saja dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada siapa pun.

وَلَا تَقُوۡلَنَّ لِشَاىۡءٍ اِنِّىۡ فَاعِلٌ ذٰ لِكَ غَدًا

23. Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,”

اِلَّاۤ اَنۡ يَّشَآءَ اللّٰهُ‌ ۚ وَاذۡكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيۡتَ وَقُلۡ عَسٰٓى اَنۡ يَّهۡدِيَنِ رَبِّىۡ لِاَقۡرَبَ مِنۡ هٰذَا رَشَدًا‏

24. kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”

وَلَبِثُوۡا فِىۡ كَهۡفِهِمۡ ثَلٰثَ مِائَةٍ سِنِيۡنَ وَازۡدَادُوۡا تِسۡعًا‏

25. Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.

قُلِ اللّٰهُ اَعۡلَمُ بِمَا لَبِثُوۡا‌ ۚ لَهٗ غَيۡبُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ‌ ؕ اَبۡصِرۡ بِهٖ وَاَسۡمِعۡ‌ ؕ مَا لَهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهٖ مِنۡ وَّلِىٍّ وَّلَا يُشۡرِكُ فِىۡ حُكۡمِهٖۤ اَحَدًا

26. Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”

“Raja Tersebut bernama Dzul Qarnain”, lanjut Rasulullah masih menjawab pertanyaan itu. Kemudian untuk detailnya, dibacakanlah Surah Al-Kahfi ayat 83 hingga 101.

وَيَسۡـــَٔلُوۡنَكَ عَنۡ ذِى الۡقَرۡنَيۡنِ‌ ؕ قُلۡ سَاَ تۡلُوۡا عَلَيۡكُمۡ مِّنۡهُ ذِكۡرًا

83. Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Akan kubacakan kepadamu kisahnya.”

اِنَّا مَكَّنَّا لَهٗ فِى الۡاَرۡضِ وَاٰتَيۡنٰهُ مِنۡ كُلِّ شَىۡءٍ سَبَبًا

84. Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan Kami telah memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu,

فَاَ تۡبَعَ سَبَبًا‏

85. maka dia pun menempuh suatu jalan.

حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ مَغۡرِبَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَغۡرُبُ فِىۡ عَيۡنٍ حَمِئَةٍ وَّوَجَدَ عِنۡدَهَا قَوۡمًا ؕ ‌قُلۡنَا يٰذَا الۡقَرۡنَيۡنِ اِمَّاۤ اَنۡ تُعَذِّبَ وَاِمَّاۤ اَنۡ تَتَّخِذَ فِيۡهِمۡ حُسۡنًا

86. Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (tidak beragama). Kami berfirman, “Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.”

قَالَ اَمَّا مَنۡ ظَلَمَ فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهٗ ثُمَّ يُرَدُّ اِلٰى رَبِّهٖ فَيُعَذِّبُهٗ عَذَابًا نُّكۡرًا‏

87. Dia (Zulkarnain) berkata, “Barangsiapa berbuat zhalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.

وَاَمَّا مَنۡ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَلَهٗ جَزَآءَ ۨالۡحُسۡنٰى‌ ۚ وَسَنَقُوۡلُ لَهٗ مِنۡ اَمۡرِنَا يُسۡرًا

88. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.”

ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا

89. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).

حَتّٰٓى اِذَابَلَغَ مَطۡلِعَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَطۡلُعُ عَلٰى قَوۡمٍ لَّمۡ نَجۡعَلْ لَّهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهَا سِتۡرًا ۙ‏

90. Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (sebelah timur) didapatinya (matahari) bersinar di atas suatu kaum yang tidak Kami buatkan suatu pelindung bagi mereka dari (cahaya matahari) itu,

كَذٰلِكَؕ وَقَدۡ اَحَطۡنَا بِمَا لَدَيۡهِ خُبۡرًا

91. demikianlah, dan sesungguhnya Kami mengetahui segala sesuatu yang ada padanya (Zulkarnain).

ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا‏

92. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).

حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ بَيۡنَ السَّدَّيۡنِ وَجَدَ مِنۡ دُوۡنِهِمَا قَوۡمًا ۙ لَّا يَكَادُوۡنَ يَفۡقَهُوۡنَ قَوۡلًا

93. Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, didapatinya di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan.

قَالُوۡا يٰذَا الۡقَرۡنَيۡنِ اِنَّ يَاۡجُوۡجَ وَمَاۡجُوۡجَ مُفۡسِدُوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ فَهَلۡ نَجۡعَلُ لَكَ خَرۡجًا عَلٰٓى اَنۡ تَجۡعَلَ بَيۡنَـنَا وَبَيۡنَهُمۡ سَدًّا‏

94. Mereka berkata, “Wahai Zulkarnain! Sungguh, Yakjuj dan Makjuj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?”

قَالَ مَا مَكَّنِّىۡ فِيۡهِ رَبِّىۡ خَيۡرٌ فَاَعِيۡنُوۡنِىۡ بِقُوَّةٍ اَجۡعَلۡ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُمۡ رَدۡمًا

95. Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka.

اٰتُوۡنِىۡ زُبَرَ الۡحَدِيۡدِ‌ ؕ حَتّٰٓى اِذَا سَاوٰى بَيۡنَ الصَّدَفَيۡنِ قَالَ انْـفُخُوۡا‌ ؕ حَتّٰٓى اِذَا جَعَلَهٗ نَارًا ۙ قَالَ اٰتُوۡنِىۡۤ اُفۡرِغۡ عَلَيۡهِ قِطۡرًا ؕ‏

96. Berilah aku potongan-potongan besi!” Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).”

فَمَا اسۡطَاعُوۡۤا اَنۡ يَّظۡهَرُوۡهُ وَمَا اسۡتَطَاعُوۡا لَهٗ نَـقۡبًا

97. Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.

قَالَ هٰذَا رَحۡمَةٌ مِّنۡ رَّبِّىۡ‌ ۚ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّىۡ جَعَلَهٗ دَكَّآءَ‌ ۚ وَكَانَ وَعۡدُ رَبِّىۡ حَقًّا ؕ‏

98. Dia (Zulkarnain) berkata, “(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya; dan janji Tuhanku itu benar.”

وَتَرَكۡنَا بَعۡضَهُمۡ يَوۡمَٮِٕذٍ يَّمُوۡجُ فِىۡ بَعۡضٍ‌ وَّنُفِخَ فِى الصُّوۡرِ فَجَمَعۡنٰهُمۡ جَمۡعًا

99. Dan pada hari itu Kami biarkan mereka (Yakjuj dan Makjuj) berbaur antara satu dengan yang lain, dan (apa-bila) sangkakala ditiup (lagi), akan Kami kumpulkan mereka semuanya.

وَّعَرَضۡنَا جَهَـنَّمَ يَوۡمَٮِٕذٍ لِّـلۡكٰفِرِيۡنَ عَرۡضَا ۙ‏

100. Dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada orang kafir,

اۨلَّذِيۡنَ كَانَتۡ اَعۡيُنُهُمۡ فِىۡ غِطَآءٍ عَنۡ ذِكۡرِىۡ وَكَانُوۡا لَا يَسۡتَطِيۡعُوۡنَ سَمۡعًا

101. (yaitu) orang yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup (tidak mampu) dari memperhatikan tanda-tanda (kebesaran)-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.

“Adapun soal hakikat Ruh, itu urusan Allah ta’ala. Sementara manusia tidaklah diberi pengetahuan, melainkan hanya sedikit”, jawab Nabi untuk pertanyaan ketiga. Kemudian, tanpa mendetailkan, dibacakanlah Surah Al-Isra’ ayat 85.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Lagi-lagi strategi dan upaya Nadhr untuk mempermalukan Nabi gagal total. Bahkan, malah makin banyak orang bersimpati pada dakwah Rasulullah.

Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat

Belajar ke Irak
Setelah kegagalannya menjatuhkan pamor Nabi dengan menyuguhkan pertanyaan titipan para Yahudi , An-Nadhr bin Harits tetap berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk melawan Al-Qur‘an adalah dengan menyuguhkan cerita dan legenda-legenda. Sebab menurutnya, apa yang dibicarakan oleh Rasulullah (yakni Al-Qur'an) tidaklah lebih daripada cerita dan legenda belaka. Sehingga harus dilawan dengan yang semisal (apple to apple).

Lihatlah, cerita kehancuran kaum terdahulu akibat menolak dakwah para Nabi yang seharusnya menjadi i'tibar, berubah menjadi hanya sekadar karya sastra kuno di telinga An-Nadhr.

Hal ini telah mendorong An-Nadhr untuk berangkat ke Kota Al-Hirah. Sebuah kota kuno yang dahulu menjadi kota terbesar di Irak yang terletak sebelah barat Sungai Eufrat.



Hirah terletak di perbatasan antara gurun Arab dengan wilayah kekuasaan Imperium Persia. Kota Hirah adalah ibukota Kerajaan Hirah yang didiami oleh suku-suku Arab nomaden (Baduwi) seperti Bani Lakhm, Bani Tamim, Bani Tanukh, dan Bani Ghassan.

Bani Lakhm adalah pemegang kekuasaan politik di Kerajaan Hirah. Agama resminya adalah Kristen Nestorian. Tak lama sejak didirikan pada Abad IV masehi, Kerajaan Hirah telah menjadi kerajaan bawahan Imperium Sassanid Persia.
Kerajaan Hirah dimanfaatkan oleh Persia sebagai proxy (boneka) melawan Byzantium (Romawi Timur) yang juga menggunakan Kerajaan Arab Suriah sebagai proxy-nya. Saat ini Kota Hirah tinggal reruntuhannya saja. Terletak sekitar 7 Km dari Kota Najaf, Provinsi Najaf, Irak.

Pada saat An-Nadhr datang ke Hirah, kekuasaan Bani Lakhm atas Hirah telah dipreteli oleh Persia. Beberapa tahun sebelumnya, yakni tahun 602 M, raja arab terakhir Hirah An-Nu'man bin Munzhir digulingkan secara paksa oleh Kisra II. Kisra inilah yang kelak sepuluh tahun lagi akan merobek-robek surat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. ( )

Sebagai sebuah kota yang menjadi arena perkawinan budaya Arab dan Persia, Hirah merupakan tujuan yang cocok bagi An-Nadhr untuk mempelajari budaya Persia. Terutama untuk mempelajarai legenda-legenda asal Persia.



Bagi masyarakat Arab saat itu, Persia adalah sebuah imperium yang luar biasa mengagumkan jika dibandingkan dengan kehidupan kolot mereka di pedalaman gurun pasir. Maka bagi orang Arab, legenda raja-raja Persia adalah cerita yang sangat menakjubkan.

Inilah yang membuat An-Nadhr datang ke Hirah dan mempelajari legenda-legenda Sassanid. Menurut Ibnu Ishaq, An-Nadhr pergi ke Hirah untuk mempelajari legenda raja-raja Persia seperti Rustum dan Asfandayar.



Sepulangnya dari Al-Hirah, An-Nadr melancarkan aksinya mengganggu dakwah Rasulullah. Setiap kali Rasulullah membuat sebuah majelis untuk menyampaikan dakwahnya, An-Nadhr ikut-ikutan membuat sebuah majlis tak jauh dari majelis Rasulullah dengan tujuan agar masyarakat tidak tertarik kepada majelis Rasulullah.

Ia selalu berseru; Demi Allah Muhammad tidak lebih baik pembicaraannya daripada aku." Ia mulai menceritakan legenda raja-raja Persia kepada audiensnya. Setelah selesai bercerita ia akan berkata: "Dengan apa Muhammad bisa menjadi lebih baik pembicaraannya daripada aku?"



Minta Diazab
Upaya-upaya An-Nadhr terus mengalami kegagalan. Ia merasa malu dan marah. Itu sebabnya makin dahsyat pula kedengkian serta kekufurannya terhadap Nabi Muhammad. Lantas An-Nadhr mengumpulkan orang lebih banyak dan lebih besar lagi. Tentu, diundang pula Nabi Muhammad pada acaranya itu.

Boleh jadi ini adalah puncak penentangan dan kebencian Nadhr bin Harits terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan risalah yang diemban. Ia berani menantang Allah subhanahu wa ta‘ala demi memuaskan hasratnya menjatuhkan Nabi di depan penduduk Makkah.

Bahwa jika memang benar Muhammad adalah utusan Allah subhanahu wa ta‘ala, dia meminta Allah untuk menurunkan azab sebab dia mengingkari kerasulan Muhammad SAW.

Baca juga
: Umar bin Khattab: Si Kidal Penggembala Unta dengan Ayah yang Pemarah

Dia meminta Allah untuk menurunkan hujan batu saat itu juga. An-Nadhr bin Harits ingin mempengaruhi logika berpikir masyarakat Makkah, kalau tidak ada sesuatu yang terjadi pada dirinya yang menolak beriman pada Rasulullah, maka tentu masyarakat seharusnya menganggap bahwa apa yang disampaikan Nabi Muhammad adalah dusta. Tantangan ini diabadikan di dalam Al-Qur‘an sekaligus menjadi asbabun nuzul turunnya ayat berikut ini:

وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (QS. Al-Anfal : 32)

( )

Tantangan tersebut pun dijawab Allah, bahwa Allah tidak akan mengazab masyarakat ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam masih bersama mereka dan Allah tidak mungkin mengazab mereka selagi mereka mau memohon ampun dan beristighfar kepada Allah subhanahu wa ta‘ala.

Peristiwa ini pun menjadi sebab turunnya ayat berikut, Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al Anfal : 33).

Allah ta’ala tak langsung menurunkan azab kepadanya. Allah membuatkan untuknya sebuah “skenario”. Ia dihinakan dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya terbunuhnya An-Nadhr. (Baca juga: Membakar Masjid Kaum Munafik, Matinya Abdullah Bin Ubay )

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2799 seconds (0.1#10.140)