Syaikh Yusuf al-Qardhawi Ingatkan Bahaya Pemurtadan dan Hukum bagi Salman Rushdie

Selasa, 08 November 2022 - 10:15 WIB
loading...
Syaikh Yusuf al-Qardhawi Ingatkan Bahaya Pemurtadan dan Hukum bagi Salman Rushdie
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi (kanan) dan Salman Rushdie (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengingatkan bahaya besar yang dihadapi oleh masyarakat Islam adalah ancaman terhadap akidahnya atau pemurtadan. Dia sisi lain, beliau juga menyoroti hukum bagi Salman Rushdie yang dianggap telah memerangi Islam.

" Murtad dari agama atau kufur setelah beriman merupakan bahaya terbesar bagi masyarakai Islami," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).

Menurutnya, ini pula yang selalu diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk kemudian dapat mengacaukan barisan kaum Muslimin dengan kekuatan dan persenjataan serta berbagai bentuk makar dan tipu daya yang lain. Allah SWT berfirman:

"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat, mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup" ( QS Al Baqarah : 217)



Al-Qardhawi mengatakan dewasa ini masyarakat Islam menghadapi serangan-serangan yang keras dan serbuan-serbuan yang gencar yang bertujuan untuk mencabut nilai-nilai Islam dari akarnya.

Salah satu kelompok yang disebut al-Qardhawi adalah apa yang dilakukan oleh kelompok sekuler antiagama. Mereka secara terus menerus melakukan aktivitasnya di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin.

"Kadang-kadang mereka bergerak secara terang-terangan dan kadang-kadang secara sembunyi. Mereka ingin menghilangkan ajaran Islam yang sebenarnya kemudian mengganti dengan Islam yang penuh khurafat, barangkali inilah yang merupakan serangan paling buruk dan paling berbahaya," ujar al-Qardhawi.

Al-Qardhawi mengingatkan kewajiban masyarakat Islam agar tetap bisa terpelihara keberadaan mereka adalah berupaya memerangi kemurtadan dari mana saja sumbernya dan dalam bentuk apa pun. Masyarakat Islam hendaknya tidak memberi kesempatan kepada mereka sehingga tidak sampai menyebar/menjalar seperti menjalarnya api di daun-daun yang kering.



Itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar ra dan para sahabat yang lainnya, ketika memerangi orang-orang yang murtad, pengikut nabi-nabi palsu, yaitu Musailamah , Sajjah, Al Asady dan Al Anasy, hampir saja mereka melepaskan Islam dari ayunannya.

Merupakan suatu bahaya besar jika masyarakat Islam diuji dengan munculnya orang-orang yang murtad dan keluar dari agama. Kemurtadan menjadi menyebar luas, sementara kita tidak mendapatkan orang dapat menghadapi dan memberantasnya.

Inilah yang diungkapkan oleh salah seorang ulama tentang kemurtadan yang ada saat ini dengan ungkapan: "Suatu kemurtadan yang tidak ada Abu Bakar di dalamnya."

"Kita harus memberantas kemurtadan secara individu dan membatasinya sehingga tidak menjalar baranya menjadi kemurtadan secara kolektif yang terstruktur karena api unggun itu berasal dari api yang kecil," al-Qardhawi mengingatkan.

Hukum Murtad
Menurut al-Qardhawi, karena itulah para Fuqaha, bersepakat untuk memberikan hukuman pada orang yang murtad, meskipun mereka berbeda pendapat tentang batasan hukumannya. Adapun jumhur berpendapat mereka harus dibunuh, dan inilah pendapatnya mazhab empat, bahkan delapan imam.



Selain itu ada beberapa hadis sahih dari sejumlah sahabat, antara lain dari Ibnu Abbas, Abu Musa, Mu'adz, Ali, Utsman, Ibnu Mastud, Aisyah, Anas, Abu Hurairah, dan Mubawiyah bin Haidah ra.

Dalam hadisnya Ibnu Abbas RA dikatakan: "Barangsiapa menukar mengganti agamanya maka bunuhlah ia." (HR Al Jamaah kecuali Muslim)

Dalam hadisnya Ibnu Mas'ud dikatakan: "Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali (halal) dengan salah satu dari tiga: jiwa manusia dibalas dengan jiwa pula, duda yang bezina, orang yang meninggalkan agamanya dan orang yang berpisah dari jama'ah." (HR Al Jamaah)

Dalam riwayat lain disebutkan sebagai berikut: "Seseorang yang kafir setelah Islam, atau berzina setelah menikah, atau membunuh jiwa yang tidak bersalah." (HR Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)

Al Allamah Ibnu Rajab mengatakan: Hukuman bunuh untuk keseluruhan dari tiga hal tersebut itu telah menjadi konsensus kaum Muslimin.



Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah melaksanakan hukuman murtad kepada suatu kaum yang mengakui ketuhanannya, maka beliau membakar mereka dengan api. Yakni setelah mereka diperintah untuk bertaubat, tetapi mereka menolak, maka Ali ra melemparkan mereka ke dalam api.

Ibnu Abbas RA dalam hadis lain menolak hukum tersebut:

"Janganlah kamu sekalian menyiksa (menghukum) dengan siksa Allah (yaitu membakar)" dan Ibnu Abbas berpendapat bakwa yang wajib mereka itu dibunuh, bukan dibakar, maka khilaf (perselisihan) Ibnu Abbas di sini adalah dalam wasilah (sarana) bukan masalah mabda' (prinsip)."

Demikian juga Abu Musa dan Mu'adz pernah melaksanakan hukuman dengan membunuh terhadap orang Yahudi di Yaman yang Islam kemudian murtad, Mu'adz mengatakan, "Ini adalah hukuman Allah dan Rasul-Nya." (Muttafaqun 'Alaih).

Abdur Razzaq pernah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Mas'ud pernah menangkap suatu kaum yang murtad dari Islam yaitu dari penduduk Iraq' maka Ibnu Mas'ud berkirim surat kepada Umar untuk memberi tahu tentang mereka' dan Umar membalas suratnya dengan mengatakan:

"Tawarkan kepada mereka agama yang haq (benar) dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, apabila mereka menerimanya maka lepaskanlah. Tetapi jika mereka tidak mau menerima maka bunuhlah mereka."Akhirnya sebagian dan mereka ada yang menerima, lalu dilepaskan, tetapi sebagian yang lainnnya tidak menerima, lalu dibunuh." (HR.Abdur Razzaq dalam kitab Mushannifnya)

Diriwayatkan dari Abi Amr Asy-Syaibani bahwa sesungguhnya Mustaurid Al 'Ajli telah masuk agama Nasrani setelah ia Islam, maka 'Utbah bin Firqid mengirimkannya kepada Ali, lalu Ali RA meminta kepadanya agar bertaubat, tetapi ia menolak maka Ali RA membunuhnya (diriwayatkan oleh Abdur Razzaq).



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Ash-Sharimul Maslul menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah menerima taubatnya sekelompok dari orang-orang yang murtad dan memerintahkan untuk membunuh sekelompok lainnya. Disebabkan kemurtadan mereka akan membawa bahaya untuk Islam dan kaum Muslimin. Seperti perintah beliau untuk membunuh Miqyas bin Khababah pada peristiwa Fathu Makkah ketika ia murtad dan membunuh seorang Muslim serta mengambil hartanya dan ia tidak mau bertaubat.

Nabi juga memerintahkan untuk membunuh kaum 'Uraniyyiin ketika mereka murtad dan berbuat kejahatan. Demikian juga Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh Ibnu Khaththal ketika ia murtad dan mencaci maki serta membunuh seorang Muslim. Nabi SAW juga memerintahkan untuk membunuh Abi Sarah ketika ia murtad dan mencaci maki Nabi serta membuat kebohongan.

Ibnu Taimiyah memisahkan antara dua jenis: bahwa kemurtadan yang murni (tidak disertai dengan kejahatan) itu diterima taubatnya, sedangkan kemurtadan yang disertai dengan memerangi/memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta berusaha membuat kerusakan di bumi ini, maka dia tidak diterima taubatnya sebelum ia mampu.

Meskipun Jumhur ulama mengatakan dibunuhnya orang yang murtad, tapi ada riwayat dari Umar bin Khaththab yang bertentangan dengan itu.

Abdur Razzaq, Al Baihaqi dan Ibnu Hazm meriwayatkan bahwa Anas pernah kembali dari Tustar, maka ia datang menghadap Umar bin Khattab, lalu Umar bertanya, "Apa yang diperbuat oleh enam orang dari kelompoknya Bikr bin Wail yaitu orang-orang yang murtad dari Islam lalu bergabung dengan orang-orang musyrik?"

Anas menjawab, "wahai Amirul Mukminin, mereka itu kaum yang murtad dari Islam lalu bergabung dengan orang-orang musyrik, mereka dibunuh dengan peperangan."

Maka Umar membaca Istirja' (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun). Anas berkata, "Apakah tidak ada jalan lain kecuali dibunuh?"

Umar bertanya, "Ya, saya dulu menawarkan kepada mereka untuk masuk Islam (kembali), jika mereka menolak maka mereka saya penjara."

Ini juga merupakan pendapat Ibrahim An-Nakha'i dan Ats-Tsauri yang mengatakan, "Pendapat inilah yang kami ambil." Di tempat lain ia mengatakan, "Ditangguhkan sesuatu yang saya harap taubatnya."



Salman Rushdie
Al-Qardhawi berpendapat bahwa ulama telah membedakan tentang masalah bid'ah. Ada yang mughallazhah (berat) dan ada yang mukhaffafah (ringan), sebagaimana ulama juga memisahkan tentang orang-orang yang berbuat bid'ah' ada yang mengajak dan ada yang tidak mengajak (mempengaruhi orang lain), demikian juga harus kita bedakan tentang masalah kemurtadan, antara yang berat ada pula yang ringan dan tentang orang-orang yang murtad, ada yang mengajak kemurtadannya dan ada yang tidak mengajak.

Maka apabila kemurtadan itu berat seperti murtadnya Salman Rushdie dan dia mengajak ke arah kemurtadannya, baik dengan lisan atau penanya, maka yang lebih baik bagi orang seperti ini adalah diperberat hukumannya, dan mengambil pendapat jumhur ulama dan zhahirnya hadis. Karena demi memberantas kejahatan dan menutup terbukanya pintu fitnah, jika tidak maka mungkin mengambil pendapatnya Imam An-Nakhasi dan Tsauri yang diriwayatkan dari Umar Al Faruq.

Al-Qardhawi berpendapat sesungguhnya orang murtad yang mengajak kepada kemurtadannya itu tidak sekadar kufur terhadap Islam, tetapi tindakannya tersebut merupakan pernyataan perang terhadap Islam dan ummatnya.

la termasuk orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi. Dan peperangan itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah ada dua macam, peperangan dengan tangan dan peperangan dengan lisan.

Peperangan dengan lisan dalam masalah agama bisa jadi lebih kejam dari pada peperangan dengan tangan, oleh karena itu Nabi SAW membunuh orang yang memeranginya dan memerangi ajarannya dengan lisan sedangkan beliau membiarkan sebagian orang yang memeranginya dengan tangan.



Demikian juga kerusakan-kerusakan itu ada yang diakibatkan oleh tangan dan bisa juga oleh lisan. Kerusakan dalam agama yang disebabkan oleh ucapan lisan itu berlipat ganda dari kerusakan dengan tangan. Maka telah menjadi suatu ketetapan bahwa memerangi Allah dan Rasul-Nya dengan lisan itu merupakan kesalahan yang lebih berat, dan membuat kerusakan di bumi dengan lisan itu lebih kejam.

Pena merupakan salah satu dari dua lisan, sebagaimana dikatakan oleh para ahli hikmah dalam mutiara kata. Bahkan mungkin pena lebih tajam dari pada lisan dan lebih kejam. Terutama pada zaman kita sekarang ini karena memungkinkan tersebarnya tulisan dalam lingkup yang luas.

Selain orang yang murtad itu dihukum dengan perlakuan yang keras tidak terhormat dari jamaah Muslimah (kaum Muslimin), dia juga kehilangan dukungan, cinta dan bantuan dari kaum Muslimin. Allah SWT berfirman:

"Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." ( QS Al Maaidah : 51)

Bagi orang-orang yang berakal. ini lebih keras dari pembunuhan fisik.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3152 seconds (0.1#10.140)