Kisah Muslimah Amerika Ketika Suami dan Dirinya Mengidap AIDS

Rabu, 21 Desember 2022 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Dia berusia dua puluh dua tahun ketika meninggal. Dia berada di rumah sakit. Saya datang menjenguknya. Saya membawa minyak. Saya berkata, "Nah, istri penggantimu telah tiba." Saya sudah pernah melihat pantatnya dan semuanya. Saya membantunya ke kamar mandi jika dia memerlukannya. Dan saya memijitnya dan bercanda dengannya. Lalu dua orang laki-laki Muslim masuk, mereka memandang saya dan berkata: "Astaghfirullah, saudaraku! Dia bukan suamimu, engkau tidak boleh menyentuhnya!"

Itu sebuah kebodohan. Mereka menanggapinya dengan begitu buruk, sehingga saya mengambil sebotol minyak dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, Andalah yang harus menggosoknya."

Tak seorang pun yang berani menyentuhnya.

Saya bilang pada mereka, "Bisa saya bicara sebentar dengan kalian di ruang duduk?"

Saya katakan pada mereka, "Betapa beraninya Anda bicara tanpa memikirkannya. Allah mengetahui niat saya. Jika yang saya lakukan itu hanya membatalkan wudhu saya, maka saya akan berwudhu lagi. Jika Anda tidak bisa membantu, jika Anda tidak mau memasukkan kaki Anda ke air yang keruh, maka jangan halangi saya."

Penderitaan karena alkohol, tuna wisma, penyiksaan istri, penyiksaan anak-anak, homoseksual --semuanya sama saja. Semua itu persoalan yang harus diselesaikan. Jika Anda menyembunyikannya setiap kali Anda menjumpainya, itu berarti Anda tidak menyelesaikan apa pun.

Ketika Malik terlibat penggunaan narkotika dan saya mengharapkan dukungan dari masyarakat Muslim, saya mendatangi mereka dan berkata, "Tolong saya, Tunjukkan pada saya ada yang harus saya lakukan. Katakan pada saya bagaimana saya harus menghadapinya. Saya tidak ingin dia menjadi begini. Saya tidak akan minta cerai. Anda seorang laki-laki, dia pun seorang laki-laki, bicaralah sebagai seorang laki-laki padanya. Bicaralah padanya dengan bahasa yang engkau lebih tahu dari saya." Mungkin dia akan mendengar sesuatu yang engkau katakan, yang saya tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Malik tidak mau datang kepada seorang penasihat dengan saya, jadi saya berusaha mengajak penasihat itu ke rumah. Saya mengharapkan pertolongan, saya mengharapkan pertolongan yang Islami.

Saya diberitahu sesuatu yang menarik, seperti, "Siapa? Abdul Malik terlibat obat-obatan? Dia selalu bekerja setiap hari." Dengan kata lain, "Saya tidak melihatnya melakukan apapun."

AIDS merajalela di sana. Saya ingin kaum Muslim yang tidak terjangkiti virus itu mengusahakan supaya pelayanan AIDS dapat diperoleh, dan saya ingin melihat mereka melakukannya secara Islami, bukan berdasar pada ada yang mereka rasakan.

Rekan-rekan pria yang selalu berkomunikasi dengan saya, tidak pernah menghubungi saya lagi. Saya telah menghubungi mereka, berkomunikasi dengan mereka mungkin selama setahun, dan mereka tidak mau memberitahu saya siapa mereka. Mereka tahu bahwa saya terjangkiti virus itu juga.

Ada seorang rekan yang telah berkorespondensi dengan saya selama tiga tahun. Dia tinggal di California. Dia menikah dengan seseorang yang tidak terkena virus tersebut. Dia mendapatkan dirinya terkena virus itu, dan untungnya istrinya tidak tertular. Istrinya mengetahui hal itu, mereka telah menikah selama enam belas tahun. Dia tidak melakukan hubungan seks dengan suaminya. Hati saya trenyuh pada pria ini. Tak ada pelukan, tak ada ciuman, tak ada hubungan intim di antara mereka. Mereka hanya berhubungan tentang anak-anak. Dia memasakkan makan malam. Hanya itu. Menyedihkan sekali ketika akhirnya dia berkata betapa mudahnya dia melakukan perzinaan.

Sementara itu, dia mulai mengalami gangguan syaraf, karena tidak mempunyai seorang pun tempat mengadu. Dan itulah yang menyebabkan kematiannya. Dia tidak mati karena virus itu. Saya memahami ketakutan istrinya. Lepaskan dia. Atau biarkan dia menikahi wanita lain --seseorang yang akan mengurus kebutuhannya. Itu tidak bisa diabaikan. Kebutuhan itu tidak hilang begitu saja hanya karena Anda terjangkiti virus itu. Kini, komunikasi dan uluran tangan justru merupakan sesuatu yang sangat membantu. Keadaan tidak lagi sama.

Saya ingat suatu ketika saya sedang duduk di kereta api dan ada seorang wanita tua duduk di samping saya. Dia tertidur, dan bersandar pada saya. Saya pikir betapa indahnya hal itu. Saya mendapat kehangatan darinya. Saya begitu menikmati kehadirannya dengan perasaan yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.

Ini membuat saya mengerti apa yang dibicarakan pria itu.

Tetapi juga memahami apa yang dibicarakan istrinya.

Saya menikah lagi untuk waktu yang sangat singkat, empat bulan, dengan seorang pria yang telah saya kenal selama lima belas tahun. Dia tahu saya mengidap virus itu; selama empat tahun dia meminta saya untuk menikah dengannya, dan saya menolak karena dia tidak terkena virus itu.

Akhirnya saya mengatakan ya, tetapi saya merasa tidak nyaman selama perkawinan itu. Tentu saja kami menggunakan alat pelindung. Tetapi saya selalu khawatir kalau-kalau alat itu robek. Pikiran saya selalu penuh kecurigaan. Saya ingin mencium. Tapi saya tidak akan menciumnya. Karena saya selalu merasa khawatir. Saya tidak pernah mendapatkan perasaan apa-apa dari hubungan intim kami karena saya tidak bisa santai. Saya tidak ingin bertanggung jawab karena menyakiti seseorang dengan cara seperti itu. Maka saya memutuskan orang yang terkena virus harus bersama dengan orang yang juga terjangkiti virus itu. Saya tidak dapat menghadapi hal itu lagi. Seseorang yang mengidap virus itu lebih membutuhkan saya daripada yang tidak.



Perjuangan yang sebenarnya bukan mengenai virus AIDS. Tetapi mengenali fakta bahwa Allahlah yang berkuasa. Persoalannya begitu sederhana. Manusialah yang mempersulit semuanya. Manusia ingin mendapatkan apa yang diinginkannya ketika dia menghendakinya. Kenyataan tidaklah seperti itu.

Saya tahu kepada siapa saya harus pergi. Saya mengucapkan syahadat. Saya memasuki perjanjian dengan Allah. Saya merasa seperti menemukan sebelanga emas di ujung pelangi. Rasanya saya dapat merasakan segala sesuatu. AIDS membuat saya mengerti siapa Allah.
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3600 seconds (0.1#10.140)