Kendati Banyak yang Memilih, Khalifah Umar Larang Anaknya Jadi Pejabat
Senin, 20 Juli 2020 - 17:16 WIB
"Tak seorang pun lebih buruk perlakuannya terhadap manusia kecuali kamu," kata mereka.
"Demi Allah, aku tidak pernah menumpahkan darah mereka tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah persatuan mereka?" jawab Ibnu Umar heran.
"Seandainya kau mau menjadi khalifah, tak seorang pun akan menentang," ucap mereka menyakinkan.
)
Ketika Muawiyah II, putra Yazid bin Muawiyah, menduduki jabatan khalifah, datang Marwan menemui Ibnu Umar. Ulurkan tanganmu agar kami berbaiat. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpinnya.
“Lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang bagian timur?” tanyanya.
“Kita gempur mereka sampai mau berbaiat,” jawab Marwan.
"Demi Allah, aku tidak sudi dalam umurku yang 70 tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku," kata Ibnu Umar.
Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para pengikut Ali dan Muawiyah. “Siapa yang berkata, 'marilah salat', akan kupenuhi. Siapa yang berkata 'marilah menuju kebahagiaan' akan kuturuti pula,” katanya. “Tetapi siapa yang mengatakan 'marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya', maka saya katakan, tidak!” tegasnya.
Abul 'Aliyah al-Barra menceritakan pada suatu hari ia berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Maka ia mendengar Abdullah berbicara kepada dirinya: “Mereka letakkan pedang-pedang mereka di atas pundak-pundak lainnya, mereka berbunuhan lalu berkata: Hai Abdullah bin Umar ikut lah dan berikan bantuan, sungguh sangat menyedihkan”. ( )
la amat menyesal dan duka melihat darah kaum Muslimin tertumpah oleh sesamanya. Dan sekiranya ia mampu menghentikan peperangan dan menjaga darah tertumpah pastilah akan dilakukannya, tetapi ternyata tidak mengizinkan, oleh sebab itu dijauhinya. Sebetulnya hati kecilnya berpihak ke pada Ali. Penolakannya berperang di pihak Ali yang sebenarnya mempertahankan haq dan berada di pihak yang benar, dilakukannya bukan dengan maksud hendak lari atau menyelamatkan diri.
Namun, adalah karena tidak setuju dengan semua perselisihan dan fitnah. Serta menghindari peperangan yang terjadi. Hal itu dijelaskannya dengan gamblang ketika ia ditanyai oleh Nafi': "Hai Abu Abdurrahman, anda adalah putera Umar dan sahabat Rasulullah SAW. Tetapi apa yang menghalangi anda bertindak?” (Maksudnya membela Ali).
Maka ujarnya: "Sebabnya ialah karena Allah Ta'ala telah mengharamkan atasku menumpahkan darah Muslim. Perangilah mereka itu hingga tak ada lagi fitnah dan hingga orang-orang beragama itu semata ikhlas karena Allah. (QS 2 al-Baqarah: 193).
Nah, kita telah melakukan itu dan memerangi orang-orang musyrik, hingga agama itu semata bagi Allah, tetapi sekarang apa tujuan kita berperang?
Saya telah mulai berperang semenjak berhala-berhala masih memenuhi Masjid al-Haram dari pintu sampai ke sudut-sudutnya, hingga akhirnya semua itu dibasmi Allah dari bumi Arab, Sekarang, apakah saya akan memerangi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah, tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah?"
Perawi Hadis
"Demi Allah, aku tidak pernah menumpahkan darah mereka tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah persatuan mereka?" jawab Ibnu Umar heran.
"Seandainya kau mau menjadi khalifah, tak seorang pun akan menentang," ucap mereka menyakinkan.
)
Ketika Muawiyah II, putra Yazid bin Muawiyah, menduduki jabatan khalifah, datang Marwan menemui Ibnu Umar. Ulurkan tanganmu agar kami berbaiat. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpinnya.
“Lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang bagian timur?” tanyanya.
“Kita gempur mereka sampai mau berbaiat,” jawab Marwan.
"Demi Allah, aku tidak sudi dalam umurku yang 70 tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku," kata Ibnu Umar.
Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para pengikut Ali dan Muawiyah. “Siapa yang berkata, 'marilah salat', akan kupenuhi. Siapa yang berkata 'marilah menuju kebahagiaan' akan kuturuti pula,” katanya. “Tetapi siapa yang mengatakan 'marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya', maka saya katakan, tidak!” tegasnya.
Abul 'Aliyah al-Barra menceritakan pada suatu hari ia berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Maka ia mendengar Abdullah berbicara kepada dirinya: “Mereka letakkan pedang-pedang mereka di atas pundak-pundak lainnya, mereka berbunuhan lalu berkata: Hai Abdullah bin Umar ikut lah dan berikan bantuan, sungguh sangat menyedihkan”. ( )
la amat menyesal dan duka melihat darah kaum Muslimin tertumpah oleh sesamanya. Dan sekiranya ia mampu menghentikan peperangan dan menjaga darah tertumpah pastilah akan dilakukannya, tetapi ternyata tidak mengizinkan, oleh sebab itu dijauhinya. Sebetulnya hati kecilnya berpihak ke pada Ali. Penolakannya berperang di pihak Ali yang sebenarnya mempertahankan haq dan berada di pihak yang benar, dilakukannya bukan dengan maksud hendak lari atau menyelamatkan diri.
Namun, adalah karena tidak setuju dengan semua perselisihan dan fitnah. Serta menghindari peperangan yang terjadi. Hal itu dijelaskannya dengan gamblang ketika ia ditanyai oleh Nafi': "Hai Abu Abdurrahman, anda adalah putera Umar dan sahabat Rasulullah SAW. Tetapi apa yang menghalangi anda bertindak?” (Maksudnya membela Ali).
Maka ujarnya: "Sebabnya ialah karena Allah Ta'ala telah mengharamkan atasku menumpahkan darah Muslim. Perangilah mereka itu hingga tak ada lagi fitnah dan hingga orang-orang beragama itu semata ikhlas karena Allah. (QS 2 al-Baqarah: 193).
Nah, kita telah melakukan itu dan memerangi orang-orang musyrik, hingga agama itu semata bagi Allah, tetapi sekarang apa tujuan kita berperang?
Saya telah mulai berperang semenjak berhala-berhala masih memenuhi Masjid al-Haram dari pintu sampai ke sudut-sudutnya, hingga akhirnya semua itu dibasmi Allah dari bumi Arab, Sekarang, apakah saya akan memerangi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah, tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah?"
Perawi Hadis