Meneladani Ibrahim (5/Tamat): Ujian Berat Dilalui Berkat Kematangan Iman

Selasa, 24 Agustus 2021 - 23:47 WIB
Imam Shamsi Ali, Direktur/Imam Jamaica Muslim Center. Foto/Ist
Imam Shamsi Ali

Presiden Nusantara Foundation,

Imam/Direktur Jamaica Muslim Center

Ulasan ini merupakan tulisan bersambung sejak Idul Adha beberapa waktu yang lalu. Berhubung karena beberapa hal lainnya akhirnya tulisan ini terhenti. Ini adalah bagian terakhir dari tulisan ini.

Pada bagian lalu dijelaskan bagaimana soliditas iman Nabi Ibrahim dan Ibunda Hajar ketika tanpa keraguan sedikitpun melaksanakan perintah Allah. Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi di lembah yang ganas itu.



Sebelum meninggalkan mereka kembali ke Jerusalem, Ibrahim berhenti sejenak di balik sebuah pegunungan Makkah untuk menyampaikan beberapa permintaan kepada Allah. Di antara doa itu adalah agar Allah menjadikan hati-hati manusia cenderung (cinta) kepada Mekah dan agar diutus seorang rasul kepada mereka.

Perpisahan antara suami/Ayah dan istri/anaknya itu bertahun-tahun. Tanpa terasa Ismail yang ditinggalkan Ayahnya itu mulai memasuki umur dewasa (balig). Umurnya kira-kira sekitaran 12-14 tahun. Tentu Ismail sudah mulai remaja dan boleh saja mengalami kedewasaan yang cepat. Maklum harus mandiri tidak saja untuk membantu ibunya. Tapi dialah yang jadi pelindung bagi Ibu tercinta.

Saat itu Makkah juga mulai berpenghuni. Konon sekelompok musafir (travelers) dari kalangan suku Jurhum, sebuah perkampungan antara Yaman dan Jazirah Arab melintasi kota tua itu dan melihat adanya sumber mata air yang tak pernah habis (Zamzam). Merekapun akhirnya memutuskan untuk menetap di kota itu.

Nun jauh di seberang sana seorang Ayah (Ibrahim) tentu semakin merindukan pertemuan dengan anak isterinya. Maka di suatu malam dia bermimpi jika dia menyembelih anaknya (Ismail). Dia sangat sadar bahkan yakin jika itu adalah wahyu sekaligus perintah baginya untuk menyembelih anaknya tercinta.

Dengan sigap dan bersegera, tanpa keraguan dan pertanyaan, Ibrahim bermusafir kembali ke kota tua itu. Kota yang pernah dikunjunginya bertahun-tahun lalu dan meninggalkan anak isterinya di sana. Diapun tidak tahu apakah anak isterinya masih hidup. Dia hanya yakin akan penjagaan Ilahi.

Sesampai di Makkah tentu beliau sedikit terkejut karena telah ada penghuni lain dari kota itu selain anak isterinya. Diapun segera mencari dan menemui anak satu-satunya tercinta.

Sebuah kisah yang kemudian diabadikan dalam Al-Quran, Surah As-Shoffat ayat 102: "Dan ketika dia (Ismail) telah mencapai masa untuk berusaha (balig) dia (Ibrahim) berkata: wahai anakku tercinta. Sesungguhnya saya melihat dalam tidurku jika saya menyembelihmu. Bagaimana engkau melihatnya? Dia (Ismail berkata: wahai ayahku tercinta. Lakukan apa yang diperintahkan kepadamu. Niscaya engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang bersabar".

Dalam kisah disebutkan bahwa Ibrahim sengaja tidak memberitahu istrinya. Tentu karena asumsi bahwa Hajar nantinya tidak akan kuat dengan ujian ini. Tentu ini penggambaran kemanusiaan Ibrahim yang terbatas. Kenyataannya Hajar begitu kuat ketika ditinggalkan bersama anaknya di Makkah.

Sementara itu Ibrahim mengajak anaknya keluar Kota Makkah untuk melaksanakan perintah Allah itu. Beliau berjalan bersama anaknya ke sebuah daerah yang saat ini dikenal dengan Mina. Di sanalah beliau berniat untuk melaksanakan perintah Tuhannya.

Di tengah jalan menuju Mina, setan berusaha keras untuk menghalangi beliau dari melaksanakan perintah Allah ini. Tapi beliau justeru mengusir setan itu dengan lemparan batu. Itulah yang saat ini tersimbolkan di musim haji dengan melempar jumrah (ula, wustha, aqabah).

Ibrahim kemudian mengeksekusi perintah Allah. Anak satu-satunya sekaligus harapan masa depan dakwahnya. Di saat akan menggorok leher anaknya itulah, tiba-tiba ada panggilan dari langit (Al-Qur'an Surah As-Shoofat ayat 104-105 berbunyi: "Wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan".

Balasan Allah pada ayat ini yang akan kita sampai beberapa saat lagi. Tapi Allah sendiri menyatakan bahwa ujian ini adalah ujian yang sangat berat (balaa azhiim). Dan karenanya Allah menggantikannya dengan "Sembelihan yang besar." (ayat 107).

Demikian seterusnya dengan kematangan iman dan kekuatan keyakinan serta ketaaan yang sempurna, Allah menjadikan Ibrahim terpuji hingga akhir zaman (ayat 108). Bahkan memberikan keselamatan (salaam) kepadanya (ayat 109). Bahkan sekali lagi Allah kembali menekankan akan pembalasannya kepadanya (ayat 110). Dengan kekuatan iman Allah mempersaksikan mempersaksikan: "Sesungguhnya dia adalah hambaKu yang beriman." (ayat 111)

Setelah semua kisah di atas selesai barulah Allah memberikan berita gembira lain kepada Ibrahim. Bahwa Allah akan memberikan lagi kepadanya seorang anak: "Dan Kami memberikan berita gembira dengan Ishak sebagai seorang nabi dan termasuk orang-orang saleh." (ayat 112)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila Berbuka Puasa, beliau mengucapkan:  DZAHABAZH ZHAMAA'U WABTALLATIL 'URUUQU WA TSABATIL AJRU IN SYAA-ALLAAH (Telah hilang dahaga, dan telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala insya Allah).

(HR. Sunan Abu Dawud No. 2010)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More