Tafakur, Aktivitas yang Tidak Pernah Ditinggalkan Para Nabi
Jum'at, 19 November 2021 - 15:00 WIB
Tafakur sangat penting bagi umat Islam. Bahkan para ulama salaf maupun khalaf tidak pernah absen melakukan tafakur. Hal ini karena tidak ada satupun dari para nabi Allah yang meninggalkan tafakur. Para nabi kerap menyediakan waktu sendirian untuk menghadap Allah Ta'ala dalam tafakurnya.
Karena pada intinya, tafakur adalah adalah orang yang berdzikir kepada Allah. Berdiam diri merenungkan kebesaran Allah Ta'ala. Merenungkan penciptaan arsy, langit beserta isinya, dan bumi. Mereka tafakur dengan menundukkan jiwa dan hatinya untuk meng-esa-kan Allah Ta'ala.
Baca juga: Pentingnya Tafakuri Diri
Dikutip dari laman NU Online, tafakur juga merupakan syariat dalam Islam. Karena di dalam tafakur ada doa, ada istighfar atau mohon ampun, ada syukur merenungi semua nikmat Allah Ta'ala. Ketika seseorang bertafakur maka hatinya selalu fokus dan terkoneksi kepada Allah Ta'ala. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menganjurkan dan menjelaskan keutamaan tafakur.
Ali Imran ayat 190 menyebut keutamaan orang yang berdzikir dan bertafakur dalam situasi apa pun, baik dalam duduk, berdiri, maupun berbaring.
Artinya, “Mereka adalah orang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi,” (Ali Imran ayat 190).
Syekh M Nawawi Banten mengatakan bahwa para ulama mencoba memberikan penjelasan perihal jenis tafakur yang disinggung oleh ayat tersebut. Menurut para ulama, tafakur itu terdiri atas lima jenis.
Artinya, “Mayoritas ulama menyebut lima jenis tafakur,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 6).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memasukkan kata “tafakur” dengan makna renungan, perenungan, perihal merenung, memikirkan, menimbang dengan sungguh-sungguh, dan pengheningan cipta. Adapun lima jenis tafakur yang dikutip oleh Syekh M Nawawi Banten dari mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
1. Tafakur dalam rangka merenungi ayat-ayat Allah
Dalam tafakur ini, seseorang harus bertawajuh dan meyakininya.
2. Tafakur dalam rangka merenungi nikmat-nikmat Allah.
Tafakur ini dapat melahirkan mahabbah atau cinta pada diri seseorang kepada-Nya.
3. Tafakur dalam rangka merenungi janji-janji Allah.
Tafakur ini dapat menyalakan atau menambah semangat beramal saleh di hati seseorang.
4. Tafakur dalam rangka merenungi peringatan Allah
Tafakur ini dapat melahirkan rasa takut di hati seseorang kepada (siksa)-Nya.
5. Tafakur dalam rangka merenungi kelalaian diri dalam menjalankan perintah-Nya.
Tafakur ini dapat menumbuhkan rasa malu di hati seseorang.
Menanggapi poin kelima, Syekh M Nawawi Banten mengutip satu hikmah Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam-nya ketika seseorang tidak lagi merasa malu atas kelalaiannya dalam menjalankan perintah Allah.
Artinya, “Salah satu tanda kematian batin adalah ketiadaan rasa sedih pada dirimu atas perbuatan taat yang luput dan ketiadaan rasa sesal atas kesalahan yang kaulakukan.” Selain hikmah ini, Syekh M Nawawi Banten juga mengutip hikmah lain dari Al-Hikam yang terjemahannya, “Rasa sedih atau rasa sesal atas luputnya perintah Allah di saat ini atau di masa lalu tanpa disertai semangat perbaikan diri di masa mendatang adalah satu ciri keterpedayaan.”
Hikmah yang dimaksud oleh Syekh M Nawawi Banten adalah sebagai berikut:
Semua uraian ini merupakan upaya ulama dalam memahami tafakur dengan berbagai jenisnya.
Wallahu a‘lam.
Karena pada intinya, tafakur adalah adalah orang yang berdzikir kepada Allah. Berdiam diri merenungkan kebesaran Allah Ta'ala. Merenungkan penciptaan arsy, langit beserta isinya, dan bumi. Mereka tafakur dengan menundukkan jiwa dan hatinya untuk meng-esa-kan Allah Ta'ala.
Baca juga: Pentingnya Tafakuri Diri
Dikutip dari laman NU Online, tafakur juga merupakan syariat dalam Islam. Karena di dalam tafakur ada doa, ada istighfar atau mohon ampun, ada syukur merenungi semua nikmat Allah Ta'ala. Ketika seseorang bertafakur maka hatinya selalu fokus dan terkoneksi kepada Allah Ta'ala. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menganjurkan dan menjelaskan keutamaan tafakur.
Ali Imran ayat 190 menyebut keutamaan orang yang berdzikir dan bertafakur dalam situasi apa pun, baik dalam duduk, berdiri, maupun berbaring.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya, “Mereka adalah orang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi,” (Ali Imran ayat 190).
Syekh M Nawawi Banten mengatakan bahwa para ulama mencoba memberikan penjelasan perihal jenis tafakur yang disinggung oleh ayat tersebut. Menurut para ulama, tafakur itu terdiri atas lima jenis.
قال جمهور العلماء التفكر على خمسة أوجه
Artinya, “Mayoritas ulama menyebut lima jenis tafakur,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 6).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memasukkan kata “tafakur” dengan makna renungan, perenungan, perihal merenung, memikirkan, menimbang dengan sungguh-sungguh, dan pengheningan cipta. Adapun lima jenis tafakur yang dikutip oleh Syekh M Nawawi Banten dari mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
1. Tafakur dalam rangka merenungi ayat-ayat Allah
Dalam tafakur ini, seseorang harus bertawajuh dan meyakininya.
2. Tafakur dalam rangka merenungi nikmat-nikmat Allah.
Tafakur ini dapat melahirkan mahabbah atau cinta pada diri seseorang kepada-Nya.
3. Tafakur dalam rangka merenungi janji-janji Allah.
Tafakur ini dapat menyalakan atau menambah semangat beramal saleh di hati seseorang.
4. Tafakur dalam rangka merenungi peringatan Allah
Tafakur ini dapat melahirkan rasa takut di hati seseorang kepada (siksa)-Nya.
5. Tafakur dalam rangka merenungi kelalaian diri dalam menjalankan perintah-Nya.
Tafakur ini dapat menumbuhkan rasa malu di hati seseorang.
Menanggapi poin kelima, Syekh M Nawawi Banten mengutip satu hikmah Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam-nya ketika seseorang tidak lagi merasa malu atas kelalaiannya dalam menjalankan perintah Allah.
من علامات موت القلب عدم الحزن على ما فاتك من الموافقات وترك الندم على ما فعلته من وجود الزلات
Artinya, “Salah satu tanda kematian batin adalah ketiadaan rasa sedih pada dirimu atas perbuatan taat yang luput dan ketiadaan rasa sesal atas kesalahan yang kaulakukan.” Selain hikmah ini, Syekh M Nawawi Banten juga mengutip hikmah lain dari Al-Hikam yang terjemahannya, “Rasa sedih atau rasa sesal atas luputnya perintah Allah di saat ini atau di masa lalu tanpa disertai semangat perbaikan diri di masa mendatang adalah satu ciri keterpedayaan.”
Hikmah yang dimaksud oleh Syekh M Nawawi Banten adalah sebagai berikut:
الحزن على فقدان الطاعة مع عدم النهوض إليها من علامات الاغترار
Semua uraian ini merupakan upaya ulama dalam memahami tafakur dengan berbagai jenisnya.
Wallahu a‘lam.
(wid)
Lihat Juga :