Ketika Orang Beriman Tertahan di Jembatan Antara Surga dan Neraka
Senin, 08 Juni 2020 - 05:00 WIB
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Sa'id dal-Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَخْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا » [أخرجه البخاري]
"Ketika orang-orang beriman telah selamat dari api neraka , mereka lalu tertahan di qonthoroh (jembatan) yang berada di antara surga dan neraka. Kemudian mereka semua dihukumi satu sama lain atas kezaliman yang dahulu pernah mereka lakukan. Sampai ketika mereka semua sudah bersih dari dosa , mereka baru di izinkan untuk masuk ke dalam surga. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Benar-benar salah seorang di antara kalian itu lebih mengenali tempat tinggalnya di surga dari pada tempat tinggalnya dahulu ketika di dunia". (HR Bukhari no: 6535)
Penjabaran Hadis
Sabdanya, "Ketika orang-orang beriman telah selamat dari api neraka". Yaitu manakala mereka telah berhasil melewati titian yang mereka lewati sesuai dengan tingkat amalannya.
Imam Qurthubi mengatakan yang disebut "mereka" dalam hadis itu adalah orang-orang beriman, yang mana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengetahui bahwa dengan adanya qishash tersebut tidak akan menyisakan kebaikan mereka sedikitpun".
Karena jika dilaksanakan qishash, kebaikan yang mereka miliki sudah tidak tersisa yang bisa digunakan sebagai modal untuk masuk ke dalam surga.
Sedangkan Al-Hafidh Ibnu Hajar menerangkan, "Kemungkinan yang dimaksud mereka itu ialah ashabul a'raf dari kalangan mereka menurut pendapat yang lebih kuat, yaitu orang-orang yang mempunyai kebaikan dan keburukan sama kedudukannya. Lalu keluar dari kelompok ini dua golongan dari kalangan orang-orang beriman, yakni orang yang masuk surga tanpa hisab dan orang yang binasa karena amalan (jelek)nya".
Kemudian sabdanya, "Mereka lalu tertahan di qonthoroh yang berada diantara surga dan neraka".
Yang dimaksud dengan Qonthoroh secara bahasa ialah jembatan yang dibentangkan di atas sungai yang bisa dilewati.
Seperti apa Qonthoroh itu dan bagaimana jalannya qishash tersebut yang terjadi diantara jembatan tadi. Apakah di sana ada qishosh lagi selain dari qishosh yang dilakukan pada permulaan hari kiamat?
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam "Jembatan Antara Surga dan Neraka" menjelaskan bahwa perkara-perkara seperti ini merupakan perkara ghaib yang tugas kita hanya mengimaninya saja, tidak ada keharusan untuk mengetahui tentang bagaimana proses kejadiannya. Sebab kita tidak mempunyai ilmu tentang shirat, hakekatnya seperti apa, begitu pula dalam masalah qonthoroh, terus bagaimana mereka tertahan disana, kita tidak mengetahuinya?
Karena hakekat akhirat itu tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah Shubhanahu wa ta'ala, namun, dengan ini setiap orang akan menjumpai perkara akhirat pada hari kiamat apabila mereka menyaksikan secara langsung perkaranya dengan mata kepala sendiri.
Imam Ibnu Katsir menerangkan, "Qonthoroh peristiwanya terjadi setelah (mereka) melewati neraka. Bisa jadi qonthoroh ini berbarengan dengan peristiwa lain yang hanya Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengetahuinya, sedang kita tidak mengetahui hal tersebut. Wallahu a'lam.
Sedang al-Hafidh Ibnu Hajar menyatakan, "Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini, apakah qonthoroh itu merupakan tepi jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahanam ataukah dia merupakan jembatan sendiri secara terpisah, dan imam al-Qurthubi lebih condong kepada pendapat yang kedua".
Adapun sabdanya, "Kemudian mereka semua dihukumi satu sama lain atas kezaliman yang dahulu pernah mereka lakukan".
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, "Pembalasan ini bukan pembalasan yang pertama yang terjadi dipermulaan hari kiamat. Karena qishosh ini sifatnya lebih khusus yakni dengan tujuan menghilangkan rasa dendam dan dengki, serta permusuhan yang berada di dada manusia, sehingga qishosh ini kedudukannya sama persis sebagai penyuci dan pembersih. Hal itu dilakukan, karena ganjalan yang ada dalam hati tidak mungkin bisa hilang secara sempurna hanya sekadar dibalas dengan qishosh (pertama).
Maka qonthoroh yang berada di antara surga dan neraka tujuannya adalah untuk mensucikan isi hati mereka sehingga mereka masuk ke dalam surga benar-benar dengan hati bersih tanpa ada lagi iri dan dengki yang tersimpan".
Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta'ala dalam firman -Nya:
﴿ وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلٍّ إِخۡوَٰنًا عَلَىٰ سُرُرٖ مُّتَقَٰبِلِينَ ٤٧ ﴾ [الحجر: 47]
"Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan". (QS al-Hijr: 47).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Jiwa yang jelek tidak pantas untuk menjadi penghuni surga, negeri yang penuh dengan kebaikan, yang tidak ada kejelekan sedikitpun di sana. Sebab, dengan adanya kejelekan mengharuskan adanya kerusakan dan itu tidak mungkin terjadi di dalam surga.
Namun, apabila jiwa yang jelek tadi dibersihkan dan dijernihkan maka dirinya baru layak menjadi penduduk surga. Dan cara mensucikan dan memurnikan itu sama halnya dengan memurnikan emas sehingga bisa betul-betul murni. Dan hal itu telah diisyaratkan oleh sabdanya, "Sampai sekiranya benar-benar suci".
Sehingga menjadi jelas bahwa surga hanyalah dimasuki oleh orang-orang beriman setelah mereka dibersihkan dan dicuci dari sisa-sisa kotoran dosa, lantas bagaimana dengan orang yang tidak memiliki amal kebaikan akan mampu untuk melewati shirot".
Maka selanjutnya apabila orang-orang beriman telah masuk ke dalam surga, mereka langsung mendatangi istana serta tempat tinggalnya, dengan penuh kebahagian, dengan sebab apa yang mereka peroleh di sisi Allah azza wa jalla. Dan mereka langsung dapat mengenali tempat tinggalnya masing-masing, bahkan dirinya lebih mengenali istananya dibanding dengan tempat tinggalnya dulu ketika di dunia.
Fawaid Hadis
Pertama, keadilan Allah yang Maha Sempurna. Seorang mukmin tidak akan masuk surga sedang dirinya masih punya utang kezaliman pada saudaranya.
Dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Unais radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ -أَوْ قَالَ الْعِبَادُ- عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: قُلْنَا وَمَا بُهْمًا. قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ, ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ, أَنَا الْمَلِكُ, أَنَا الدَّيَّانُ, وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ حَتَّى اللَّطْمَةُ. قَالَ: قُلْنَا كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ » [أخرجه أحمد]
"Kelak manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat –atau beliau mengatakan, "Para hamba"- dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berkhitan dan buhman". Kami bertanya, "Apa itu buhman? Beliau menerangkan, "Tidak ada pakaian yang menempel, kemudian mereka diseru dengan suara yang mampu didengar oleh orang yang berada di tempat yang jauh sama dengan yang berada di dekat, "Akulah Maha Kuasa, Aku lah Maha Menguasai, tidak pantas bagi seorangpun dari penghuni neraka masuk ke dalamnya sedang ia masih punya utang kepada seseorang dari penduduk surga sebelum aku putuskan hukumannya, dan tidak layak bagi seorangpun dari penduduk surga masuk ke dalamnya, sedang mereka masih memiliki utang pada penghuni neraka sebelum Aku memutuskan perkaranya, sampai sekiranya hanya satu pukulan. Kami bertanya, "Bagaimana itu terjadi, sedang kami datang menghadap Allah azza wa jalla dalam keadaan tidak beralas kaki, belum dikhitan dan telanjang? Beliau menjawab, "(Membayarnya) dengan kebaikan dan kejelekan". (HR Ahmad 25/432 no: 16042)
Bahkan sampai binatangpun dihukumi satu sama lainnya, atas kezalimanan yang dahulu mereka saling lakukan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ » [أخرجه مسلم]
"Benar-benar akan dibalas semua hak dan dikembalikan pada ahlinya kelak pada hari kiamat. Sampai sekiranya didatangkan seekor kambing yang tidak bertanduk dengan kambing yang bertanduk". (HR Muslim no: 2582)
Kedua, wajib bagi tiap muslim untuk berusaha membebaskan dirinya atas tanggungan yang dimiliki pada orang lain dan meminta dihalalkan sebelum mendatangi mereka kelak pada hari kiamat, pada hari yang tidak ada lagi berguna dirham dan dinar, namun, pembayarannya menggunakan kebaikan dan kejelekan.
Seperti dijelaskan dalam hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ » [أخرجه البخاري]
"Barangsiapa mempunyai kezaliman pada orang lain, baik kehormatan atau yang lainnya, maka hendaknya dirinya meminta supaya dima'afkan pada hari ini, sebelum tidak ada berguna lagi dinar dan dirham, namun, bila dirinya punya amal saleh maka diambilkan untuk saudaranya tersebut sesusai tingkat kezalimannya, dan jika dirinya sudah tidak menyimpan kebaikan sedikitpun maka diambilkan kejelekan saudaranya lalu ditimpakan kepadanya". (HR Bukhari no: 2449)
Ketiga, bahwa surga tidak mugkin dimasuki oleh jiwa yang jelek, namun, hanya dimasuki oleh jiwa yang baik..
Allah tabaraka wa ta'ala menjelaskan hal itu melalui firman-Nya: "(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS an-Nahl: 32).
Kempat. bahwa di antara kelaziman nikmat surga ialah dihilangkannya penyakit hati dari iri dan dengki serta permusuhan, sehingga mereka betul-betul merasakan kelezatan nikmat yang sempurna dan memperoleh kebahagian hakiki.
Allah azza wa jalla menjelaskan dalam firman -Nya:
﴿ وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلّٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِيَ لَوۡلَآ أَنۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُۖ ٤٣ ﴾ [ الأعراف: 43 ]
"Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk". (QS al-A'raf: 43).
Dinukil dari "Jembatan Antara Surga Dan Neraka" Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَخْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا » [أخرجه البخاري]
"Ketika orang-orang beriman telah selamat dari api neraka , mereka lalu tertahan di qonthoroh (jembatan) yang berada di antara surga dan neraka. Kemudian mereka semua dihukumi satu sama lain atas kezaliman yang dahulu pernah mereka lakukan. Sampai ketika mereka semua sudah bersih dari dosa , mereka baru di izinkan untuk masuk ke dalam surga. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Benar-benar salah seorang di antara kalian itu lebih mengenali tempat tinggalnya di surga dari pada tempat tinggalnya dahulu ketika di dunia". (HR Bukhari no: 6535)
Penjabaran Hadis
Sabdanya, "Ketika orang-orang beriman telah selamat dari api neraka". Yaitu manakala mereka telah berhasil melewati titian yang mereka lewati sesuai dengan tingkat amalannya.
Imam Qurthubi mengatakan yang disebut "mereka" dalam hadis itu adalah orang-orang beriman, yang mana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengetahui bahwa dengan adanya qishash tersebut tidak akan menyisakan kebaikan mereka sedikitpun".
Karena jika dilaksanakan qishash, kebaikan yang mereka miliki sudah tidak tersisa yang bisa digunakan sebagai modal untuk masuk ke dalam surga.
Sedangkan Al-Hafidh Ibnu Hajar menerangkan, "Kemungkinan yang dimaksud mereka itu ialah ashabul a'raf dari kalangan mereka menurut pendapat yang lebih kuat, yaitu orang-orang yang mempunyai kebaikan dan keburukan sama kedudukannya. Lalu keluar dari kelompok ini dua golongan dari kalangan orang-orang beriman, yakni orang yang masuk surga tanpa hisab dan orang yang binasa karena amalan (jelek)nya".
Kemudian sabdanya, "Mereka lalu tertahan di qonthoroh yang berada diantara surga dan neraka".
Yang dimaksud dengan Qonthoroh secara bahasa ialah jembatan yang dibentangkan di atas sungai yang bisa dilewati.
Seperti apa Qonthoroh itu dan bagaimana jalannya qishash tersebut yang terjadi diantara jembatan tadi. Apakah di sana ada qishosh lagi selain dari qishosh yang dilakukan pada permulaan hari kiamat?
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam "Jembatan Antara Surga dan Neraka" menjelaskan bahwa perkara-perkara seperti ini merupakan perkara ghaib yang tugas kita hanya mengimaninya saja, tidak ada keharusan untuk mengetahui tentang bagaimana proses kejadiannya. Sebab kita tidak mempunyai ilmu tentang shirat, hakekatnya seperti apa, begitu pula dalam masalah qonthoroh, terus bagaimana mereka tertahan disana, kita tidak mengetahuinya?
Karena hakekat akhirat itu tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah Shubhanahu wa ta'ala, namun, dengan ini setiap orang akan menjumpai perkara akhirat pada hari kiamat apabila mereka menyaksikan secara langsung perkaranya dengan mata kepala sendiri.
Imam Ibnu Katsir menerangkan, "Qonthoroh peristiwanya terjadi setelah (mereka) melewati neraka. Bisa jadi qonthoroh ini berbarengan dengan peristiwa lain yang hanya Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengetahuinya, sedang kita tidak mengetahui hal tersebut. Wallahu a'lam.
Sedang al-Hafidh Ibnu Hajar menyatakan, "Terjadi silang pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini, apakah qonthoroh itu merupakan tepi jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahanam ataukah dia merupakan jembatan sendiri secara terpisah, dan imam al-Qurthubi lebih condong kepada pendapat yang kedua".
Adapun sabdanya, "Kemudian mereka semua dihukumi satu sama lain atas kezaliman yang dahulu pernah mereka lakukan".
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, "Pembalasan ini bukan pembalasan yang pertama yang terjadi dipermulaan hari kiamat. Karena qishosh ini sifatnya lebih khusus yakni dengan tujuan menghilangkan rasa dendam dan dengki, serta permusuhan yang berada di dada manusia, sehingga qishosh ini kedudukannya sama persis sebagai penyuci dan pembersih. Hal itu dilakukan, karena ganjalan yang ada dalam hati tidak mungkin bisa hilang secara sempurna hanya sekadar dibalas dengan qishosh (pertama).
Maka qonthoroh yang berada di antara surga dan neraka tujuannya adalah untuk mensucikan isi hati mereka sehingga mereka masuk ke dalam surga benar-benar dengan hati bersih tanpa ada lagi iri dan dengki yang tersimpan".
Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta'ala dalam firman -Nya:
﴿ وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلٍّ إِخۡوَٰنًا عَلَىٰ سُرُرٖ مُّتَقَٰبِلِينَ ٤٧ ﴾ [الحجر: 47]
"Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan". (QS al-Hijr: 47).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Jiwa yang jelek tidak pantas untuk menjadi penghuni surga, negeri yang penuh dengan kebaikan, yang tidak ada kejelekan sedikitpun di sana. Sebab, dengan adanya kejelekan mengharuskan adanya kerusakan dan itu tidak mungkin terjadi di dalam surga.
Namun, apabila jiwa yang jelek tadi dibersihkan dan dijernihkan maka dirinya baru layak menjadi penduduk surga. Dan cara mensucikan dan memurnikan itu sama halnya dengan memurnikan emas sehingga bisa betul-betul murni. Dan hal itu telah diisyaratkan oleh sabdanya, "Sampai sekiranya benar-benar suci".
Sehingga menjadi jelas bahwa surga hanyalah dimasuki oleh orang-orang beriman setelah mereka dibersihkan dan dicuci dari sisa-sisa kotoran dosa, lantas bagaimana dengan orang yang tidak memiliki amal kebaikan akan mampu untuk melewati shirot".
Maka selanjutnya apabila orang-orang beriman telah masuk ke dalam surga, mereka langsung mendatangi istana serta tempat tinggalnya, dengan penuh kebahagian, dengan sebab apa yang mereka peroleh di sisi Allah azza wa jalla. Dan mereka langsung dapat mengenali tempat tinggalnya masing-masing, bahkan dirinya lebih mengenali istananya dibanding dengan tempat tinggalnya dulu ketika di dunia.
Fawaid Hadis
Pertama, keadilan Allah yang Maha Sempurna. Seorang mukmin tidak akan masuk surga sedang dirinya masih punya utang kezaliman pada saudaranya.
Dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Unais radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ -أَوْ قَالَ الْعِبَادُ- عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: قُلْنَا وَمَا بُهْمًا. قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ, ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ, أَنَا الْمَلِكُ, أَنَا الدَّيَّانُ, وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ حَتَّى اللَّطْمَةُ. قَالَ: قُلْنَا كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ » [أخرجه أحمد]
"Kelak manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat –atau beliau mengatakan, "Para hamba"- dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berkhitan dan buhman". Kami bertanya, "Apa itu buhman? Beliau menerangkan, "Tidak ada pakaian yang menempel, kemudian mereka diseru dengan suara yang mampu didengar oleh orang yang berada di tempat yang jauh sama dengan yang berada di dekat, "Akulah Maha Kuasa, Aku lah Maha Menguasai, tidak pantas bagi seorangpun dari penghuni neraka masuk ke dalamnya sedang ia masih punya utang kepada seseorang dari penduduk surga sebelum aku putuskan hukumannya, dan tidak layak bagi seorangpun dari penduduk surga masuk ke dalamnya, sedang mereka masih memiliki utang pada penghuni neraka sebelum Aku memutuskan perkaranya, sampai sekiranya hanya satu pukulan. Kami bertanya, "Bagaimana itu terjadi, sedang kami datang menghadap Allah azza wa jalla dalam keadaan tidak beralas kaki, belum dikhitan dan telanjang? Beliau menjawab, "(Membayarnya) dengan kebaikan dan kejelekan". (HR Ahmad 25/432 no: 16042)
Bahkan sampai binatangpun dihukumi satu sama lainnya, atas kezalimanan yang dahulu mereka saling lakukan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ » [أخرجه مسلم]
"Benar-benar akan dibalas semua hak dan dikembalikan pada ahlinya kelak pada hari kiamat. Sampai sekiranya didatangkan seekor kambing yang tidak bertanduk dengan kambing yang bertanduk". (HR Muslim no: 2582)
Kedua, wajib bagi tiap muslim untuk berusaha membebaskan dirinya atas tanggungan yang dimiliki pada orang lain dan meminta dihalalkan sebelum mendatangi mereka kelak pada hari kiamat, pada hari yang tidak ada lagi berguna dirham dan dinar, namun, pembayarannya menggunakan kebaikan dan kejelekan.
Seperti dijelaskan dalam hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ » [أخرجه البخاري]
"Barangsiapa mempunyai kezaliman pada orang lain, baik kehormatan atau yang lainnya, maka hendaknya dirinya meminta supaya dima'afkan pada hari ini, sebelum tidak ada berguna lagi dinar dan dirham, namun, bila dirinya punya amal saleh maka diambilkan untuk saudaranya tersebut sesusai tingkat kezalimannya, dan jika dirinya sudah tidak menyimpan kebaikan sedikitpun maka diambilkan kejelekan saudaranya lalu ditimpakan kepadanya". (HR Bukhari no: 2449)
Ketiga, bahwa surga tidak mugkin dimasuki oleh jiwa yang jelek, namun, hanya dimasuki oleh jiwa yang baik..
Allah tabaraka wa ta'ala menjelaskan hal itu melalui firman-Nya: "(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para Malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS an-Nahl: 32).
Kempat. bahwa di antara kelaziman nikmat surga ialah dihilangkannya penyakit hati dari iri dan dengki serta permusuhan, sehingga mereka betul-betul merasakan kelezatan nikmat yang sempurna dan memperoleh kebahagian hakiki.
Allah azza wa jalla menjelaskan dalam firman -Nya:
﴿ وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلّٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِيَ لَوۡلَآ أَنۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُۖ ٤٣ ﴾ [ الأعراف: 43 ]
"Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk". (QS al-A'raf: 43).
Dinukil dari "Jembatan Antara Surga Dan Neraka" Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah
(mhy)