Bolehkah Memberi Nama Makanan dengan Nama Setan?

Jum'at, 09 September 2022 - 15:28 WIB
Fatwa MUI Sumatera Barat yang mengharamkan penamaan makanan dengan nama setan. Foto/Ilustrasi: Ist/mhy
Bolehkah memberi nama makanan dengan nama setan ? Pertanyaan ini muncul lantaran adanya semacam tren kreativitas aneh yang menghinggapi para pedagang makanan olahan. Nama dengan embel-embel 'setan' seakan menjadi daya tarik bagi konsumen.

Biasanya, makanan dengan label setan adalah makanan pedas. Bebek Setan, misalnya, adalah bebek bakar yang disertai sambal sangat pedas. Makin pedas, makin setan. Cabe rawit pun berubah nama menjadi cabe setan lantaran pedasnya itu.

Jauh sebelum itu, di beberapa tempat di Jakarta dijajakan juga ' nasi goreng gila '. Dinamakan demikian karena nasi goreng yang satu ini tidak lazim. Selain nasi goreng bercampur telur dadar, masih ada daging kambing, petai, udang, cumi, dan lainnya. Nasi goreng dengan campuran seramai itu pantas saja disebut "gila".

Melabeli nama setan dan gila, rupa-rupanya bisa menarik minat konsumen. Buktinya, banyak pedagang meniru-niru menggunakan lebel itu. Padahal langkah yang meniru tanpa tahu konsekuensi hukumnya ternyata sangat berisiko.





Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini menolak memberi sertifikat makanan olahan dengan kreativitas nama yang mirip-mirip dengan itu. Sebut saja, Mie Setan, Mie Iblis, Es Genderuwo, Es Tuyul, Es Pocong, Es Sundel Bolong gagal memperoleh sertifikat halal gara-gara namanya yang serem dan dibenci orang-orang yang beriman.

Mengacu pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 dalam ketentuan keempat masalah penggunaan nama dan bahan sebagai berikut:

1. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

2. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan (bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao);

3. Tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain.

4. Tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan, seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.

Boleh jadi, nama makanan 'setan' termasuk dalam hal kekufuran dan kebatilan karena sejatinya setan memang mengajak pada hal yang kufur (tidak percaya kepada Allah SWT) dan batil (kejahatan).



Hukumnya Haram

Sementara itu, MUI Sumatera Barat merilis fatwa bahwa memakan makanan yang memiliki penamaan atau atribusi yang bertentangan dengan akidah, semisalnya “Setan”, “Iblis”, dan sebagainya hukumnya haram karena terkait akidah. Jika menggunakan penamaan yang bertentangan dengan akhlak atau etika misalnya “Ayam Montok”, maka hukumnya makruh.

Sayangnya, dalam lembar surat keputusan fatwa tersebut, tidak disertai dalil beserta argumen fikihnya kecuali sebutan bahwa itu semua masuk dalam kategori manhiy ‘anhu yang berarti dilarang. Pelarangan itu sampai penahanan untuk pemberian sertifikasi halal.

Selain itu, MUI meminta kepada Pemerintah agar meningkatkan fatwa ini menjadi regulasi kepada masyarakat. Mengingat, MUI Sumbar berpandangan penamaan makanan dengan nama-nama setan atau sejenisnya sedang populer setahun belakangan.

Hal yang sama juga dinyatakan Ustaz Firanda Andirja sebagaimana dilansir akun YouTube Halo Ustadz. Ia berpendapat haram hukumnya memberi nama makanan setan karena merupakan bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan.

“Bagi kita hukumnya haram memberi nama restoran dengan nama-nama tersebut karena itu bentuk pemuliaan terhadap setan dan kita tidak boleh memuliakan setan,” ucap Ustaz Firanda Andirja.



Setan Adalah Musuh

Ustadz Ammi Nur Baits dari anggota Dewan Pembina Konsultasisyariah.com menjelaskan, dalam banyak ayat, Allah menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Di antaranya, Allah berfirman,

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia, musuh yang nyata bagi kalian.” ( QS Al-Baqarah : 168).

Menurut dia, sikap yang benar terhadap musuh adalah berusaha melawannya, melakukan perbuatan yang membuatnya sedih, dan menjauhinya. Bukan sebaliknya, justru mendekatinya.

Dalam al-Quran, kata Ustadz Ammi, Allah sebut makanan yang halal dengan thayyibat. Allah berfirman, menceritakan sifat syariat Nabi SAW:

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Beliau menghalalkan yang thayyibat untuk mereka, dan beliau mengharamkan al-Khabaits.” ( QS al-A’raf : 157)

Thayib secara bahasa artinya baik. Khabaits, bentuk jamak dari khabits, yang artinya sesuatu yang menjijikkan. Semua yang halal adalah thayyib, dan adalah, dan semua yang haram adalah Khabits.

Artinya, Allah memberikan nama yang baik untuk yang halal dan Allah memberikan nama yang buruk untuk sesuatu yang haram.

Karena, memberi nama yang baik untuk sesuatu yang baik, dan memberi nama yang buruk untuk sesuatu yang buruk, bagian dari mengikuti petunjuk Allah. Sebaliknya memberi nama yang buruk untuk sesuatu yang Allah halalkan, bisa termasuk menghinakan rezeki yang Allah berikan.



Dalam Fatwa Islam dinyatakan: "Menyebut sesuatu yang Allah halalkan dengan menggunakan istilah sesuatu yang Allah benci, perbuatan semacam ini termasuk meremehkan aturan Allah dan tidak mengagungkan hukum-hukum-Nya. Dan ini bertentangan dengan sikap takwa kepada Allah". (Fatwa Islam, no. 234755).

Dengan pertimbangan ini, tidak selayaknya memberi makanan yang baik, yang halal, dengan nama yang buruk. Makanan yang halal, minuman yang halal adalah rezeki dari Allah. Selayaknya dimuliakan dan dihormati.



Komponen Halal

Di sisi lain, ada juga pendapat bahwa indikator mengharamkan sesuatu adalah karena zatnya yang haram atau cara mendapatkannya juga haram, meskipun secara zat itu halal.

Sementara, ada makanan-makanan yang menggunakan nama tidak sesuai dengan aslinya, tapi ia tetap halal. Misalnya makanan yang bernama hotdog. Makanan ini memang pada mulanya roti berisi sosis yang dagingnya berasal dari daging anjing. Padahal, hari ini ada banyak yang namanya hotdog namun komposisinya halal, semisal daging sapi, maka ia tetap halal.

Padahal, boleh jadi, makanan dengan sebutan sambal setan, sambal iblis, atau ayam montok sebenarnya bersifat “kiasan” dari sifat sambal yang sangat pedas. Rasa pedas kemudian digabungkan dengan sifat membakar, sama seperti api. Dan api adalah asal diciptakannya setan. Atau ayam montok untuk menggambarkan ayam dengan daging yang banyak.

Maka selama makanan-makanan tersebut tidak berasal dari zat-zat yang haram, atau menggunakan cara yang haram mendapatkannya, ia tidak menjadi haram pada dasarnya.



Islam Menghalalkan yang Baik

Syaikh Muhammad Yusuf Qardhawi dalam bukunya berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" menegaskan Islam berada di antara suatu paham kebebasan soal makanan dan ektrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu Islam kemudian mengumandangkan kepada segenap umat manusia dengan mengatakan:

"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan jangan kamu mengikuti jejak setan karena sesungguhnya setan itu musuh yang terang-terangan bagi kamu." ( QS al-Baqarah : 168)

Di sini Islam memanggil manusia supaya suka makan hidangan besar yang baik, yang telah disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu bumi lengkap dengan isinya, dan kiranya manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak setan yang selalu menggoda manusia supaya mau mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-kebaikan yang dihalalkan Allah; dan setan juga menghendaki manusia supaya terjerumus dalam lembah kesesatan.

Selanjutnya mengumandangkan seruannya kepada orang-orang mu'min secara khusus. Firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-Baqarah : 172-173)



Al-Qardhawi mengatakan dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mukmin ini, Allah SWT memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat.

Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas. Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi dalam membatas yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:

"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." ( QS al-An'am : 145)

Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak. Firman Allah:

"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." ( QS al-Maidah : 3)

Menurut al-Qardhawi, antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya yang menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan. "Ayat yang baru saja kita baca ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu," katanya.

Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekadar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.

Ringkasnya: Secara global (ijmal) binatang yang diharamkan itu ada empat macam, dan kalau diperinci menjadi sepuluh.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
cover top ayah
وَّمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ‌ؕ قَلِيۡلًا مَّا تُؤۡمِنُوۡنَۙ
dan ia (Al-Qur'an) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.

(QS. Al-Haqqah Ayat 41)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More