Sembahyang Terakhir di Hagia Sophia, Kisah Haru Jelang Takluknya Konstantinopel
loading...
A
A
A
Lalu keduanya bangun melakukan pemeriksaan pasukan Nasrani yang sedang sibuk berjaga-jaga mempertahankan kota. Keduanya melihat gerakan pasukan Utsmani yang demikian bersemangat, tengah siaga melakukan serangan laut dan darat.
Sebelum malam menjelang, langit menurunkan hujan gerimis, menyirami bumi. Maka Sultan keluar dari kemahnya dan mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, “Allah telah memberikan rahmat dan pertolongan-Nya kepada kita semua, sehingga Dia menurunkan hujan ini tepat pada waktunya. Hujan ini akan mengurangi kepulan debu dan akan mudah bagi kita untuk bergerak.”
Perlolongan Allah
Pada jam satu pagi, hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula tahun 857 H bertepatan tanggal 29 Mei tahun 1435 M, serangan umum mulai dilancarkan pasukan Utsmani. Setelah dikeluarkan komando, seluruh mujahidin dengan penuh semangat menggemakan takbir.
Pasukan mujahidin bergerak menuju pinggir pagar-pagar pelindung kota. Orang-orang Byzantium dilanda ketakutan besar. Maka mereka pun segera membunyikan lonceng-lonceng gereja. Banyak orang Nasrani berlindung di dalam gereja.
Serangan pamungkas ini dilakukan secara serentak dari segala penjuru, laut dan darat, sesuai rencana yang telah ditetapkan semula. Para mujahidin sama-sama merindukan mati Syahid. Oleh sebab itulah, mereka maju dengan gagah berani dan semangat berkorban yang tinggi. Mereka maju menyerang musuh. Banyak diantara para mujahidin yang gugur sebagai syuhada. ( )
Serangan itu sendiri dibagi ke dalam beberapa titik. Namun secara khusus serangan terbesar dipusatkan di Lembah Likus, yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri. Gelombang pasukan pertama dari mujahidin menghujam benteng-benteng pertahanan Nasrani dengan anak panah dan meriam. Mereka berusaha keras untuk melumpuhkan pertahanan lawan.
Dengan kenekatan orang-orang Byzantium dan keberanian orang-orang Islam, berjatuhanlah korban di kedua belah pihak dalam jumlah besar.
Tatkala pasukan pertama mengalami kekalahan, Sultan Muhammad Al-Fatih telah menyiapkan pasukan lain. Maka pasukan pertama segera menarik diri dan pasukan baru maju ke medan perang. ( )
Sementara itu pasukan musuh telah dilanda keletihan. Pasukan baru itu mampu mencapai benteng-benteng pertahanan dan mereka segera memancangkan tangga-tangga untuk menembus pertahanan musuh. Namun pasukan Nasrani berhasil menjungkalkan tangga-tangga itu. Pasukan Islam pun dengan mati-matian terus memanjat pagan sedangkan orang-orang Nasrani dengan sekuat tenaga berusaha menghadang para pemanjat.
Setelah berlalu dua jam dari usaha keras pasukan Islam itu, Sultan mengeluarkan komando kepada pasukannya untuk istirahat sejenak setelah mereka berhasil membuat pasukan musuh kelabakan di wilayah itu.
Pada saat yang sama Sultan mengeluarkan perintah kepada pasukan ketiga untuk melakukan serangan lanjutan ke pagar-pagar pertahanan lawan di wilayah itu. Musuh dikejutkan dengan munculnya gelombang pasukan baru, setelah sebelumnya mereka mengira serangan telah reda dan mereka saat itu telah mengalami kelelahan. ( )
Pasukan Islam sendiri muncul dengan tenaga dan darah baru, semangat menyala, serta ambisi besar untuk menaklukkan musuh. Di samping itu mereka telah menanti-nanti waktu lama untuk ikut ambil bagian dalam pertempuran tersebut.
Sementara itu pertempuran di laut berlangsung seru dan sesuai rencana sehingga membuat musuh kalang-kabut. Musuh telah dibuat sibuk melakukan perlawanan di berbagai medan dan waktu. ( ).
Bersamaan dengan munculnya sinar pagi, para mujahidin bisa memastikan tempat-tempat musuh lebih dekat dan tepat. Mereka pun mulai melancarkan serangan lebih berlipat ganda.
Kaum muslimin demikian semangat dan betul-betul menginginkan agar serangan itu sukses. Namun tiba-tiba, Sultan mengeluarkan perintah agar pasukan Islam menarik diri dengan tujuan untuk mengistirahatkan meriam-meriam sampai bisa dioperasikan kembali.
Meriam-meriam ini telah dipergunakan untuk menghujani benteng-benteng pertahanan musuh dengan peluru-peluru dan telah membuat mereka kelelahan. Tatkala meriam-meriam telah mulai dingin, datanglah pasukan khusus Inkisyariyah yang dipimpin Sultan. ( )
Pasukan ini menampakkan keberanian yang begitu mengagumkan. Tiga puluh di antara mereka mampu memanjat benteng lawan sehingga mengejutkan musuh. Walaupun ada beberapa di antara mereka yang syahid, termasuk di dalamnya komandan pasukan, namun peristiwa ini telah menjadi pintu pembuka untuk bisa memasuki kota di Thub Qabi dan mereka pun memancangkan panji-panji Kesultanan Utsmani.
Kemenangan pasukan ini semakin menambah semangat tempur pasukan Islam untuk melakukan serangan berikutnya. Terlebih, pada saat yang sama komandan pasukan musuh, Giovanni Guistiniani, mengalami luka sangat parah sehingga harus mundur dari medan laga.
Peristiwa ini memberikan pengaruh sangat kuat untuk menggentarkan hati musuh. Akhirnya Kaisar sendiri menggantikan posisi Giovanni menjadi komandan lapangan, dia sendiri telah kabur melarikan diri dari medan perang dengan sebuah perahu. (
Sebelum malam menjelang, langit menurunkan hujan gerimis, menyirami bumi. Maka Sultan keluar dari kemahnya dan mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, “Allah telah memberikan rahmat dan pertolongan-Nya kepada kita semua, sehingga Dia menurunkan hujan ini tepat pada waktunya. Hujan ini akan mengurangi kepulan debu dan akan mudah bagi kita untuk bergerak.”
Perlolongan Allah
Pada jam satu pagi, hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula tahun 857 H bertepatan tanggal 29 Mei tahun 1435 M, serangan umum mulai dilancarkan pasukan Utsmani. Setelah dikeluarkan komando, seluruh mujahidin dengan penuh semangat menggemakan takbir.
Pasukan mujahidin bergerak menuju pinggir pagar-pagar pelindung kota. Orang-orang Byzantium dilanda ketakutan besar. Maka mereka pun segera membunyikan lonceng-lonceng gereja. Banyak orang Nasrani berlindung di dalam gereja.
Serangan pamungkas ini dilakukan secara serentak dari segala penjuru, laut dan darat, sesuai rencana yang telah ditetapkan semula. Para mujahidin sama-sama merindukan mati Syahid. Oleh sebab itulah, mereka maju dengan gagah berani dan semangat berkorban yang tinggi. Mereka maju menyerang musuh. Banyak diantara para mujahidin yang gugur sebagai syuhada. ( )
Serangan itu sendiri dibagi ke dalam beberapa titik. Namun secara khusus serangan terbesar dipusatkan di Lembah Likus, yang dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri. Gelombang pasukan pertama dari mujahidin menghujam benteng-benteng pertahanan Nasrani dengan anak panah dan meriam. Mereka berusaha keras untuk melumpuhkan pertahanan lawan.
Dengan kenekatan orang-orang Byzantium dan keberanian orang-orang Islam, berjatuhanlah korban di kedua belah pihak dalam jumlah besar.
Tatkala pasukan pertama mengalami kekalahan, Sultan Muhammad Al-Fatih telah menyiapkan pasukan lain. Maka pasukan pertama segera menarik diri dan pasukan baru maju ke medan perang. ( )
Sementara itu pasukan musuh telah dilanda keletihan. Pasukan baru itu mampu mencapai benteng-benteng pertahanan dan mereka segera memancangkan tangga-tangga untuk menembus pertahanan musuh. Namun pasukan Nasrani berhasil menjungkalkan tangga-tangga itu. Pasukan Islam pun dengan mati-matian terus memanjat pagan sedangkan orang-orang Nasrani dengan sekuat tenaga berusaha menghadang para pemanjat.
Setelah berlalu dua jam dari usaha keras pasukan Islam itu, Sultan mengeluarkan komando kepada pasukannya untuk istirahat sejenak setelah mereka berhasil membuat pasukan musuh kelabakan di wilayah itu.
Pada saat yang sama Sultan mengeluarkan perintah kepada pasukan ketiga untuk melakukan serangan lanjutan ke pagar-pagar pertahanan lawan di wilayah itu. Musuh dikejutkan dengan munculnya gelombang pasukan baru, setelah sebelumnya mereka mengira serangan telah reda dan mereka saat itu telah mengalami kelelahan. ( )
Pasukan Islam sendiri muncul dengan tenaga dan darah baru, semangat menyala, serta ambisi besar untuk menaklukkan musuh. Di samping itu mereka telah menanti-nanti waktu lama untuk ikut ambil bagian dalam pertempuran tersebut.
Sementara itu pertempuran di laut berlangsung seru dan sesuai rencana sehingga membuat musuh kalang-kabut. Musuh telah dibuat sibuk melakukan perlawanan di berbagai medan dan waktu. ( ).
Bersamaan dengan munculnya sinar pagi, para mujahidin bisa memastikan tempat-tempat musuh lebih dekat dan tepat. Mereka pun mulai melancarkan serangan lebih berlipat ganda.
Kaum muslimin demikian semangat dan betul-betul menginginkan agar serangan itu sukses. Namun tiba-tiba, Sultan mengeluarkan perintah agar pasukan Islam menarik diri dengan tujuan untuk mengistirahatkan meriam-meriam sampai bisa dioperasikan kembali.
Meriam-meriam ini telah dipergunakan untuk menghujani benteng-benteng pertahanan musuh dengan peluru-peluru dan telah membuat mereka kelelahan. Tatkala meriam-meriam telah mulai dingin, datanglah pasukan khusus Inkisyariyah yang dipimpin Sultan. ( )
Pasukan ini menampakkan keberanian yang begitu mengagumkan. Tiga puluh di antara mereka mampu memanjat benteng lawan sehingga mengejutkan musuh. Walaupun ada beberapa di antara mereka yang syahid, termasuk di dalamnya komandan pasukan, namun peristiwa ini telah menjadi pintu pembuka untuk bisa memasuki kota di Thub Qabi dan mereka pun memancangkan panji-panji Kesultanan Utsmani.
Kemenangan pasukan ini semakin menambah semangat tempur pasukan Islam untuk melakukan serangan berikutnya. Terlebih, pada saat yang sama komandan pasukan musuh, Giovanni Guistiniani, mengalami luka sangat parah sehingga harus mundur dari medan laga.
Peristiwa ini memberikan pengaruh sangat kuat untuk menggentarkan hati musuh. Akhirnya Kaisar sendiri menggantikan posisi Giovanni menjadi komandan lapangan, dia sendiri telah kabur melarikan diri dari medan perang dengan sebuah perahu. (