Wasiat Al-Fatih kepada Putranya (1): Aku Sama Sekali Tidak Menyesal

Kamis, 23 Juli 2020 - 08:04 WIB
loading...
A A A
Dikatakan pada saya, ‘Sesungguhnya sikap para petani di kota-kota yang jauh dari kerajaan Utsmani, masih menggambarkan dengan jelas sikap penyayang dan keadilan orang-orang Turki. Dan darinya juga bisa dilihat bahwa keadilan telah dicabut bersama-sama dengan dengan hilangnya pemerintahan Utsmani.’ Dalam banyak perjalanan di Polska (Polandia) dan Rumania, saya masih sering mendengar beberapa cerita dan tamsil-tamsil yang masih dengan kuat mengisyaratkan tentang sifat-sifat kasih-sayang orang-orang Turki Muslim di tengah-tengah orang Nasrani.



Pada tahun 1917 saya berada di Wina. Saat itu orang-orang Polandia mengatakan, bahwa mereka sangat gembira dengan kedatangan tentara Utsmani ke Galisia sebagai bantuan terhadap orang-orang Austria.

Sesungguhnya keadilan dan rahmat Islam, adalah dua prinsip yang membuat orang-orang Utsmani eksis di Eropa. Dengan keadilan dan rasa kasih sayang itu pula, orang-orang Eropa bisa keluar dari sikapnya yang barbarik dan keras hati. Berkat orang-orang Utsmani , bangsa Eropa memahami makna persamaan antarmanusia dan keadilan. ( )

Cukup bagimu untuk tahu bahwa perbudakan saat itu mendapat legalitas kuat di negara Eropa Tengah dan Selatan, hingga akhirnya dihapuskan oleh orang-orang Utsmani.

Di sana ada perjanjian antara Moldova, Polandia dan Hungaria untuk menyerahkan semua petani yang melarikan diri dari ladang pertanian tuannya di Buyari ke Salah satu negeri itu. Sedangkan ladang-ladang itu dijual termasuk di dalamnya manusia dan hewan yang ada di dalamnya. Kemudian datanglah orang-oran Utsmani ke Eropa yang membawa rahmat di dalam dadanya, sebagaimana yang diinginkan oleh pembawa panji dakwah Islam, Muhammad Rasulullah saw.



Orang-orang Turki bukanlah kaum yang memiliki jumlah lebih besar dari orang-orang yang dipimpinnya. Mereka kemudian tiba di Wina. Mereka mampu mengatasi sulitnya bebukitan, hamparan samudera luas, serta gunung-gunung. Sebagaimana pernah dilakukan kaum muslimin Arab saat menebarkan rahmat di Asia dan Afrika.

Sesungguhnya Muhammad Al-Fatih berjalan di atas manhaj rahmat dan keadilan. Dia mewasiatkan pada anak cucu setelahnya, untuk berjalan di atas manhaj yang sama karena itu merupakan realisasi Islam.

“Rentangkan perlindunganmu terhadap seluruh rakyat tanpa perbedaan." ( )

Sultan Muhammad Al-Fatih memiliki perhatian besar kepada rakyatnya, baik kepada kaum muslimin atau nonmuslim. Salah satu kisah yang sangat menarik dan indah dalam masalah ini adalah, bahwa penduduk Pulau Khabus memiliki utang sebanyak 1000 Duqa kepada salah seorang pedagang dari negeri Galata, yang bernama Fransisco De Rapeyur. Tatkala orang yang memberi utang ini tidak mampu menarik utangnya kembali, Sultan meminta supaya dia menagih utang tersebut ke penduduk pulau itu. Karena penduduk pulau itu adalah rakyat yang harus mendapat perlindungan dan mendapatkan hak-haknya. Maka Sultan mengirimkan beberapa kapal yang dipimpin langsung oleh Hamzah Pasya.

Sayangnya penduduk pulau Khabus malah membunuh beberapa tentara dan tidak mau tunduk, bahkan menolak membayar utang. Maka berkatalah Muhammad Al-Fatih kepada Fransisco tadi, “Sayalah yang akan menanggung semua utang mereka terhadapmu, dan saya akan menuntut tebusan berlipat terhadap mereka atas darah tentara yang meninggal."



Kemudian Sultan memberangkatkan satu armada ke pulau itu. Dia sendiri yang memimpin pasukan ke pulau-pulau yang berdekatan dengan pulau Khabus. Pasukan tadi mampu menaklukkan pulau tersebut, tanpa melalui peperangan dan pertempuran. Dengan segera, dua pulau lmbarus dan Samutras menyerah dan membuka pintunya untuk pasukan Utsmani. Maka terpaksa penduduk pulau Khabus membayar utang kepada pedagang asal Hungaria tadi dan membayar upeti tahunan kepada pemerintahan Utsmani sebanyak 6000 Duqa per tahun. Mereka juga harus membayar uang tebusan terhadap kapal Utsmani yang tenggelam.



Di sini Sultan menunjukkan sikap pembelaannya, sekalipun kepada seorang pedagang Hungaria yang nonmuslim. Hal itu layak diterima, karena dia masuk dalam lingkungan perlindungan wilayah kekuasaan Sultan. Dari sisi lain, Sultan sebenarnya tak akan menghukum warga pulau itu kalau mereka tidak menyerang armada laut pasukan Utsmani. Kalau menyerang, berarti menantang perang. Bersambung ( )

Keterangan Foto:Masuknya Sultan Mehmed II ke Konstantinopel, lukisan oleh Fausto Zonaro (1854-1929)/Wikimedia Commons
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2341 seconds (0.1#10.140)