Idul Adha, Kurban, dan Keteladanan Nabi Ibrahim AS (1)

Sabtu, 01 Agustus 2020 - 08:15 WIB
loading...
A A A
Jawaban Ibrahim tegas: “Benar, (ya Allah saya beriman). Tapi saya ingin hatiku tenang”.

Baca Juga: Bolehkah Patungan untuk Berkurban? Ini Penjelasan Ustaz Ajib

Proses logika dalam mencari kebenaran dalama agama Islam ternyata sangat didorong (encouraged). Bukankah Al-Quran sendiri menegaskan: “Maka tanyalah orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui”.

Intinya agama, bahkan aspek keimanan sekalipun, tidak diterima secara buta (blindly). Tapi melalui proses pencarian panjang yang seringkali melibatkan rasionalitas dan logika.

Itulah salah satu makna penting kenapa justeru ayat-ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah perintah untuk “membaca” (iqra’). Bagi saya membaca adalah proses berlanjut (sustainable process) dalam menemukan kebenaran sejati.

Baca juga
: Berikut Alasan Mengapa Kurban Mesti di Daerah Domisili

Al-Quran sendiri menampakkan diri sebagai Kitab Suci yang menjunjung tinggi logika dan rasionalitas. Kata kedua yang paling sering terulang dalam Al-Quran adalah kata-kata yang berkaitan dengan “akal” manusia.

”Tidakkah kamu berakal?”
“Tidakkah kamu berpikir?”
“Tidakkah kamu melakukan bertadabbur?”



Dan banyak lagi ayat-ayat yang mendorong fungsi akal manusia dalam menyikapi kehidupannya.

Bahkan secara khusus Allah menegaskan bahwa Al-Quran itu adalah Kitab yang diturunkan untuk dipahami secara akal (liqaumin ya’qiluun).

Sebaliknya orang-orang yang tidak ingin memahami Al-Quran justeru dituduh sebagai orang-orang yang hatinya terkunci (alaa quluubihim ghulf).

Proses penemuan kebenaran dengan rasionalitas dan logika, apalagi dalam dunia yang mengedepankan logika saat ini, akan menghasilkan keimanan yang solid. Keimanan yang tidak goyah dan mudah terbawa arus. ( )

Mungkin bagi kami di dunia Barat hal itu dibuktikan oleh kenyataan bahwa seringkali mereka yang menemukan Islam setelah melalui proses pencarian panjang, termasuk dengan logika, berakhir dengan keyakinan yang solid (al-yaqiin ar-raasikh).

Karenanya masanya pada Ulama , ustadz, kyai dan para pendakwah agama ini untuk menyadari bahwa penyampaian agama dengan dogma-dogma yang kerap terasa dipaksakan, believe or otherwise (imani atau...), dengan ancaman-ancaman dan semacamnya, hanya akan berdampak negatif di pemikiran orang-orang, khususnya millennials yang cenderung mengedepankan rasionalitas dalam menyikapi segala hal. ( )

Sungguh ironis dengan kenyataan bahwa paham ateisme justeru tumbuh besar di negara-negara Muslim yang dianggap konservatif seperti Suadi Arabia. Dan saya yakin, sebagaimana Kristiani di dunia Barat, hal ini sebabkan oleh penyampaian agama yang kerap tidak logis dan rasional. Walaupun kenyataannya bahwa Islam adalah agama yang sangat rasional.

Tapi sebagaimana Karen Armstrong pernah sampaikan: “Tidak ada agama atau kepercayaan yang serasional agama Islam. Sayangnya seringkali justeru orang-orang Islam yang tidak rasional dalam beragama”. ( )

Mari kita tauladani Ibrahim AS dalam berproses memahami dan meyakini agamanya. (Bersambung)

New York, 10 Dzulhijjah 1441 H
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1898 seconds (0.1#10.140)