Kisah Konsolidasi Nabi-Nabi Palsu di Era Khalifah Abu Bakar
loading...
A
A
A
Akidah
Menurut Haekal, mendakwakan diri sebagai nabi dan kepercayaan orang akan hal itu bukan unsur yang pokok yang menyebabkan para nabi palsu itu berhasil. “Kita sudah melihat bahwa Aswad menggunakan faktor lain untuk itu, dan yang terutama ialah kebencian orang-orang Yaman kepada Persia dan kemudian kepada Hijaz,” jelasnya.
Sepak terjang Musailamah dan Tulaihah memperkuat pendapat Haekal. Andaikata Islam sudah kuat tertanam dalam hati dan sudah sampai pada akidah dan keimanan, niscaya mereka tidak akan mendapat dukungan. Akidah yang sudah berakar kuat dapat menguasai jiwa orang, yang jarang dapat dibandingkan dengan kekuatan apa pun. Tetapi yang jelas, penduduk kawasan itu belum lagi beriman, meskipun sudah masuk Islam.
Setelah mereka mendapat jalan untuk meninggalkan Islam atas nama golongan atau nama apa saja tanpa ada kebenaran yang dapat melindungi keimanan mereka, cepat-cepat mereka mengikuti Aswad atau siapa saja yang mendakwakan diri nabi.
Haekal mengatakan yang lebih memperkuat pendapat kita ini ialah bahwa Makkah dan Ta'if tetap dalam Islam. Memang benar bahwa penduduk Yaman sudah mulai menerima Islam dan merasa senang dengan penguasanya sejak Bazan menganut Islam, dan hal itu sebelum Islam merasuk benar ke dalam hati penguasa di Makkah dan di Ta'if. Tetapi selama Rasulullah dalam dakwahnya yang mula-mula tinggal di Makkah selama lebih dari sepuluh tahun itu, dan sementara itu hubungannya dengan Ta'if, pengaruh agama telah masuk juga ke dalam hati penduduk Makkah dan Ta'if.
Tidak demikian halnya dengan Bazan dan orang-orang Persia di sekitarnya yang ada di Yaman. Ajaran-ajaran Rasulullah lebih kuat berbekas di Makkah dan di Ta'if—meskipun keduanya pernah memberontak — daripada ajaran-ajaran Mu'az bin Jabal di Yaman, walaupun berada sepenuhnya dalam perlindungan Bazan. ( )
Pengaruh Aswad
Pergolakan di Yaman telah memberi semangat kepada Yamamah dan kepada Banu Asad untuk juga bergolak setelah Nabi wafat.
Sebenarnya Tulaihah dan Musailamah takut menghadapi kekuatan kaum Muslimin, dan menurut pendapat mereka tidak mungkin dapat melawannya. Oleh karena itu mereka tidak memberontak. Tetapi setelah Aswad berani mengangkat senjata dan berhasil sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan kaum Muslimin, keberanian demikian itu menular kepada Tulaihah dan Musailamah, dan lebih berani lagi mereka setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah. ( )
Sekiranya Aswad tidak bertingkah dan membuat kekacauan, yang lain tentu masih akan malu-malu untuk memulai, dan tak seorang pun akan berani melawan kaum Muslimin.
Dengan kematian Aswad itu pergolakan tidak dengan sendirinya berhenti, yang apinya sudah dicetuskan di segenap Semenanjung Arab. Malah api itu masih tetap menyala, dan makin membara setelah Rasulullah wafat.
Kalangan Orientalis mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Khalifah Abu Bakar.
Islam adalah agama tauhid dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama?
Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak. Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan.
Lepas dari benar tidaknya argumen itu, Haekal mengatakan, kita tak dapat menutup mata dari adanya unsur asing yang juga ikut menggerakkan hingga terjadi pergolakan dan pemurtadan orang-orang Arab. Raja Persia dan Kaisar Rumawi sudah melihat surat Nabi Muhammad kepada mereka dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain untuk menganut Islam.
Hal ini mendorong mereka untuk sekuat tenaga berusaha menyebarkan api fitnah di negeri-negeri yang tak akan ada unsur apa pun yang akan dapat menyatukan dan memperkuat mereka selain agama baru ini.
Satu-satunya cara untuk melemahkan mereka dan membuat mereka porak poranda ialah dengan jalan menghasut. Apa pun motif yang mendorong Aswad mengadakan pengacauan, kemudian disusul oleh Tulaihah dan Musailamah serta pemberontakan warga Arab pedalaman terhadap kewibawaan Muslimin sampai ke dekat kota Madinah, yang jelas ialah bahwa wafatnya Nabi menjadi sebab timbulnya fitnah itu. (Baca juga: Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat)
Menurut Haekal, mendakwakan diri sebagai nabi dan kepercayaan orang akan hal itu bukan unsur yang pokok yang menyebabkan para nabi palsu itu berhasil. “Kita sudah melihat bahwa Aswad menggunakan faktor lain untuk itu, dan yang terutama ialah kebencian orang-orang Yaman kepada Persia dan kemudian kepada Hijaz,” jelasnya.
Sepak terjang Musailamah dan Tulaihah memperkuat pendapat Haekal. Andaikata Islam sudah kuat tertanam dalam hati dan sudah sampai pada akidah dan keimanan, niscaya mereka tidak akan mendapat dukungan. Akidah yang sudah berakar kuat dapat menguasai jiwa orang, yang jarang dapat dibandingkan dengan kekuatan apa pun. Tetapi yang jelas, penduduk kawasan itu belum lagi beriman, meskipun sudah masuk Islam.
Setelah mereka mendapat jalan untuk meninggalkan Islam atas nama golongan atau nama apa saja tanpa ada kebenaran yang dapat melindungi keimanan mereka, cepat-cepat mereka mengikuti Aswad atau siapa saja yang mendakwakan diri nabi.
Haekal mengatakan yang lebih memperkuat pendapat kita ini ialah bahwa Makkah dan Ta'if tetap dalam Islam. Memang benar bahwa penduduk Yaman sudah mulai menerima Islam dan merasa senang dengan penguasanya sejak Bazan menganut Islam, dan hal itu sebelum Islam merasuk benar ke dalam hati penguasa di Makkah dan di Ta'if. Tetapi selama Rasulullah dalam dakwahnya yang mula-mula tinggal di Makkah selama lebih dari sepuluh tahun itu, dan sementara itu hubungannya dengan Ta'if, pengaruh agama telah masuk juga ke dalam hati penduduk Makkah dan Ta'if.
Tidak demikian halnya dengan Bazan dan orang-orang Persia di sekitarnya yang ada di Yaman. Ajaran-ajaran Rasulullah lebih kuat berbekas di Makkah dan di Ta'if—meskipun keduanya pernah memberontak — daripada ajaran-ajaran Mu'az bin Jabal di Yaman, walaupun berada sepenuhnya dalam perlindungan Bazan. ( )
Pengaruh Aswad
Pergolakan di Yaman telah memberi semangat kepada Yamamah dan kepada Banu Asad untuk juga bergolak setelah Nabi wafat.
Sebenarnya Tulaihah dan Musailamah takut menghadapi kekuatan kaum Muslimin, dan menurut pendapat mereka tidak mungkin dapat melawannya. Oleh karena itu mereka tidak memberontak. Tetapi setelah Aswad berani mengangkat senjata dan berhasil sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan kaum Muslimin, keberanian demikian itu menular kepada Tulaihah dan Musailamah, dan lebih berani lagi mereka setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah. ( )
Sekiranya Aswad tidak bertingkah dan membuat kekacauan, yang lain tentu masih akan malu-malu untuk memulai, dan tak seorang pun akan berani melawan kaum Muslimin.
Dengan kematian Aswad itu pergolakan tidak dengan sendirinya berhenti, yang apinya sudah dicetuskan di segenap Semenanjung Arab. Malah api itu masih tetap menyala, dan makin membara setelah Rasulullah wafat.
Kalangan Orientalis mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Khalifah Abu Bakar.
Islam adalah agama tauhid dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama?
Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak. Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan.
Lepas dari benar tidaknya argumen itu, Haekal mengatakan, kita tak dapat menutup mata dari adanya unsur asing yang juga ikut menggerakkan hingga terjadi pergolakan dan pemurtadan orang-orang Arab. Raja Persia dan Kaisar Rumawi sudah melihat surat Nabi Muhammad kepada mereka dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain untuk menganut Islam.
Hal ini mendorong mereka untuk sekuat tenaga berusaha menyebarkan api fitnah di negeri-negeri yang tak akan ada unsur apa pun yang akan dapat menyatukan dan memperkuat mereka selain agama baru ini.
Satu-satunya cara untuk melemahkan mereka dan membuat mereka porak poranda ialah dengan jalan menghasut. Apa pun motif yang mendorong Aswad mengadakan pengacauan, kemudian disusul oleh Tulaihah dan Musailamah serta pemberontakan warga Arab pedalaman terhadap kewibawaan Muslimin sampai ke dekat kota Madinah, yang jelas ialah bahwa wafatnya Nabi menjadi sebab timbulnya fitnah itu. (Baca juga: Akhlak Umar bin Khattab dan Kesedihannya Ketika Nabi Wafat)
(mhy)