Apakah Boleh Puasa Ramadan Jika Masih Punya Utang Puasa?

Senin, 15 Januari 2024 - 15:02 WIB
loading...
Apakah Boleh Puasa Ramadan Jika Masih Punya Utang Puasa?
Apakah boleh puasa Ramadan jika masih punya utang puasa? Begini jawabnya. Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Apakah boleh puasa Ramadan jika masih punya utang puasa ? Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah , waktu untuk membayar puasa adalah pada hari-hari lain di luar bulan Ramadan .

Dalam surat al-Baqarah (2) : 184 Allah berfirman:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.


Artinya: “(yaitu) Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [ QS al-Baqarah (2) : 184]



Berdasarkan keumuman ayat tersebut tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa (qadla). Namun demikian baik sekali jika mengganti puasa dilaksanakan sebelum Ramadan berikutnya.

Tetapi jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuat terhalang, maka tetap harus diganti setelah Ramadhan berikutnya. Selain itu, orang yang telah lalai tersebut agar beristigfar, memohon ampun dan bertaubat untuk tidak mengulangi kelalaiannya dan tetap wajib membayar utang puasanya setelah Ramadan berikutnya.

Sedangkan menurut pendapat al-ashah, orang yang menunda qadha puasa Ramadan—padahal ia memungkinkan untuk segera meng-qadha—sampai datang Ramadan berikutnya, fidyah baginya berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun.

Semisal orang punya tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2023, ia tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadan tahun 2024, maka dengan berlalunya dua tahun (dua kali putaran Ramadan), kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud.

Berbeda dengan orang yang tidak memungkinkan mengqadha, semisal uzur sakit atau perjalanannya (safar) berlanjut hingga memasuki Ramadan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya, ia hanya diwajibkan meng-qadha puasa.



Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain, terlebih kepada orang kaya.

Alokasi fidyah berbeda dengan zakat, karena nash Al-Qur’an dalam konteks fidyah hanya menyebut miskin “fa fidyatun tha‘âmu miskin” (QS al-Baqarah ayat 184).

Sedangkan fakir dianalogikan dengan miskin dengan pola qiyas aulawi (qiyas yang lebih utama), sebab kondisi fakir lebih parah daripada miskin.

Per satu mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan merupakan ibadah yang terpisah/independen, oleh karenanya diperbolehkan mengalokasikan beberapa mud untuk beberapa puasa yang ditinggalkan kepada satu orang fakir/miskin.

Semisal fidyah puasa orang mati 10 hari, maka 10 mud semuanya boleh diberikan kepada satu orang miskin.

Berbeda halnya dengan satu mud untuk jatah pembayaran fidyah sehari, tidak diperbolehkan diberikan kepada dua orang atau lebih. Semisal fidyah puasa wanita menyusui 1 hari, maka satu mud fidyah tidak boleh dibagi dua untuk diberikan kepada dua orang fakir. Begitu juga, fidyah puasa ibu hamil 2 hari tidak cukup diberikan kepada 4 orang miskin.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1577 seconds (0.1#10.140)