11 Brigade Basmi Kaum Murtad, Khalid Bin Walid Pimpin Brigade Pertama
loading...
A
A
A
Khalid Saifullah selalu berada dalam medan pertempuran sampai akhir hayatnya. Sebelum menganut Islam Khalid adalah seorang pahlawan Quraisy yang ditakuti dan penunggang kuda yang hebat. Dalam Perang Badr, Uhud dan Khandaq ia masih berada dalam barisan kaum musyrik. Menurut Haekal, ia mempunyai sifat-sifat seorang prajurit yang berwatak kasar, cenderung pada kekerasan dan mengandalkan kekuatan.
Kalau tidak karena punya penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Makkah dalam menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke Madinah, di hadapan orang-orang Quraisy Khalid berkata: "Bagi orang berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan mengikutinya."
Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: “Benarkah demikian?”
Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya: "Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai."
Tetapi sebagai orang yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: "Demi Allah, orang suka atau tidak, sungguh dia benar." Khalid lalu pergi ke Madinah. la segera mendapat tempat di hati Muslimin sebagai seorang panglima perang.
Ketika terjadi perang Mu'tah, dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat itu. Tidak heran jika Khalifah Abu Bakar menempatkannya untuk memimpin brigadenya yang paling tangguh.
Tidak pula heran jika juga Khalid yang harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya.
Pimpinan Brigade
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa Khalifah Abu Bakar telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum Muhajirin , tanpa ada seorang pun dari Ansar.
Muhamad Husain Haekal menyebut Khalifah Abu Bakar melakukan itu sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Madinah (Ansar) tetap sebagai kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi siapa pun.
Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di Saqifah Banu Sa'idah, sama sekali tak beralasan.
Brigade-brigade itu dibentuk hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad juga tidak beralasan.
Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap sahabat besar lainnya seperti Ali bin Abu Thalib , Talhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam , yang juga tinggal di Madinah. Seperti juga Umar bin Khattab , untuk memberikan pendapat dan saran kepada Abu Bakar, sehingga segala perencanaan dari strategi yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat. (
Kalau tidak karena punya penilaian yang tepat dan cepat, wataknya akan membahayakan dirinya sendiri. Tak pernah ia gentar menghadapi lawan di medan perang, tak pernah takut kepada siapa pun. Ketika Rasulullah pergi ke Makkah dalam menunaikan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah kemudian kembali ke Madinah, di hadapan orang-orang Quraisy Khalid berkata: "Bagi orang berpikiran sehat sudah jelas sekarang bahwa Muhammad bukan tukang sihir dan bukan penyair. Yang dikatakannya itu ialah firman Allah seru sekalian alam. Sudah seharusnya orang yang punya hati nurani akan mengikutinya."
Pernah terjadi diskusi dia dengan Ikrimah bin Abi Jahl, tetapi tak sampai terjadi kekerasan karena khawatir akan akibatnya. Dalam pertemuan itu Abu Sufyan tidak hadir. Tetapi ketika mendengar Khalid sudah masuk Islam, dipanggilnya Khalid dan ditanya: “Benarkah demikian?”
Khalid menjawab bahwa memang benar, dia sudah masuk Islam dan bersaksi tentang kerasulan Muhammad. Abu Sufyan berang, lalu katanya: "Demi Lat dan Uzza, kalau aku tahu apa yang kaukatakan itu benar, sebelum Muhammad tentu kaulah yang akan kumulai."
Tetapi sebagai orang yang punya harga diri Khalid menjawab dengan nada keras: "Demi Allah, orang suka atau tidak, sungguh dia benar." Khalid lalu pergi ke Madinah. la segera mendapat tempat di hati Muslimin sebagai seorang panglima perang.
Ketika terjadi perang Mu'tah, dialah Pedang Allah di sana, dan Pedang Allah sesudah itu. Di tangannya Allah memberi kemenangan atas Irak dan Syam dan menundukkan Persia dan imperium Rumawi, dua adikuasa yang menguasai dunia saat itu. Tidak heran jika Khalifah Abu Bakar menempatkannya untuk memimpin brigadenya yang paling tangguh.
Tidak pula heran jika juga Khalid yang harus menghadapi perang Riddah dan yang sesudahnya.
Pimpinan Brigade
Ada sekelompok orang dari kalangan Ansar yang menilai bahwa Khalifah Abu Bakar telah menyerahkan pimpinan brigade itu hanya kepada kaum Muhajirin , tanpa ada seorang pun dari Ansar.
Muhamad Husain Haekal menyebut Khalifah Abu Bakar melakukan itu sebenarnya dengan tujuan supaya orang-orang Madinah (Ansar) tetap sebagai kekuatan pertahanan dalam kota, karena mereka lebih mengetahui keadaan di dalam, dan cintanya dalam menjaga daerahnya itu melebihi siapa pun.
Anggapan sebagian orang bahwa mereka tidak diikutsertakan karena adanya kekhawatiran setelah melihat sikap yang mereka dulu di Saqifah Banu Sa'idah, sama sekali tak beralasan.
Brigade-brigade itu dibentuk hanya untuk menghadapi kaum murtad. Dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya kaum Ansar tidak kurang dari Muhajirin, sehingga kekhawatiran terhadap pihak Ansar dalam memerangi kaum murtad juga tidak beralasan.
Andaikata penafsiran semacam itu terhadap Ansar dapat dibenarkan, tentu hal yang sama dapat juga dibenarkan terhadap sahabat besar lainnya seperti Ali bin Abu Thalib , Talhah bin Ubaidilah dan Zubair bin Awwam , yang juga tinggal di Madinah. Seperti juga Umar bin Khattab , untuk memberikan pendapat dan saran kepada Abu Bakar, sehingga segala perencanaan dari strategi yang disusun oleh pusat komando tertinggi itu akan bertambah kuat. (
(mhy)