Aturan Hukuman Potong Tangan Menurut Islam

Selasa, 30 Januari 2024 - 16:01 WIB
loading...
Aturan Hukuman Potong Tangan Menurut Islam
Aturan hukuman potong tangan bagi pencuri ada persyaratan dan ketentuannya. Hukum ini sendiri diatur dalam Al-Quran surat al-Mâidah ayat 38-39. Foto/Ilustrasi: Daily Mail
A A A
Aturan hukuman potong tangan bagi pencuri ada persyaratan dan ketentuannya. Hukum ini sendiri diatur dalam Al-Quran surat al-Mâidah ayat 38-39.

Allah SWT berfirman:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٣٨ فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [ QS al-Mâidah/5 :38-39]



Apa yang telah Rasulullah SAW lakukan kepada seseorang yang tertangkap basah ketika mencuri, ‘ Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata:

أَنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ سَارِقًا فِي مِجَنٍّ قِيمَتُهُ ثَلاثَةُ دَرَاهِمٍ.

Bahwa Rasûlullâh memotong tangan seseorang yang mencuri tameng/perisai, yang nilainya sebesar tiga dirham [Muttafaqun `Alaihi]

Ibnu Mundzir dalam kitab al-Ijmâ` berkata, ”Para ulama sepakat bahwa potong tangan bagi pencuri dilakukan bila ada dua orang saksi yang adil, beragama Islam dan merdeka.”

Sedangkan Abdurrahmân al-Harîri dalam kitab Madzâhibul arba`ah mengatakan bahwa hukum had atas pencurian telah ditetapkan oleh al-Kitab dan Sunnah serta kesepakatan para ulama. Allah Azza wa Jalla telah menyebutkan hukumannya dalam ayatnya yang mulia. Dia telah memerintahkan potong tangan atas pencurinya baik laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka, muslim atau nonmuslim guna melindungi dan menjaga harta.

"Hukum potong tangan ini telah diberlakukan pada zaman jahiliah sebelum Islam. Setelah Islam datang, maka Allah SWT menetapkannya dan menambahnya dengan persyaratan yang telah diketahui,” jelasnya.



Syarat Hukuman

Hukum potong tangan bukanlah hukuman yang asal dilakukan tanpa ada kriteria tertentu. Namun ia adalah hukuman yang adil, yang harus dipenuhi kriterianya, sehingga pelakunya benar-benar berhak untuk dipotong tangannya supaya menghasilkan efek jera baginya dan bagi orang lain, tanpa mengabaikan hak si pelakunya.

Syarat yang harus dipenuhi dari pelaku pencurian itu sendiri, antara lain:

Pertama, ia seorang yang mukallaf, berniat untuk mencuri, tidak terpaksa dalam mencuri, tidak didapati adanya hubungan antara pencuri dengan yang dicuri dan tidak ada subhat dalam melakukan pencurian. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah seorang yang baligh dan berakal.

Tidak terpaksa, bukan seorang yang dipaksa oleh orang lain untuk melaksanakan pencurian, dengan ancaman yang membahayakan nyawanya.

Tidak didapati adanya hubungan kekerabatan, di sini pengertiannya adalah harta yang dicuri bukan harta anaknya sendiri. Karena Rasulullah SAW bersabda: “Kamu dan harta kamu adalah milik bapak kamu”, atau harta bapak atau orang tuanya sendiri (menurut pendapat mayoritas para ulama). Karena anaknya adalah bagian dari orang yang akan mewarisi hartanya dan ia masih bertanggung jawab untuk memberikan nafkah kepadanya, atau dari harta suaminya atau istrinya. Adapun hubungan keluarga/kekerabatan yang lainnya maka tidak ada pengaruhnya.



Tidak ada subhat dalam melakukan pencurian. Maksudnya adalah tidak dipaksa dalam melakukannya, misalnya ia lapar, sangat membutuhkan harta, dan sebagainya.

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam al-Mausû`atul fiqhiyyatul kuwaitiyyah berkata: “Ini adalah subhat yang kuat yang dapat memalingkan hukum had karena ia sangat membutuhkannya. Ini adalah (alasan) yang lebih kuat dibandingkan dengan subhat yang disebutkan oleh banyak para ulama.

Di antara syarat yang harus dipenuhi dalam kriteria pencurian hukuman potong tangan, yang berkaitan dengan barang yang dicuri antara lain:

Kedua, pencurian dilakukan dari tempat /penyimpanan yang terjaga.

Ibnu Mundzir berkata: ”Mereka sepakat bahwa potong tangan diberlakukan kepada orang mencuri dari tempat penyimpanan".

Yang dimaksud tempat penyimpanan/yang terjaga di sini adalah tempat penunjang yang dapat menjaga dengan benar, harta yang dimaksudkan; misalnya rumah yang terkunci, lemari, atau toko yang ditutup dan semisalnya.



Pengarang ar-Raudhah Nâdiyah berkata: “Al-hirzu/tempat simpanan adalah yang dianggap masyarakat sebagai tempat penyimpanan harta tersebut, sepert lumbung untuk menyimpan gabah, kandang untuk menyimpan binatang dan keranjang untuk menyimpan buah-buahan.

Dalam kitab al-Wajîz juga disebutkan tempat ini berbeda antara daerah/negara satu dengan yang lainnya; disesuaikan dengan bentuk barang, tempat yang biasa digunakan untuk penyimpanan dan penguasa. Bila pencurian yang dilakukan bukan pada tempat yang terjaga, seperti uang yang ditaruh di depan pintu rumah, maka pelakunya tidak sampai terkena hukuman potong tangan.

Ketiga, harta yang dicuri adalah harta yang terhormat, punya pemiliknya atau wakilnya.

Barang yang dicuri mencapai nishâbnya ketika diambil dari tempatnya.

Yang dimaksudkan nishâb di sini adalah adalah nishâb/batasan minimal dalam masalah pencurian,, yaitu tiga dirham atau seperempat dinar atau yang senilai dengan salah satu dari keduanya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Aisyah ra , bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tidak dipotong tangan (pencuri) terkecuali pada seperempat dinar atau lebih”



Dan Rasulullah SAW telah menghukum potong tangan terhadap pencurian perisai yang senilai tiga dirham (HR. Muslim:1687), Tirmidzi (1446).

Bila dinilai dengan uang rupiah maka bisa dilihat dengan harga emas yang sekarang berlaku.

Syaikh Utsaimîn dalam Al-Jâmi` li Ahkâm Fiqhis Sunnah li fadhîlah berkata: “Jumlah seperempat dinar yang dimaksudkan pada zaman sekarang, sedikit sekali, yakni dinar sebesar mitsqâl–dinar Islam-, kemudian ia menanyakan orang pemilik emas, berapa ukuran mitsqâl/berat dari emas? Sedikit sekali yakni sekitar dua puluh riyal.

Keempat, terbuktinya pencurian oleh si pelaku. Baik dengan cara bukti dua orang saksi yang menyatakan bahwa pelakulah yang mengambil atau dengan cara pengakuan dari si pelaku.

Dalam masalah saksi tidak diperbolehkan adanya saksi wanita, walaupun bersaksi terhadap dua orang wanita atau lebih dengan seorang laki laki. Karena dalam masalah hukum hudûd, saksi wanita tidak digunakan.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2504 seconds (0.1#10.140)