Kontroversi Khalid bin Walid dan Betis Indah Si Cantik Laila

Minggu, 16 Agustus 2020 - 08:43 WIB
loading...
Kontroversi Khalid bin Walid dan Betis Indah Si Cantik Laila
Ilustrasi/Ist
A A A
PADA hari itu pasukan muslim yang dipimpin Khalid bin Walid naik ke Buzakhah dan mengadakan serangan. Berita tentang Khalid ini sudah tersebar luas, yang kemudian sampai juga kepada Malik bin Nuwairah di Butah, yang membuatnya gelisah dan kebingungan. ( )

Dia termasuk yang menolak zakat dan bersama-sama dengan Sajah binti Al Harits menentang Muslimin yang tinggal di kalangan Banu Tamim. Dengan tindakan itu berarti mereka telah melakukan permusuhan terhadap Muslimin, dan dengan demikian boleh diserang. ( )

Lain lagi dengan Waki', temannya. Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut, ia kembali kepada Islam dan mengeluarkan zakat . Malik menjadi bimbang: meninggalkan apa yang sudah dilakukannya itu dan kembali kepada Islam bersama-sama dengan Khalifah Abu Bakar seperti ketika dengan Nabi Muhammad SAW serta menunaikan kewajiban salat dan zakat, ataukah akan tetap bertahan dengan Sajah? ( )

Khalid ke Butah
Tugas Khalid selesai sudah menghadapi Banu Asad dan Gatafan serta kabilah-kabilah sekutunya yang masih tersisa setelah mereka semua kembali kepada Islam dan tunduk kepada pemerintahan Madinah .

Khalid akhirnya memutuskan berangkat ke Butah menghadapi Malik bin Nuwairah dan kawan-kawannya yang masih ragu. Niatnya ini diketahui oleh Ansar . Dengan agak maju mundur mereka berkata: "Bukan ini yang ditugaskan Khalifah kepada kami. Kami mendapat tugas; bila sudah selesai urusan di Buzakhah dan sudah kita bebaskan negeri itu, kami diminta tinggal sampai ada surat buat kami."

Khalid menjawab: "Kalau itu yang ditugaskan kepada kalian, aku mendapat tugas supaya meneruskan perjalanan. Di sini aku yang menjadi komandan dan keputusan ada di tanganku. Sekalipun aku menerima surat atau perintah tetapi aku melihat ada kesempatan. Kalau kuberitahukan kesempatan itu akan hilang; maka aku tidak akan memberitahukan sebelum aku dapat menggunakan kesempatan itu..."

Lalu ia pergi bersama pasukannya, kecuali orang-orang Ansar, dan dia menuju Butah.

Sementara itu, sebelum pasukan Khalid bin Walid tiba, Malik bin Nuwairah sudah insaf. Ia menasihati kaumnya agar kembali kepada Islam.

Pasukan dari kalangan Ansar sudah merasa jemu setelah kepergian pasukan yang dipimpin Khalid. Mereka bermusyawarah, dan kemudian mengambil keputusan hendak menyusulnya. Oleh karena itu mereka berkata: “Kalau Khalid beruntung, kamu tak akan ikut mengalaminya. Kalau dia dan pasukannya mendapat malapetaka kalian akan dijauhi orang.”

Kemudian mereka mengutus orang kepada Khalid agar menunggu sampai mereka dapat menyusul dan pergi bersama-sama.

Setelah Khalid di Butah tak seorang pun dijumpainya. Malik bin Nuwairah telah melepaskan kaumnya ke rumah masing-masing dan melarang mereka berkumpul. "Hai Banu Yarbu'," katanya kepada mereka, "Dulu kita telah menentang pemimpin-pemimpin sendiri kita tatkala mereka mengajak kita; dan kita berusaha merintangi orang jangan mengikuti mereka, tetapi ternyata tak berhasil. Setelah kupertimbangkan, aku berpendapat sebaiknya kita bersiap-siap tanpa terlalu banyak urusan. Hal ini sudah ada yang mengurus. Janganlah kalian mencari-cari permusuhan dengan golongan yang sudah diperlakukan dengan baik."

Dinasihatinya mereka agar kembali kepada Islam dan tinggal di rumah masing-masing, dan dia sendiri pun pulang ke rumahnya. Karena di Butah Khalid tidak menemukan orang, pasukan itu terpencar dan diperintahkannya supaya membawa orang yang tidak mau memenuhi seruan Islam, dan kalau menolak supaya dibunuh.

Sedang pesan Abu Bakar, bila pasukan Muslimin memasuki suatu pemukiman supaya menyerukan azan. Kalau mereka menyambut seruan itu, janganlah mereka diganggu, dan kalau tidak bunuhlah sebagian dan rampaslah.

Jika kemudian mereka menerima ajakan Islam, tanyakanlah tentang zakat, kalau mereka setuju terimalah dari mereka, kalau menolak perangilah mereka.

Malik Ditangkap
Pasukan muslim itu membawa Malik bin Nuwairah dan beberapa orang lagi dari Banu Yarbu' kepada Khalid. Dan yang seharusnya terjadi setelah itu ialah jika Malik dan kawan-kawannya menerima Islam, Khalid harus memperlakukan mereka sebagai orang yang sudah tobat. Tetapi yang terjadi Khalid memerintahkan supaya Malik dibunuh. Dan pembunuhan inilah yang telah menimbulkan gejolak berkepanjangan di Madinah, sebelum dapat diredakan.

Dampak inilah yang berpengaruh dalam kebijaksanaan Umar bin Khattab terhadap Khalid bin Walid setelah kemudian ia memangku jabatan Khalifah.

Menurut Haekal, itu pula sebabnya, cerita-cerita sekitar kematian Malik bin Nuwairah itu jadi berpanjang-panjang dan berlain-lainan.

Dengan mengacu kepada Abu Qatadah al-Ansari yang menjadi salah seorang pimpinan pasukan itu at-Tabari menyebutkan bahwa setelah mendatangi mereka malam hari mereka terkejut dan senjata pun mereka ambil. Kami berkata: “Kami Muslimin.” Mereka menjawab: “Kami juga Muslimin.” Lalu kami berkata: “Mengapa kamu bersenjata?” Mereka berkata: “Mengapa kamu juga bersenjata? Kami berkata: “Kalau begitu letakkanlah senjata.” Mereka pun meletakkan senjata. Lalu kami salat, dan mereka pun salat.

Sampai di sini sumber-sumber itu masih senada. Dan dari sini pula mulai timbul perbedaan.

Abu Qatadah berkata: mereka menyetujui zakat dan segala ketentuannya. Yang lain berkata: Mereka tidak mengakui dan berkeras menolaknya.

Salah Paham
Ada sumber yang menyebutkan bahwa Khalid memerintahkan supaya Malik dan kawan-kawannya itu dipenjarakan sementara perkara mereka akan diperiksa. Mereka dipenjarakan waktu udara malam dingin sekali, makin larut malam udara makin dingin. Merasa kasihan melihat mereka, Khalid memerintahkan seraya berseru: "Berikanlah pendiangan kepada tawanan-tawanan itu!"

Dalam bahasa suku Kinanah kata-kata itu berarti pembunuhan, sementara pengawal-pengawal itu dari suku Kinanah tersebut. Mendengar perintah itu mereka mengira bahwa yang dimaksudkan Khalid supaya mereka dibunuh, lalu mereka dibunuh.

Mendengar Khalid memerintahkan dengan kata dafi'u: 'biarlah para tawanan itu berdiang.' Dalam bahasa Arab Kinanah kata dafi'u itu berarti 'bunuhlah'. Ada ribut-ribut Khalid keluar. Tetapi mereka sudah dihabisi. Maka ia berkata: "Jika Allah menghendaki sesuatu maka akan terjadi juga."

Sumber kedua menyebutkan bahwa Khalid mengundang Malik berdiskusi untuk mengetahui kedua kesaksian itu, mana yang benar: kesaksian tentang keislamannya, atau tentang kegigihannya mau jadi murtad atau menolak membayar zakat.

Sementara mereka berdiskusi itu Malik mengoreksi Khalid dengan berkata: "Harapan yang diberikan teman kamu itu karena ia berkata begini dan begini."

Khalid menjawab: "Bukankah dia termasuk temanmu?"

Kemudian diperintahkan supaya dia dan teman-temannya dibunuh. Mengomentari percakapan antara Khalid dengan Malik itu Abul Faraj dalam al-Agani mengatakan sebagai berikut: "Ibn Sallam berkata: Orang yang tidak menerima alasan Khalid mengatakan bahwa Malik berkata kepada Khalid: "Atau dengan itu engkau diperintah oleh temanmu itu — yakni Rasulullah Sallalldhu 'alaihi wasallam — ia menginginkan kepahlawanan."

Dan orang yang menerima alasan Khalid mengatakan bahwa ia ingin menghilangkan soal kenabian dengan alasan kata-kata dalam puisi Malik sendiri:

Aku berkata ambillah harta kamu tanpa merasa takut
Tanpa melihat apa yang akan terjadi besok
Jika ada orang yang menakut-nakuti
Kita tolak dan kita katakan: agama adalah agama Muhammad.

Yakni bahwa dia menolak membayar zakat dan berkata kepada kaumnya, ambil sajalah harta kamu; agama itu agama Muhammad, bukan agama Abu Bakar. ( )

Tetapi Ibn Khaliikan menyebutkan tentang percakapan kedua orang itu sebagai berikut: "Maka Malik berkata, 'Aku dapat menerima salat, tapi zakat tidak,' yang dijawab oleh Khalid, 'Engkau tidak tahu bahwa salat dan zakat satu sama lain tak dapat dipisahkan?!'

'Sahabatmu itu memang mengatakan begitu,' jawab Malik.

'Jadi engkau tidak melihatnya sebagai sahabatmu juga!'

Demi Allah! Aku memang sudah berniat memenggal lehermu. Kemudian setelah mereka lama berdebat, Khalid berkata: 'Akulah yang akan membunuhmu.' 'Memang begitu perintah sahabatmu itu?' ( )

'Sungguh aku akan membunuhmu.'

Lalu dikeluarkan perintah dan dia pun dibunuh."

Sebagian ada yang lebih memperkuat sumber ini dari yang pertama. Tetapi mereka yang memperkuat itu melihat ada kelemahan dalam sumber itu. Mereka berpendapat bahwa jika tidak lengkap akan bertentangan dengan sikap Khalid dalam menghadapi Qurrah bin Hubairah, Fuja'ah as-Sulami dan Abu Syajrah dan sebangsanya.

Mereka dikirimkan kepada Abu Bakar untuk meminta pendapatnya. Kesalahan Malik bin Nuwairah tidak lebih besar dari kesalahan mereka; mengapa ia dibunuh dan tidak dikirimkan kepada Khalifah, padahal kedudukannya di kalangan Banu Tamim lebih penting daripada kedudukan siapa pun dari mereka!

Laila Istri Malik
Puncak cerita itu menurut pendapat mereka bahwa Khalid telah mengawini Laila Umm Tamim, istri Malik pada hari pembunuhannya itu dan bumi pun belum kering dari darahnya. Ini bertentangan dengan tradisi Arab. Mereka hendak mempertalikan pembunuhan Malik itu dengan perkawinan Khalid dengan istrinya, dan menjadikan perkawinan itu sebagai motif pembunuhannya. “Mungkin mereka benar, tapi mungkin juga salah,” tutur Haekal.( )

Dalam kitab Tarikh-nya Ya'qubi menyebutkan: Malik bin Nuwairah menemuinya dan berdiskusi, disertai istrinya. Khalid kagum melihat istrinya itu, lalu katanya: "Aku tak akan memperoleh apa yang ada padamu itu sebelum kubunuh engkau. Ia melihat kepada Malik lalu membunuhnya dan mengawini istrinya."

Dalam al-Agdni Abul-Faraj menyebutkan: "Setelah Sajah mendakwakan diri nabi, Malik menjadi pengikutnya, kemudian ia memperlihatkan diri bahwa dia Muslim. Maka oleh Khalid ia dibunuh. Ada sekelompok sahabat yang mengecam tindakannya itu, sebab setelah itu ia mengawini istri Malik. Memang ada juga yang mengatakan bahwa ia sudah mencintainya sejak zaman jahiliah. Karenanya ia dituduh membunuh seorang Muslim supaya kemudian dapat mengawini istrinya." (Baaca juga: Beda Haluan Politik antara Umar bin Khattab dan Abu Bakar

Abul-Faraj juga menceritakan dengan mengatakan "Muhammad bin Sallam berkata: "Suatu hari Yunus mengatakan kepadaku sementara aku menggoda perempuan Tamim itu untuk Khalid tetapi aku memaafkannya. Lalu katanya kepadaku: Abu Abdullah, engkau belum mendengar tentang betis Umm Tamim! Kata orang belum pernah ada orang yang melihat betis seindah itu."

Atas peristiwa ini kemudian terjalin cerita-cerita dengan lukisan yang lebih menyerupai cerita rekaan karya sastra daripada kejadian sejarah yang sebenarnya. ( )

Laila mendampingi suaminya yang ketika itu sedang berdialog dengan Khalid. Setelah didengarnya Khalid berkata kepada suaminya “Akulah yang akan membunuhmu”, ia bersimpuh di kaki penakluk itu mengharapkan ampun, dengan rambut yang sudah terurai ke bahunya dan air mata bersimbah membasahi kelopak matanya, sehingga sepasang mata itu tampak makin jelita.

Khalid menatap wajahnya yang cantik itu, sementara perempuan itu mengerling kepadanya memohonkan belas kasihan, dengan pandangan penuh cinta dan rasa kagum.

Malik berteriak: “Aku pasti dibunuh!”

Khalid menjawab, “Bukan karena ini, tetapi hukuman ini berlaku karena kekufuranmu.”

Lalu diperintahkannya agar orang itu dibunuh. ( )

Haekal mengatakan bukan maksud kita hanya sampai pada cerita rekaan sastra itu saja, tetapi yang pasti Laila memang mengagumi Khalid, dan karenanya sesudah itu Khalid menahannya dan tidak melepaskannya kendati perkawinan itu akan menimbulkan kesulitan buat dia sendiri. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1916 seconds (0.1#10.140)