Penaklukan Sijistan Iran: Kisra Yazdigird Kebingungan Mencari Persembunyian
loading...
A
A
A
Sijistan atau Sistan berada di timur Iran , selatan Afghanistan (Nimruz, Kandahar), dan wilayah Nok Kundi dari Balochistan (barat Pakistan ).
Nama Sistan berasal dari Sakastan ("tanah Saka"). Saka adalah suku Skithia yang dari abad ke-2 SM hingga abad ke-1 bermigrasi ke Dataran Tinggi Iran dan Lembah Indus, di mana mereka mendirikan sebuah kerajaan yang dikenal sebagai India-Skithia.
Di dalam Bundahishn, kitab Zoroastrianisme yang ditulis dalam bahasa Pahlevi, Provinsi ini disebut "Seyansih". Setelah pasukan Muslim menaklukkan Iran, provinsi ini dikenal sebagai Sijistan/Sistan.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan oleh Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab " (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) mengisahkan sementara pasukan Usman bin Abil-As berjalan di kawasan Persia, Suhail bin Adi menyerang Kirman, sedang Hakam bin Amr atÂTaglibi menyerbu Mukran.
Setelah pihak Kirman tak dapat bertahan lagi pasukan Muslimin memasuki daerah itu dan berhasil menguasai rampasan perang cukup besar, berupa unta dan domba.
Adapun pihak daerah Mukran, mereka bertahan di Sungai Mukran, dan terjadilah pertempuran besar-besaran antara kedua pihak, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Muslimin yang terus-menerus menghantam musuhnya dan kemudian mengejar mereka selama berhari-hari dan berakhir sampai di Sungai itu.
Setelah itu mereka kembali dan tinggal di Mukran. Hakam menulis laporan kepada Khalifah Umar bin Khattab tentang kemenangannya itu, dengan mengirimkan seperlima rampasan perang kepadanya, di antaranya ada seekor gajah betina yang dibawa oleh Suhar al-Abdi.
Khalifah Umar memerintahkan agar gajah itu dijual dan seperdelapan hasil penÂjualannya dibagikan kepada para penakluknya.
Tatkala pasukan Muslimin memasuki Kirman, Kisra Yazdigird ada di kota itu. Setelah dilihatnya bahwa daerah ini tak akan dapat bertahan, seperti daerah-daerah lain, ia lari lagi ke Khurasan.
Ia mengharapkan sekali pihak negeri ini dan Sijistan dapat bertahan terhadap pasukan Muslimin. Timbulnya harapan ini dalam hatinya karena jarak antara Khurasan dan Sijistan dengan Basrah dan Kufah serta markas-markas pasukan Muslimin di daerah-daerah lain cukup jauh.
Tidak akan mudah mereka mengirimkan pasukan untuk menyerang kedua daerah itu seperti ketika mengirimkan ke Irak-Persia atau ke Persia dan Kirman.
Letak Sijistan ini di sebelah utara Mukran. Dalam pada itu Umar bin Khattab sudah menyerahkan pimpinan brigadenya kepada Asim bin Amr, kemudian menyusul pula Abdullah bin Umair.
Pihak Sijistan memergoki musuh mereka ini di perbatasan kota. Tetapi ternyata mereka tak mampu bertahan dan mereka menarik diri ke dalam kota dan bertahan di Zarand, ibu kotanya.
Mereka di Zarand pun dikepung oleh pasukan Muslimin, dan pasukan berkudanya menyerang tempat tempat sekitar ibu kota itu dan dapat membawa rampasan dan tawanan perang.
Kala itu, pihak yang mempertahankan Zarand itu yakin sudah, bahwa jika pengepungan ini berlangsung lama akan sangat membahayakan distrik mereka. Maka mereka segera meminta damai asal pasukan Muslimin menjauhi daerah pertanian Sijistan, tak boleh menginjakkan kaki ke sana.
Permintaan ini dikabulkan oleh pihak Muslimin. Selanjutnya jika mereka mengadakan perjalanan harus menghindari daerah itu agar jangan ada orang yang mengambil sesuatu dari sana yang dapat diartikan suatu pelanggaran, dan akan dijadikan alasan oleh pihak Sijistan untuk tidak membayar kharaj. Dengan demikian kedua pihak memelihara isi perjanjian itu dan masing-masing menjalankan kewajibannya.
Bagaimana Sijistan begitu cepat menyerah, padahal seperti dikatakan para sejarawan "Lebih besar dari Khurasan dan lebih jauh jangkauannya; mereka sudah memerangi Kandahar, Turki dan banyak lagi bangsa-bangsa lain?"
Nama Sistan berasal dari Sakastan ("tanah Saka"). Saka adalah suku Skithia yang dari abad ke-2 SM hingga abad ke-1 bermigrasi ke Dataran Tinggi Iran dan Lembah Indus, di mana mereka mendirikan sebuah kerajaan yang dikenal sebagai India-Skithia.
Di dalam Bundahishn, kitab Zoroastrianisme yang ditulis dalam bahasa Pahlevi, Provinsi ini disebut "Seyansih". Setelah pasukan Muslim menaklukkan Iran, provinsi ini dikenal sebagai Sijistan/Sistan.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan oleh Ali Audah menjadi " Umar bin Khattab " (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) mengisahkan sementara pasukan Usman bin Abil-As berjalan di kawasan Persia, Suhail bin Adi menyerang Kirman, sedang Hakam bin Amr atÂTaglibi menyerbu Mukran.
Setelah pihak Kirman tak dapat bertahan lagi pasukan Muslimin memasuki daerah itu dan berhasil menguasai rampasan perang cukup besar, berupa unta dan domba.
Adapun pihak daerah Mukran, mereka bertahan di Sungai Mukran, dan terjadilah pertempuran besar-besaran antara kedua pihak, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Muslimin yang terus-menerus menghantam musuhnya dan kemudian mengejar mereka selama berhari-hari dan berakhir sampai di Sungai itu.
Setelah itu mereka kembali dan tinggal di Mukran. Hakam menulis laporan kepada Khalifah Umar bin Khattab tentang kemenangannya itu, dengan mengirimkan seperlima rampasan perang kepadanya, di antaranya ada seekor gajah betina yang dibawa oleh Suhar al-Abdi.
Khalifah Umar memerintahkan agar gajah itu dijual dan seperdelapan hasil penÂjualannya dibagikan kepada para penakluknya.
Tatkala pasukan Muslimin memasuki Kirman, Kisra Yazdigird ada di kota itu. Setelah dilihatnya bahwa daerah ini tak akan dapat bertahan, seperti daerah-daerah lain, ia lari lagi ke Khurasan.
Ia mengharapkan sekali pihak negeri ini dan Sijistan dapat bertahan terhadap pasukan Muslimin. Timbulnya harapan ini dalam hatinya karena jarak antara Khurasan dan Sijistan dengan Basrah dan Kufah serta markas-markas pasukan Muslimin di daerah-daerah lain cukup jauh.
Tidak akan mudah mereka mengirimkan pasukan untuk menyerang kedua daerah itu seperti ketika mengirimkan ke Irak-Persia atau ke Persia dan Kirman.
Letak Sijistan ini di sebelah utara Mukran. Dalam pada itu Umar bin Khattab sudah menyerahkan pimpinan brigadenya kepada Asim bin Amr, kemudian menyusul pula Abdullah bin Umair.
Pihak Sijistan memergoki musuh mereka ini di perbatasan kota. Tetapi ternyata mereka tak mampu bertahan dan mereka menarik diri ke dalam kota dan bertahan di Zarand, ibu kotanya.
Mereka di Zarand pun dikepung oleh pasukan Muslimin, dan pasukan berkudanya menyerang tempat tempat sekitar ibu kota itu dan dapat membawa rampasan dan tawanan perang.
Kala itu, pihak yang mempertahankan Zarand itu yakin sudah, bahwa jika pengepungan ini berlangsung lama akan sangat membahayakan distrik mereka. Maka mereka segera meminta damai asal pasukan Muslimin menjauhi daerah pertanian Sijistan, tak boleh menginjakkan kaki ke sana.
Permintaan ini dikabulkan oleh pihak Muslimin. Selanjutnya jika mereka mengadakan perjalanan harus menghindari daerah itu agar jangan ada orang yang mengambil sesuatu dari sana yang dapat diartikan suatu pelanggaran, dan akan dijadikan alasan oleh pihak Sijistan untuk tidak membayar kharaj. Dengan demikian kedua pihak memelihara isi perjanjian itu dan masing-masing menjalankan kewajibannya.
Bagaimana Sijistan begitu cepat menyerah, padahal seperti dikatakan para sejarawan "Lebih besar dari Khurasan dan lebih jauh jangkauannya; mereka sudah memerangi Kandahar, Turki dan banyak lagi bangsa-bangsa lain?"