Keluhan Pemuda yang Mudah Terangsang: Beda Mani, Madzi, dan Wadi

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
Keluhan Pemuda yang Mudah Terangsang: Beda Mani, Madzi, dan Wadi
Ilustrasi/Ist
A A A
MADZI, mani, dan wadi merupakan cairan yang keluar dari kemaluan manusia. Namun ketiga cairan ini memiliki perbedaan yang cukup krusial, baik dari makna hingga perlakuan terhadapnya. ( )

Madzi merupakan cairan bening dan lengket yang keluar saat muncul syahwat . Kendati demikian keluarnya madzi tidak diikuti dengan kenikmatan dan tidak pula diikuti dengan kelemasan. Sedangkan mani merupakan cairan yang keluar dari kemaluan dengan disertai pancaran dan kenikmatan.

Dalam buku Panduan Shalat an-Nisa Menurut Empat Madzhab karya Abdul Qadir Muhammad Manshur, disebutkan terkadang madzi keluar tanpa terasa. Madzi bisa keluar dari kemaluan laki-laki maupun perempan, tetapi lebih sering keluar dari kemaluan perempuan. ( )

Adapun penyebab keluarnya madzi adalah keinginan untuk bersetubuh. Sama dengan madzi, mani juga dapat keluar dari kemaluan laki-laki maupun perempuan . Hanya saja, terdapat perbedaan dari mani laki-laki dengan perempuan. Mani laki-laki berwarna putih dan bertekstur kental, sedangkan mani perempuan berwarna kuning dan encer.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Muslim yang artinya: “Sesungguhnya air mani laki-laki kental dan (berwarna) putih, sementara air mani perempuan encer dan (berwarna) kuning,”. ( )

Sedangkan Wadi adalah cairan putih dan kental yang keluar dari kemaluan setelah kencing.

Para ulama sepakat bahwa hukum madzi adalah najis . Apabila ia mengenai tubuh, maka ia wajib dibasuh sebab Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk membasuhnya. Hal ini sebagaimana yang terekam dalam hadis yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib:

“Aku adalah seorang laki-laki yang banyak mengeluarkan madzi. Dan aku malu untuk bertanya kepada Rasulullah SAW karena kedudukan putri beliau. Aku pun menyuruh Miqdad bin Aswad untuk bertanya kepada beliau ( Nabi Muhammad SAW ), dan beliau menjawab: hendaklah dia membasuh zakarnya (kemaluan laki-laki) dan berwudhu”. ( )

Adapun apabila madzi mengenai pakaian, maka ia cukup disiram dengan air demi menghilangkan kesulitan. Sebab, madzi sangat sulit dihindari dan sering mengenai pakaian pemuda yang masih bujang.

Kesulitan itu sebagaimana yang diceritakan Sahal bin Hanif: “Aku dulu mendapatkan kesulitan dan kesusahan dari madzi. Dan aku sering mandi karenanya. Kemudian, aku menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW dan beliau pun bersabda: cukup bagimu berwudhu karena hal itu.

Lalu, aku bertanya lagi pada Rasulullah bagaimana dengan madzi yang mengenai pakaianku. Rasul menjawab: cukup bagimu mengambil air sepenuh telapak tangan lalu menyiramkannya pada pakaianmu di mana kamu lihat madzi itu telah mengenainya,”.( )

Hadis tersebut berstatus sahih dan diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, serta Imam Tirmidzi. Ditambahkan, dalam riwayat Atsram Rasul juga berkata: “Cukup bagimu mengambil air sepenuh dua telapak tangan, lalu menyiramkannya pada pakaianmu,”.

Sedangkan untuk mani, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menghukuminya sebagai benda yang najis. Sementara jumhur ulama menyatakan sifatnya adalah suci.

Meskipun jumhur ulama mengatakan suci, hanya saja umat Islam dianjurkan untuk membasuhnya apabila ia lembab dan menggaruknya apabila ia kering.

Mengenai cara membersihkan mani, Rasulullah SAW bersabda: “Ia (mani) sama seperti ingus dan ludah. Sesungguhnya cukup bagimu untuk mengusapnya dengan sesobek kain”. Hadis ini merupakan riwayat dari Daraquthni, Imam Baihaqi, dan Thahawi.

Adapun wadi, dihukumi para ulama berupa najis. Berdasarkan hadis riwayat Ibnu Mundzir, Aisyah berkata: “Adapun wadi, ia keluar setelah kencing. Laki-laki yang mengeluarkannya harus membasuh zakar dan kedua biji kemaluannya lalu berwudhu. Dia tidak perlu mandi,”. ( )

Sedangkan Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang wadi dan madzi, yang artinya: “Basuhlah zakarmu dan berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk salat,”.

Mudah Terangsang
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer memuat pertanyaan seorang pelajar yang tekun beribadah namun mudah terangsang bila melihat pemandangan yang membangkitkan syahwat.

Al-Qardhawi menasihati penanya agar memeriksakan diri kepada dokter spesialis. "Barangkali problema yang dihadapi itu semata-mata berkaitan dengan suatu organ tubuh tertentu, dan para dokter ahli tentunya memiliki obat untuk penyakit seperti ini," lanjutnya. ( )

Allah SWT berfirman: "... maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (An Nahl: 43)

Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Ia juga menurunkan obat untuknya." (HR Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Selanjutnya Al-Qardhawi juga menasihati agar penanya menjauhi -sekuat mungkin - segala hal yang dapat membangkitkan syahwatnya dan menjadikannya menanggung beban serta kesulitan (mandi dan sebagainya).

Adalah suatu kewajiban bagi setiap mukmin untuk tidak menempatkan dirinya di tempat-tempat yang dapat menimbulkan kesukaran bagi dirinya dan menutup semua pintu tempat berhembusnya angin fitnah atas diri dan agamanya.



Simaklah kata-kata hikmah berikut: "Orang berakal itu bukanlah orang yang pandai mencari-cari alasan untuk membenarkan kejelekannya setelah terjatuh ke dalamnya, tetapi orang berakal ialah orang yang pandai menyiasati kejelekan agar tidak terjatuh ke dalamnya."

Di antara tanda orang saleh ialah menjauhi perkara-perkara yang syubhat sehingga tidak terjatuh ke dalam perkara yang haram, bahkan menjauhi sebagian yang halal sehingga tidak terjatuh ke dalam yang syubhat.

Rasulullah SAW Bersabda: "Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqin (orang yang takwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang tidak terlarang karena khawatir terjatuh pada yang terlarang." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari Athiyyah as-Sa'di dengan sanad sahih)



Selanjutnya Al--Qardhawi mengatakan, setiap yang keluar dari tubuh manusia - karena melihat pemandangan-pemandangan yang merangsang - belum tentu mani (yang hukumnya wajib mandi jika ia keluar). Boleh jadi yang keluar itu adalah madzi, yaitu cairan putih, jernih, dan rekat, yang keluar ketika sedang bercumbu, atau melihat sesuatu yang merangsang, atau ketika sedang mengkhayalkan hubungan seksual.

Keluarnya madzi tidak disertai syahwat yang kuat, tidak memancar, dan tidak diahkiri dengan kelesuan (loyo, letih), bahkan kadang-kadang keluarnya tidak terasa.

Madzi ini hukumnya seperti hukum kencing, yaitu membatalkan wudhu (dan najis) tetapi tidak mewajibkan mandi. Bahkan Rasulullah SAW memberi keringanan untuk menyiram pakaian yang terkena madzi itu, tidak harus mencucinya.



Diriwayatkan dari Sahl bin Hanif, ia berkata, "Saya merasa melarat dan payah karena sering mengeluarkan madzi dan mandi, lalu saya adukan hal itu kepada Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda, 'Untuk itu, cukuplah engkau berwudhu.'

Saya bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana dengan yang mengenai pakaian saya? Beliau menjawab, 'Cukuplah engkau mengambil air setapak tangan, lalu engkau siramkan pada pakaian yang terkena itu.'" (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Beliau berkata, hasan sahih)

Menyiram pakaian (pada bagian yang terkena madzi) ini lebih mudah daripada mencucinya, dan ini merupakan keringanan serta kemudahan dari Allah kepada hamba-hamba-Nya dalam kondisi seperti ini yang sekiranya akan menjadikan melarat jika harus mandi berulang-ulang.

Maha Benar Allah Yang Maha Agung yang telah berfirman:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"... Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (QS Al-Maa'idah: 6)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3016 seconds (0.1#10.140)