Mutiara Wasiat Abu Ubaidah Jelang Kematiannya karena Wabah Tha'un

Sabtu, 12 Juni 2021 - 20:23 WIB
loading...
A A A
وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ [الأنفال:46]

Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu [Al-Anfal/8:46]

Selanjutnya beliau mengingatkan satu fadhilah (keutamaan) dari dasar-dasar fadhilah, yaitu jujur bersama para pemimpin, karena sesungguhnya sikap jujur di antara pemimpin dan rakyat adalah tali yang kokoh, yang menghasilkan masyarakat yang kuat, taat kepada Allah Subhanahuwata’ala dan memberi nasehat kepada para pemimpin dengan cara yang ma’ruf.

Apabila sikap menipu sudah menjalar dan sangat lemah sikap saling menasehati di antara kedua belah pihak, niscaya tampaklah dampak buruknya terhadap semua umat.

Tiadalah berita pemberontakan Khawarij yang tidak taat terhadap Amirul Mukminin Utsman Radhiyallahu ‘anhu kecuali merupakan contoh nyata terhadap yang disebutkan oleh Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu.



Kemudian ia menutup mutiara nasehatnya dengan ungkapan yang menggambarkan metode zuhud yang sebenarnya, bagi orang yang mengenal dunia ini, ia berkata: “Janganlah kehidupan dunia melalaikan kalian. Maka sesungguhnya seseorang jikalau dipanjangkan umur seribu tahun, namun pada akhirnya ia kembali seperti kondisiku saat ini yang kalian lihat.

"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kematian terhadap anak cucu Adam ‘Alaihissalam, maka mereka semua akan mati, yang paling cerdas dari mereka adalah yang paling taat terhadap Rabb-nya dan yang paling beramal untuk hari kembalinya.’

Ia merupakan sunnah kehidupan, orang yang hidup melewati kehidupan di dunia hingga akhirnya ia memasuki pintu kematian, dan hal ini tidaklah menjadi masalah, akan tetapi masalah sebenarnya adalah bagaimana ia datang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Muqbil menjelaskan sesungguhnya manusia paling cerdas – seperti yang dikatakan Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu– yaitu yang paling taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan paling banyak beramal untuk hari kembalinya (hari akhirat). Karena alasan itulah, maka hendaknya orang yang berakal terus berusaha dan yang beramal terus bersungguh-sungguh.

Pada hari itu nampaklah taghabun (kesalahan-kesalahan), kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari termasuk yang tampak segala kesalahan di dunia dan akhirat.

Di antara mutiara nasehatnya: “Tahlukah (kebinasaan) adalah seorang hamba melakukan dosa, kemudian ia tidak melakukan amal kebaikan sesudahnya hingga ia binasa.’

Ucapannya di saat yang lain menjelaskan mutiara nasehatnya ini: “Perhatikanlah, begitu banyak orang yang memutihkan bajunya, namun mengotori agamanya. Perhatikanlah, betapa banyak orang yang ingin memuliakan dirinya, padahal ia justru menghinakannya.

Perhatikanlah, segeralah menggantikan keburukan di masa lalu dengan berbagai kebaikan yang baru. Jikalau salah seorang darimu melakukan kesalahan sepenuh di antara langit dan bumi, kemudian ia melakukan amal kebaikan, niscaya kebaikannya berada di atas kesalahannya, sehingga ia mengalahkannya”

Ini merupakan fiqh (pemahaman) dari Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu, karena sesungguhnya tatkala Allah Ta’ala memberikan kemurahan terhadap hamba hamba-Nya dengan melipatgandakan kebaikan, sementara keburukan tidak lebih dari satu saja, jadilah orang yang benar-benar binasa yaitu yang keburukannya mengalahkan kebaikannya.



Sebagaimana Nabi Muhammad SAW meriwayatkan dari Allah SWT dalam hadis dilipat gandakannya kebaikan dan membalas keburukan dengan satu balasan saja.

Dan beliau bersabda:

[أخرجه مسلم] (( وَلاَيَهْلِكُ عَلَى اللهِ إِلاَّ هَالِكٌ ))

“Dan tidak binasa terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali orang yang binasa.” (HR. Muslim 131 dari Ibnu Abbas radh)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1244 seconds (0.1#10.140)