Dia Muslim Tapi Dalam Perang Badar Jadi Prajurit Kafir Quraisy

Rabu, 04 Agustus 2021 - 05:00 WIB
loading...
Dia Muslim Tapi Dalam Perang Badar Jadi Prajurit Kafir Quraisy
Abbas bin Abdul Muthalib berada di pihak kafir Quraisy saat perang Badar. Ilustrasi/Ist
A A A
DALAM Perang Badar yang berkecamuk antara kaum muslimin dan kaum musyrikin, Abbas Bin Abdul Muthalib yang berada di pihak musyrikin berhasil ditawan oleh Abui Yusr, Ka'ab bin Amru. Menurut Ahli sejarah, kedua orang yang menangkap Paman Rasulullah ini berbadan kurus dan lemah, sedangkan Abbas adalah pria yang tinggi dan besar.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya keheranan, "Ya Abai Yusr, bagaimana kau bisa menawan Abbas?"

"Ya Rasulullah, aku dibantu oleh seorang yang belum pernah kulihat sebelum dan sesudah itu," jawab Abui Yusr dengan mengutarakan ciri-ciri dan perawakan orang yang membantu itu.

"Kau dibantu oleh seorang malaikat yang pemurah," sabda Rasulullah.



Ketika Abbas jatuh sebagai tawanan, pertanyaan pertama yang terlontar adalah tentang keadaan Muhammad kepada yang menawannya, "Bagaimana keadaan Muhammad dalam peperangan ini?"

"Allah memuliakan dan menenangkannya," jawabnya.

"Segala sesuatu selain Allah rusak. Kini, apa maumu?" tanya Abbas.

"Rasulullah melarang kami membunuhmu," jawabnya.

"Itu bukan kebaikannya yang pertama."

Abbas diborgol dan dikumpulkan bersama tawanan perang lainnya. Kiranya, ikatannya terlalu keras sehingga ia merintih kesakitan. Ternyata rintihan itu terdengar oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau gelisah dan tidak bisa memejamkan matanya. Berapa orang sahabat yang melihatnya belum tidur, menegurnya, "Wahai Nabi Allah, sudah jauh malam, engkau belum tidur?"

"Aku mendengar rintihan Abbas," jawab Nabi.

Orang itu lalu pergi melonggarkan ikatannya, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bertanya lagi, "Mengapa sekarang aku tidak mendengarkan rintihannya?"

"Aku longgarkan ikatannya, ya Rasulullah," jawab sahabat.

"Lakukanlah juga terhadap semua tawanan lainnya," perintah Nabi.

Pagi harinya, semua tawanan dihadapkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya, sampai giliran Abbas.



Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Ya Abbas, tebuslah dirimu dan keponakanmu aqil bin Abi Thalib, Naufal bin al-Harits, dan teman karibmu Utbah bin Amru bin Jahdam karena engkau seorang kaya. "

"Ya Rasulullah, saya ini seorang Muslim, tetapi saya dipaksa ikut berperang oleh mereka," ucap Abbas.

"Allah saja yang Maha Tahu dengan keislamanmu itu: kalau pengakuanmu itu benar, Allah akan mengganjarmu, namun aku melihatmu dari segi lahirmu maka bayarlah tebusanmu itu."

“Aku tidak mempunyai uang, ya Rasulullah."

"Mana uang yang kau simpan pada Ummul Fadhal, isterimu, ketika kau hendak keluar ikut berperang, lalu pesanmu kepadanya, 'Kalau aku tewas dalam peperangan, uang itu dibagi-bagikan antara kau, Fadhal, Abdullah, Ubaidullah, dan Qatsam'?" Tanya Rasulullah.

"Dari mana kau tahu ini padahal aku tidak pernah memberitahukan hal itu kepada siapa pun?" tanya Abbas keheranan.

"Allah Subhanahu wata'ala yang memberitahukan rahasiamu itu," jawab Nabi.

"Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan engkau benar-benar rasul Allah, bahwa kau seorang yang jujur."

Pada saat itu, turunlah firman Allah Subhanahu wata'ala.

"Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan- tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( QS al-Anfal: 70 )



Abbas berkomentar, "Allah berkenan menepati janji-Nya kepadaku, memberikan kebaikan lebih dari apa yang diambil: 20 uqiyah diganti dengan 20 orang budak. Kini, aku sedang menantikan pengampun-Nya. Aku diberi kuasa mengurus air zamzam dan aku bisa merasa bangga lebih dari itu, meskipun aku memiliki semua harta penduduk kota Makkah. Kini, aku sedang menantikan pengampunan-Nya."

Akan tetapi, darimana ia memiliki harta bila membeli dua puluh orang budak dan tiap budak memiliki modal edar yang diperdagangkan?

Ibnu Sa'ad dalam bukunya, ath-Thabaqat al-kubra, menyebutkan bahwa al-Ala' bin al-Hadhrami mengirimkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Harta benda sebanyak 80.000. Belum pernah Nabi menerima lebih dari itu. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengundang kaum muslimin. Begitu mereka melihat timbunan harta itu, penuh sesaklah masjid dengan orang-orang. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam membagi-bagikan harta itu seolah-olah tanpa perhitungan dan pertimbangan, masing-masing diberikan segenggam.

Abbas datang, lalu berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam., "Ya Rasulullah, aku telah memberikan tebusanku dan tebusan Aqil bin Abi Thalib dalam perang Badar. Aqil tidak punya uang penggantinya. Berikan aku dari uang ini!"

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tertawa lebar sehingga terlihat gigi taringnya, lalu bersabda, "Harta itu diambil seperlunya ; yang lain dikembalikan!"

la lalu pergi dengan mengambil seperlunya, seraya berucap, "Janji Allah kepadaku, yang satu sudah ditepati dan yang lain aku belum tahu!"



Tak Ikut Hijrah
Abbas dicatat sejarah dengan tinta emas dalam baiat al-Aqabah al-Kubra. Ia bertindak sebagai seorang penasihat dan perunding ahli, menyertai keponakannya dalam majelis itu, membentangkan sikapnya dengan tepat, dan mengamati sikap kaum Anshar yang hendak menerima kedatangannya ke Madinah dengan cermat.

la memberikan gambaran kepada mereka akan bahaya dan risiko yang akan mereka hadapi sepanjang hidup mereka jika menerima Muhammad Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.

Bangsa Arab tidak akan membiarkan Muhammad dan dakwahnya berkembang dengan mulus kecuali kalau mereka terpaksa.

Pada akhir perundingan, sesudah ia yakin bahwa kaum Anshar dari Yastrib itu terdiri atas para pahlawan yang berbudi luhur yang bisa dipercaya dan menerima keponakannya, barulah ia bangkit mempertemukan tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dengan tangan wakil kaum Anshar itu sebagai tanda baiat disetujui dan janji setia dimulai, disertai doa harap kepada Allah Subhanahu wata'ala mudah-mudahan persekutuannya yang luhur akan melindungi agama-Nya dan Dia memberi taufiq dan hidayah-Nya.

Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam Hijrah ke Yastrib, Abbas menyatakan hasratnya akan menyusul ke sana. Akan tetapi, beliau mencegahnya dan menganjurkan supaya tinggal di Makkah saja dulu supaya bisa mendukung semangat kaum mustadh'afin di Makkah yang belum bisa hijrah meninggalkan Makkah.

Abbas patuh kepada perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Ia tinggal di Mekkah bersama kelompok kaum muslimin yang belum sanggup pergi berhijrah, menyiapkan kesempatan dan bekal mereka, menutup utang-utang mereka, mengamati gerak-gerik kaum Quraisy supaya selalu diketahui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak bisa mengadakan serangan mendadak kepada mereka.



Pada permulaan Islam, Abbas banyak melunasi utang kaum muslimin yang fakir miskin. la menjadi tawanan dalam Perang Badar, ia diborgol dan diringkus bersama tawanan yang lain. Ketika borgolnya dilonggarkan, para tawanan yang lain pun harus dilonggarkan.

Tawanan lain harus, membayar uang tebusan, Abbas pun harus membayar uang tebusan diri dan keluarganya. Itulah Islam, tidak ada sistem famili atau keluarga, tidak mengutamakan kawan atau kenalan. Tolak ukur keutamaan seseorang hanyalah karena ketakwaan dan amal salehnya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1662 seconds (0.1#10.140)