Misteri Umar bin Khattab Saat Ikut Hijrah ke Madinah
loading...
A
A
A
Mereka merupakan suatu kekuatan yang dapat mengangkat martabat dan membina kaum Muslimin. Rasulullah menginginkan agar martabat mereka lebih tinggi, persatuan mereka lebih kuat. Dengan menjalin pertalian yang lebih erat antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, maka rasa persatuan dan harga diri mereka itu akan lebih kuat lagi. Oleh karena itu diajaknya mereka saling bersaudara setiap dua orang.
Beliau sendiri mempersaudarakan Ali bin Abi Thalib; Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan bekas budaknya Zaid bin Harisah; Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid; juga setiap orang dari kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Ansar, yang oleh Rasulullah dijadikan hukum saudara sedarah dan senasab. Dalam hal ini Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Utban bin Malik, saudara Banu Salim bin Auf bin Amr bin Auf al-Khazraji.
Menurut sumber-sumber Ibn Sa'd disebutkan bahwa Rasulullah mempersaudarakan Abu Bakar dengan Umar, sumber lain menyebutkan bahwa ia mempersaudarakan Umar dengan Uwaim bin Sa'idah; sumber ketiga menyebutkan Umar dipersaudarakan dengan Mu'az bin Afra'.
Kemudian terdapat lagi beberapa sumber lain seperti yang dicatat oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari. Sumber yang sudah masyhur dan mutawatir menyebutkan bahwa Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik.
Cara mempersaudarakan demikian memperkuat kedudukan Muslimin di Madinah, sehingga kaum musyrik dan Yahudi benar-benar memperhitungkan kekuatan mereka. Karena itu kalangan Yahudi tanpa ragu lagi mengajak damai dengan Rasulullah.
Mereka membuat perjanjian dengan Rasulullah yang menjamin adanya kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat serta menghormati kota Madinah, menghormati kehidupan dan harta dan larangan melakukan kejahatan.
Persetujuan ini memperlemah kedudukan Aus dan Khazraj yang masih tetap musyrik, dan sekaligus memperkuat kedudukan kaum Muslimin.
Haekal menulis, kedudukan dan kekuatan yang dicapai Muslimin dalam kehidupan masyarakat di Madinah telah membuka cakrawala baru bagi Umar bin Khattab, yang selama di Makkah tak pernah ada. Dia laki-laki yang penuh disiplin, laki-laki bijaksana yang telah berjuang demi disiplin.
Kaum Muslimin di Makkah merupakan kaum minoritas yang dilindungi oleh keimanan mereka yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak tergoda dan tidak menjadi lemah, dengan bersikap negatif dalam perlawanan terhadap mereka yang mencoba menggoda agar meninggalkan agama Allah.
Perlawanan negatif demikian tidak sesuai dengan watak Umar yang selalu memberontak meluap-luap menantang siapa saja yang mau merintanginya. Untuk itu di Makkah tidak cukup tempat untuk melaksanakan segala kegiatannya sehingga menampakkan hasil.
Tetapi dalam kehidupan Muslimin di Madinah dengan segala disiplinnya yang begitu jelas, bagi Umar sudah tiba saatnya untuk memperlihatkan kepribadiannya dan harus ada pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ada sifat-sifat Umar yang di Makkah dulu tak terlihat sudah mulai tampak: sebagai manusia yang dapat melihat peristiwa sebelum terjadi, dan apa yang terjadi seolah sudah diduganya.
Baca Juga: Biografi Umar Bin Khattab, Khalifah Kedua yang Menaklukkan Romawi dan Persia
Lihat Juga: Umar bin Khattab: Si Kidal Penggembala Unta dengan Ayah yang Pemarah
Beliau sendiri mempersaudarakan Ali bin Abi Thalib; Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan bekas budaknya Zaid bin Harisah; Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid; juga setiap orang dari kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Ansar, yang oleh Rasulullah dijadikan hukum saudara sedarah dan senasab. Dalam hal ini Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Utban bin Malik, saudara Banu Salim bin Auf bin Amr bin Auf al-Khazraji.
Menurut sumber-sumber Ibn Sa'd disebutkan bahwa Rasulullah mempersaudarakan Abu Bakar dengan Umar, sumber lain menyebutkan bahwa ia mempersaudarakan Umar dengan Uwaim bin Sa'idah; sumber ketiga menyebutkan Umar dipersaudarakan dengan Mu'az bin Afra'.
Kemudian terdapat lagi beberapa sumber lain seperti yang dicatat oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari. Sumber yang sudah masyhur dan mutawatir menyebutkan bahwa Umar dipersaudarakan dengan Utban bin Malik.
Cara mempersaudarakan demikian memperkuat kedudukan Muslimin di Madinah, sehingga kaum musyrik dan Yahudi benar-benar memperhitungkan kekuatan mereka. Karena itu kalangan Yahudi tanpa ragu lagi mengajak damai dengan Rasulullah.
Mereka membuat perjanjian dengan Rasulullah yang menjamin adanya kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat serta menghormati kota Madinah, menghormati kehidupan dan harta dan larangan melakukan kejahatan.
Persetujuan ini memperlemah kedudukan Aus dan Khazraj yang masih tetap musyrik, dan sekaligus memperkuat kedudukan kaum Muslimin.
Haekal menulis, kedudukan dan kekuatan yang dicapai Muslimin dalam kehidupan masyarakat di Madinah telah membuka cakrawala baru bagi Umar bin Khattab, yang selama di Makkah tak pernah ada. Dia laki-laki yang penuh disiplin, laki-laki bijaksana yang telah berjuang demi disiplin.
Kaum Muslimin di Makkah merupakan kaum minoritas yang dilindungi oleh keimanan mereka yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak tergoda dan tidak menjadi lemah, dengan bersikap negatif dalam perlawanan terhadap mereka yang mencoba menggoda agar meninggalkan agama Allah.
Perlawanan negatif demikian tidak sesuai dengan watak Umar yang selalu memberontak meluap-luap menantang siapa saja yang mau merintanginya. Untuk itu di Makkah tidak cukup tempat untuk melaksanakan segala kegiatannya sehingga menampakkan hasil.
Tetapi dalam kehidupan Muslimin di Madinah dengan segala disiplinnya yang begitu jelas, bagi Umar sudah tiba saatnya untuk memperlihatkan kepribadiannya dan harus ada pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ada sifat-sifat Umar yang di Makkah dulu tak terlihat sudah mulai tampak: sebagai manusia yang dapat melihat peristiwa sebelum terjadi, dan apa yang terjadi seolah sudah diduganya.
Baca Juga: Biografi Umar Bin Khattab, Khalifah Kedua yang Menaklukkan Romawi dan Persia
Lihat Juga: Umar bin Khattab: Si Kidal Penggembala Unta dengan Ayah yang Pemarah