5 Hikmah Diharamkannya Mengawini 8 Golongan Perempuan Mahram

Jum'at, 03 Maret 2023 - 15:13 WIB
Banyak hikmah Islam mengharamkan pernikahan dengan mahram. Foto/Ilustrasi: Ist
Setiap muslim diharamkan kawin dengan salah seorang perempuan yang masuk kategori mahram . Mereka itu diharamkan oleh Islam terhadap seorang muslim untuk selama-lamanya, dalam waktu apapun dan dalam keadaan apapun. Dan si laki-laki dalam hubungannya dengan perempuan-perempuan tersebut disebut juga mahram .

Mereka yang disebut dalam Islam mahram adalah: (1). Istri ayah. (2). Ibunya sendiri, termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu. (3). Anaknya sendiri, termasuk di dalamnya: cucu dan cabang-cabangnya. (4). Saudaranya sendiri, baik sekandung, seayah maupun seibu. (5). Bibinya sendiri (saudara ayah), baik dia itu sekandung, seayah atau seibu. (6). Bibi sendiri dari pihak ibu (khalah) (saudaranya ibu), baik sekandung, seayah atau seibu. (7). Anak dari saudara laki-lakinya (keponakan). (8). Anak dari saudara perempuannya (keponakan).



Perihal istri ayah, Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) menjelaskan baik yang ditalak biasa ataupun yang karena ditinggal mati oleh ayah, haram dinikahi.

"Perkawinan semacam ini pada waktu zaman jahillah diperkenankan, yang kemudian oleh Islam dihapuskan. Sebab isteri ayah berkedudukan sebagai ibu. Maka diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini diantara hikmahnya ialah demi melindungi kehormatan ayah sendiri," jelas al-Qardhawi.

Menurutnya, diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini untuk selamanya, adalah guna memutuskan keinginan si anak dan si ibu. Sehingga dengan demikian hubungan antara keduanya dapat berlangsung dengan langgeng atas dasar penghormatan dan kewibawaan.



Selanjutnya, al-Qardhawi menjelaskan hikmah diharamkannya mengawini perempuan-perempuan golongan mahram tersebut antara lain ialah:

a) Bahwa setiap manusia yang maju, fitrahnya (jiwa murninya) pasti tidak akan suka melepaskan nafsu seksnya kepada ibu, saudara atau anak. Bahkan binatang pun sebagiannya ada yang bersikap demikian. Sedang perasaannya kepada bibi sama dengan perasaannya terhadap ibu. Paman dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu sekedudukan dengan ayah.

b) Antara seorang laki-laki dan keluarga dekatnya (aqarib) mempunyai perasaan yang menghunjam yang mencerminkan suatu penghormatan. Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan perasaan cintanya itu kepada perempuan lain melalui perkawinan, sehingga terjadi suatu perhubungan yang baru dan rasa cinta kasih-sayang antara manusia itu menjadi sangat luas. Seperti yang dikatakan Allah: "Dan Dia (Allah) akan menjadikan di antara kamu rasa cinta dan kasih-sayang." ( QS ar-Rum : 21)

c) Perasaan yang bersifat azali antara seseorang dengan keluarganya ini, harus dikukuhkan supaya terus bergelora agar perhubungan di antara sesama mereka itu dapat berlangsung terus. Mempertemukan perasaan ini melalui jenjang perkawinan dan terjadinya suatu pertengkaran, kadang-kadang dapat menimbulkan suatu perpisahan yang dapat menghilangkan keabadian dan kekekalan perasaan cinta tersebut.



d) Keturunan yang diperoleh dari keluarga dekat, kadang-kadang tidak sempurna dan lemah. Kalau pada ruas seseorang itu ada kelemahan jasmani atau akal, maka hal ini akan bisa menular kepada keturunannya.

e) Seorang perempuan sangat membutuhkan laki-laki yang melindunginya dan menjaga kemaslahatannya di samping suaminya, lebih-lebih kalau terjadi kegoncangan dalam perhubungan antara keduanya. Maka bagaimana mungkin dia akan dapat melindunginya kalau dia sendiri justru menjadi musuhnya?
(mhy)
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika sempurna ia beruntung dan jika tidak sempurna, maka Allah Azza wa Jalla berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan shalat sunnah? Bila didapati ia memiliki amalan shalat sunnah, maka Dia berfirman Lengkapilah shalat wajibnya yang kurang dengan shalat sunnahnya

(HR. Nasa'i No. 463)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More