Spekulasi Mengapa Umar bin Khattab Habisi Karir Militer Khalid bin Walid
Kamis, 10 September 2020 - 15:36 WIB
KHALIFAH Umar bin Khattab punya pandangan yang minus terhadap Khalid bin Walid sehubungan dengan peristiwa Malik bin Nuwairah, yakni ketika Khalid membunuh tokoh ini dan mengawini Laila, istri Malik. (
)
Pada kasus itu, Umar telah meminta Khalifah Abu Bakar menjatuhi sanksi namun permintaan itu tidak dikabulkan. Sejak peristiwa itu, pandangan Umar terhadap Khalid tidak berubah. Posisi Khalid, saat Umar bin Khattab menjabat khalifah ada di Syam. Jenderal itu telah dipindahkan dari Irak ke Syam atas perintah Khalifah Abu Bakar. Di sana Khalid memimpin pasukan muslim untuk menghadapi pasukan Romawi . ( )
Muhammad Husain Haekal dalam " Umar bin Khattab " menceritakan sudah lebih dari sebulan Khalid tak dapat mengalahkan pasukan Romawi, bahkan tidak menghadapinya. Ini menjadi kesempatan bagi Umar untuk memecat Khalid dari pimpinan militer dan menyerahkannya kepada Abu Ubaidah. “Itulah yang dilakukan Umar,” tulis Haekal. ( )
Keesokan harinya sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Ubaidah memberitahukan tentang meninggalnya Khalifah, kemudian surat tentang pemecatan Khalid dan pengangkatan Abu Ubaidah menggantikannya sebagai panglima dan Khalid sebagai komandan batalion yang tadinya dipegang Abu Ubaidah. ( )
Untuk menyampaikan berita wafatnya Abu Bakar, Umar mengutus Yarfa' pembantunya, sedangkan mengenai pemecatan Khalid dan pengangkatan Abu Ubaidah yang diutusnya Mahmiyat bin Zanim dan Syaddad bin Aus.
Dalam surat pengangkatannya ia berpesan kepada Abu Ubaidah dengan mengatakan: "Jangan menjerumuskan pasukan Muslimin karena mengharapkan rampasan perang. Janganlah menempatkan mereka di suatu tempat sebelum Anda merahasiakan kekuatannya dari mereka dan mengetahui bagaimana kedatangannya.” ( )
“Janganlah mengirim satuan kecuali dalam rombongan besar. Janganlah menjerumuskan pasukan Muslimin ke dalam malapetaka! Allah telah menguji Anda dengan saya dan mengujiku dengan Anda. Tutuplah matamu dari kesenangan dunia dan lupakan. Janganlah Anda sampai binasa seperti yang terjadi dengan yang sebelummu, dan Anda sudah melihat sendiri kehancuran mereka!"
Bagaimana Umar berani mempertaruhkan diri dengan memecat Khalid padahal pimpinan angkatan bersenjata Muslimin di Syam di tangan Khalid dan angkatan ini dalam situasi yang sangat genting? ( )
Haekal menjelaskan kala itu pasukan muslim tidak sedang berhadap-hadapan dengan pasukan Romawi. Begitulah keadaan mereka sebelum keberangkatan Khalid bin Walid dari Irak ke Syam. Setelah Khalid berada di tengah-tengah mereka keadaan pun tetap demikian. Kedua pihak menunggu kesempatan keluar dari situasi- yang begitu mencekam untuk menyerbu musuh.
Melihat perkembangan perang yang sedang berlangsung itu, sudah tentu segala pertimbangan ini besar sekali artinya. ( )
Menurut Haekal, jika pemecatan Khalid ditunda sampai perang selesai keadaan akan membahayakan politiknya dan akan merusak strateginya. Tak terlihat jalan lain dalam perang itu: berkesudahan dengan kekalahan pasukan Muslimin, atau dengan kemenangan. Kalau Muslimin kalah, pemecatan Khalid tak ada arti apa-apa atas kekalahan itu.
Kebalikannya, kalau menang dan Khalid sebagai panglimanya, Umar tidak akan memecat seorang panglima yang sedang dalam puncak kejayaannya. Kalau ini juga yang dilakukannya, berarti ia mengambil suatu tindakan yang sangat mengerikan. (
)
Umar cenderung tidak akan membiarkan Khalid sebagai panglima tertinggi di Syam atau di tempat lain. Oleh karenanya ia cepat-cepat mengeluarkan perintah pemecatannya. “Apa boleh buat, Khalid tak dapat mewujudkan apa yang dipercayakan Abu Bakar kepadanya,” ujar Haekal.
Kalau sesudah itu pasukan Muslimin menang, Umar tidak salah. Ia hanya melakukan apa yang diyakininya bahwa dia benar. Dalam hal ini Khalid dalam posisi yang tidak dirugikan oleh orang yang memerintahkan pemecatannya.
Menurut Haekal, sampai pada masa kita sekarang ini orang masih bertanya-tanya gerangan apa rahasia di balik pemecatan Khalid oleh Umar itu, dan Khalid Saifullah seperti diucapkan oleh Rasulullah. Dialah yang berhasil menumpas kaum murtad, kaum pembangkang dan yang telah membebaskan Irak. ( )
Dia pahlawan yang tak ada bandingannya dan dia jenius perang yang sudah tak dapat dibantah. Benarkah terbunuhnya Malik bin Nuwairah dan dikawininya istrinya oleh Khalid itu juga yang masih membekas di hati Umar sehingga ia bertindak seperti itu?
Ataukah Umar khawatir orang akan terpengaruh oleh Khalid karena kemenangannya yang terus-menerus di medan perang, yang bukan tidak mungkin akibatnya akan menjerumuskan negara ke dalam bencana?
Haekal menyebut ada beberapa orang yang berpendapat seperti kemungkinan terakhir ini. Mereka mengatakan bahwa ketika Khalid kembali ke Madinah menanyakan kepada Umar alasan pemecatannya Umar menjawab: "Saya memecatmu bukan karena meragukan Anda, tetapi banyak orang sudah tergila-gila kepadamu, maka saya khawatir Anda pun akan terpengaruh oleh mereka." ( )
Hanya saja, menurut Haekal, sumber ini tak ada dasarnya. “Yang jelas sesudah pemecatannya itu Khalid tidak pergi ke Madinah. Ia tetap di Syam meneruskan tugasnya dalam perang di bawah pimpinan Abu Ubaidah, sampai pada tahun tujuh belas sesudah hijrah, Umar baru memecatnya dari segala jabatannya dalam tentara. Saya juga tidak berpendapat bahwa terbunuhnya Malik bin Nuwairah menjadi sebab pemecatannya,” ujar Haekal.
Peristiwa itu sudah berlalu dua tahun silam setelah Umar menjabat Khalifah, dan selama dalam dua tahun ini kehebatan Khalid dalam pimpinan militer mencapai puncaknya. Peranannya dalam perang Yamamah dan perang Irak sudah menjadi buah bibir semua orang di seluruh Semenanjung, di Persia dan di Rumawi.
“Menurut hemat saya, Umar memecat Khalid karena krisis kepercayaan antara kedua orang ini. Sejak sebelum Umar menjadi Khalifah sampai selama ia dalam jabatan itu kepercayaan ini memang sudah tidak ada,” lanjut Haekal.
“Yang saya maksudkan bukan kepercayaan Umar kepada kejeniusan Khalid, atau kepercayaan Khalid akan keadilan Umar. Tetapi yang saya maksudkan kepercayaan orang yang berpandangan bijaksana terhadap temannya. Karena itu ia menutup mata atas segala kekurangannya, sehingga segala perbuatannya yang baik dapat dua kali lipat menghapus kejahatannya,” tambahnya.
Umar melihat Khalid begitu sombong sehingga ia serba tergesa-gesa, kendati ketergesaan ini bukan alasan lalu boleh melanggar perintah atasan. Karena kesombongan dan main tergesa-gesa itu juga maka ketika dalam pembebasan Makkah dulu ia melakukan pembunuhan, padahal Nabi sudah melarang pembunuhan. Begitu juga ketika ia pergi ke tempat Banu Tamim, ia membunuh Malik bin Nuwairah tanpa
izin dari Abu Bakar.
Khalid menuduh Umar yang mendorong Khalifah pertama itu menimpakan segala kesalahan kepadanya, sehingga tatkala Khalifah Abu Bakar memerintahkan ia meninggalkan Irak pergi ke Syam ia berkata: "Ini perbuatan si kidal anak Um Sakhlah, dia dengki kepada saya karena saya yang membebaskan Irak."
Jika kepercayaan antara kedua orang itu sudah hilang sedemikian rupa, kerja sama pun sudah tidak akan mungkin, terutama jika yang seorang kepala negara dan yang seorang lagi pemimpin militer dan panglimanya. Jadi tidak heran Umar memecat Khalid. Maksudnya supaya antara keduanya jangan ada hubungan langsung. Malah ia meminta Abu Ubaidah untuk menjadi atasan Khalid dan mengeluarkan segala instruksi kepadanya. Persahabatan antara Khalid dengan Abu Ubaidah sangat akrab dan baik
sekali.
Haekal menyadari kadang ada yang berkeberatan dengan pendapat kita ini, karena Khalifah tidak mengurus masalah negara untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan umat. Oleh karena itu Umar harus melupakan segala persoalan dengan Khalid, dan membiarkan Saifullah berjalan tanpa diamati, dengan mengambil contoh dari Khalifah Abu Bakar, dan apa yang dikerjakannya menjadi contoh pula bagi kaum Muslimin dalam menilai pekerjaan orang, dan penilaian ini berada di atas segala pertimbangan dan kecenderungan pribadi.
Sudah tentu menurut teori logika keberatan ini ada nilainya juga, tetapi dalam kenyataan hidup nilai ini menjadi hilang sama sekali. “Kita umat manusia tak dapat bertindak sendiri menghadapi masalah-masalah kehidupan ini menurut pertimbangan akal kita saja; perasaan kita juga sering sekali mempengaruhi kita. Baik yang kita isyaratkan itu khusus mengenai persoalan kita sendiri atau mengenai persoalan orang lain yang diwakilkan kepada kita. Seperti dengan pikiran kita, kita terpengaruh ketika tindakan itu kita lakukan dengan perasaan kita,” tutur Haekal.
Dalam kecenderungan kita, tambah Haekal, adakalanya pengaruh perasaan itu lebih besar daripada pengaruh pikiran kita. Suatu hal yang mustahil kita dapat membuat tabir pemisa antara kekuatan perasaan dengan kekuatan akal pikiran.
Memang benar, ada orang yang lebih banyak terpengaruh oleh perasaan, ada pula yang lebih banyak terpengaruh oleh pikirannya. Tetapi perbedaan jumlah tidak akan mengubah perpaduan perasaan dengan akal pikiran itu dalam menjalankan keputusan-keputusan kita.
“Sudah tentu, Umar juga terpengaruh oleh perasaannya sendiri terhadap Khalid. Barangkali juga ia menduga bahwa Khalid mendengkinya dalam soal kekhalifahan, seperti halnya dengan Khalid dulu yang mengira Umar mendengkinya dalam soal pembebasan Irak,” ujar Haekal lagi.
Kedua orang ini luar biasa kuatnya dalam bidangnya masing-masing. Jika dua perasaan ini saling bertemu dalam keadaan demikian, dikhawatirkan akan terjadi perbenturan, dan perbenturan ini akan membawa akibat yang buruk sekali terhadap negara dan masa depannya. Oleh karena itu Umar segera mengambil langkah tegas yang tak kenal ampun. Yang dilihatnya bukan segi keadilan, tetapi segi ketertiban umum dan keselamatan negara.
Tetapi dari pihaknya tindakan Umar memecat Khalid tidak aneh, sekalipun ini yang pertama dalam bentuknya. Bahkan inilah politiknya yang dijalankan terhadap para wakil dan gubernurnya selama pemerintahannya itu.
Kelak akan kita lihat bahwa tindakannya terhadap para pejabatnya dengan disiplin yang keras sudah biasa dalam garis kebijaksanaannya, dan memang ini pula yang diajarkan kepada mereka dan jika ada pengaduan dalam soal ini mereka akan diadili, dan siapa saja yang tidak memuaskan dalam memegang amanat dan menjalankan tugasnya akan dipecat. Itulah, karena ia cenderung memusatkan semua kekuasaan di tangannya.
Pada pertama kali memegang jabatannya itu ia berkata: "Demi Allah, jika terjadi sesuatu mengenai persoalan kalian ini, lalu yang lain datang berkuasa jauh sesudahku, maka mereka kembali akan meninggalkan pesan dan amanat itu. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka."
Kalau pandangan demikian bertemu dalam suatu politik negara seperti yang dikenal tentang Umar dan pandangannya terhadap Khalid serta hilangnya kepercayaan dan persahabatan antara kedua orang ini, rahasia pemecatan Khalid ini akan terungkap, dan akan terungkap pula letak rahasia ini dari hati Umar.
Haekal mengatakan Umar sudah memecat Khalid dari pimpinan militer di Syam dan pimpinan itu diserahkannya kepada Abu Ubaidah. Tetapi ini tidak mengubah posisi pasukan Muslimin terhadap Romawi dan tidak pula akan memperkuat mereka dalam perang. Bahkan sebaliknya, akan menimbulkan malapetaka besar.
Pada kasus itu, Umar telah meminta Khalifah Abu Bakar menjatuhi sanksi namun permintaan itu tidak dikabulkan. Sejak peristiwa itu, pandangan Umar terhadap Khalid tidak berubah. Posisi Khalid, saat Umar bin Khattab menjabat khalifah ada di Syam. Jenderal itu telah dipindahkan dari Irak ke Syam atas perintah Khalifah Abu Bakar. Di sana Khalid memimpin pasukan muslim untuk menghadapi pasukan Romawi . ( )
Muhammad Husain Haekal dalam " Umar bin Khattab " menceritakan sudah lebih dari sebulan Khalid tak dapat mengalahkan pasukan Romawi, bahkan tidak menghadapinya. Ini menjadi kesempatan bagi Umar untuk memecat Khalid dari pimpinan militer dan menyerahkannya kepada Abu Ubaidah. “Itulah yang dilakukan Umar,” tulis Haekal. ( )
Keesokan harinya sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat, Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Ubaidah memberitahukan tentang meninggalnya Khalifah, kemudian surat tentang pemecatan Khalid dan pengangkatan Abu Ubaidah menggantikannya sebagai panglima dan Khalid sebagai komandan batalion yang tadinya dipegang Abu Ubaidah. ( )
Untuk menyampaikan berita wafatnya Abu Bakar, Umar mengutus Yarfa' pembantunya, sedangkan mengenai pemecatan Khalid dan pengangkatan Abu Ubaidah yang diutusnya Mahmiyat bin Zanim dan Syaddad bin Aus.
Dalam surat pengangkatannya ia berpesan kepada Abu Ubaidah dengan mengatakan: "Jangan menjerumuskan pasukan Muslimin karena mengharapkan rampasan perang. Janganlah menempatkan mereka di suatu tempat sebelum Anda merahasiakan kekuatannya dari mereka dan mengetahui bagaimana kedatangannya.” ( )
“Janganlah mengirim satuan kecuali dalam rombongan besar. Janganlah menjerumuskan pasukan Muslimin ke dalam malapetaka! Allah telah menguji Anda dengan saya dan mengujiku dengan Anda. Tutuplah matamu dari kesenangan dunia dan lupakan. Janganlah Anda sampai binasa seperti yang terjadi dengan yang sebelummu, dan Anda sudah melihat sendiri kehancuran mereka!"
Bagaimana Umar berani mempertaruhkan diri dengan memecat Khalid padahal pimpinan angkatan bersenjata Muslimin di Syam di tangan Khalid dan angkatan ini dalam situasi yang sangat genting? ( )
Haekal menjelaskan kala itu pasukan muslim tidak sedang berhadap-hadapan dengan pasukan Romawi. Begitulah keadaan mereka sebelum keberangkatan Khalid bin Walid dari Irak ke Syam. Setelah Khalid berada di tengah-tengah mereka keadaan pun tetap demikian. Kedua pihak menunggu kesempatan keluar dari situasi- yang begitu mencekam untuk menyerbu musuh.
Melihat perkembangan perang yang sedang berlangsung itu, sudah tentu segala pertimbangan ini besar sekali artinya. ( )
Menurut Haekal, jika pemecatan Khalid ditunda sampai perang selesai keadaan akan membahayakan politiknya dan akan merusak strateginya. Tak terlihat jalan lain dalam perang itu: berkesudahan dengan kekalahan pasukan Muslimin, atau dengan kemenangan. Kalau Muslimin kalah, pemecatan Khalid tak ada arti apa-apa atas kekalahan itu.
Kebalikannya, kalau menang dan Khalid sebagai panglimanya, Umar tidak akan memecat seorang panglima yang sedang dalam puncak kejayaannya. Kalau ini juga yang dilakukannya, berarti ia mengambil suatu tindakan yang sangat mengerikan. (
Baca Juga
Umar cenderung tidak akan membiarkan Khalid sebagai panglima tertinggi di Syam atau di tempat lain. Oleh karenanya ia cepat-cepat mengeluarkan perintah pemecatannya. “Apa boleh buat, Khalid tak dapat mewujudkan apa yang dipercayakan Abu Bakar kepadanya,” ujar Haekal.
Kalau sesudah itu pasukan Muslimin menang, Umar tidak salah. Ia hanya melakukan apa yang diyakininya bahwa dia benar. Dalam hal ini Khalid dalam posisi yang tidak dirugikan oleh orang yang memerintahkan pemecatannya.
Menurut Haekal, sampai pada masa kita sekarang ini orang masih bertanya-tanya gerangan apa rahasia di balik pemecatan Khalid oleh Umar itu, dan Khalid Saifullah seperti diucapkan oleh Rasulullah. Dialah yang berhasil menumpas kaum murtad, kaum pembangkang dan yang telah membebaskan Irak. ( )
Dia pahlawan yang tak ada bandingannya dan dia jenius perang yang sudah tak dapat dibantah. Benarkah terbunuhnya Malik bin Nuwairah dan dikawininya istrinya oleh Khalid itu juga yang masih membekas di hati Umar sehingga ia bertindak seperti itu?
Ataukah Umar khawatir orang akan terpengaruh oleh Khalid karena kemenangannya yang terus-menerus di medan perang, yang bukan tidak mungkin akibatnya akan menjerumuskan negara ke dalam bencana?
Haekal menyebut ada beberapa orang yang berpendapat seperti kemungkinan terakhir ini. Mereka mengatakan bahwa ketika Khalid kembali ke Madinah menanyakan kepada Umar alasan pemecatannya Umar menjawab: "Saya memecatmu bukan karena meragukan Anda, tetapi banyak orang sudah tergila-gila kepadamu, maka saya khawatir Anda pun akan terpengaruh oleh mereka." ( )
Hanya saja, menurut Haekal, sumber ini tak ada dasarnya. “Yang jelas sesudah pemecatannya itu Khalid tidak pergi ke Madinah. Ia tetap di Syam meneruskan tugasnya dalam perang di bawah pimpinan Abu Ubaidah, sampai pada tahun tujuh belas sesudah hijrah, Umar baru memecatnya dari segala jabatannya dalam tentara. Saya juga tidak berpendapat bahwa terbunuhnya Malik bin Nuwairah menjadi sebab pemecatannya,” ujar Haekal.
Peristiwa itu sudah berlalu dua tahun silam setelah Umar menjabat Khalifah, dan selama dalam dua tahun ini kehebatan Khalid dalam pimpinan militer mencapai puncaknya. Peranannya dalam perang Yamamah dan perang Irak sudah menjadi buah bibir semua orang di seluruh Semenanjung, di Persia dan di Rumawi.
“Menurut hemat saya, Umar memecat Khalid karena krisis kepercayaan antara kedua orang ini. Sejak sebelum Umar menjadi Khalifah sampai selama ia dalam jabatan itu kepercayaan ini memang sudah tidak ada,” lanjut Haekal.
“Yang saya maksudkan bukan kepercayaan Umar kepada kejeniusan Khalid, atau kepercayaan Khalid akan keadilan Umar. Tetapi yang saya maksudkan kepercayaan orang yang berpandangan bijaksana terhadap temannya. Karena itu ia menutup mata atas segala kekurangannya, sehingga segala perbuatannya yang baik dapat dua kali lipat menghapus kejahatannya,” tambahnya.
Umar melihat Khalid begitu sombong sehingga ia serba tergesa-gesa, kendati ketergesaan ini bukan alasan lalu boleh melanggar perintah atasan. Karena kesombongan dan main tergesa-gesa itu juga maka ketika dalam pembebasan Makkah dulu ia melakukan pembunuhan, padahal Nabi sudah melarang pembunuhan. Begitu juga ketika ia pergi ke tempat Banu Tamim, ia membunuh Malik bin Nuwairah tanpa
izin dari Abu Bakar.
Khalid menuduh Umar yang mendorong Khalifah pertama itu menimpakan segala kesalahan kepadanya, sehingga tatkala Khalifah Abu Bakar memerintahkan ia meninggalkan Irak pergi ke Syam ia berkata: "Ini perbuatan si kidal anak Um Sakhlah, dia dengki kepada saya karena saya yang membebaskan Irak."
Jika kepercayaan antara kedua orang itu sudah hilang sedemikian rupa, kerja sama pun sudah tidak akan mungkin, terutama jika yang seorang kepala negara dan yang seorang lagi pemimpin militer dan panglimanya. Jadi tidak heran Umar memecat Khalid. Maksudnya supaya antara keduanya jangan ada hubungan langsung. Malah ia meminta Abu Ubaidah untuk menjadi atasan Khalid dan mengeluarkan segala instruksi kepadanya. Persahabatan antara Khalid dengan Abu Ubaidah sangat akrab dan baik
sekali.
Haekal menyadari kadang ada yang berkeberatan dengan pendapat kita ini, karena Khalifah tidak mengurus masalah negara untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan umat. Oleh karena itu Umar harus melupakan segala persoalan dengan Khalid, dan membiarkan Saifullah berjalan tanpa diamati, dengan mengambil contoh dari Khalifah Abu Bakar, dan apa yang dikerjakannya menjadi contoh pula bagi kaum Muslimin dalam menilai pekerjaan orang, dan penilaian ini berada di atas segala pertimbangan dan kecenderungan pribadi.
Sudah tentu menurut teori logika keberatan ini ada nilainya juga, tetapi dalam kenyataan hidup nilai ini menjadi hilang sama sekali. “Kita umat manusia tak dapat bertindak sendiri menghadapi masalah-masalah kehidupan ini menurut pertimbangan akal kita saja; perasaan kita juga sering sekali mempengaruhi kita. Baik yang kita isyaratkan itu khusus mengenai persoalan kita sendiri atau mengenai persoalan orang lain yang diwakilkan kepada kita. Seperti dengan pikiran kita, kita terpengaruh ketika tindakan itu kita lakukan dengan perasaan kita,” tutur Haekal.
Dalam kecenderungan kita, tambah Haekal, adakalanya pengaruh perasaan itu lebih besar daripada pengaruh pikiran kita. Suatu hal yang mustahil kita dapat membuat tabir pemisa antara kekuatan perasaan dengan kekuatan akal pikiran.
Memang benar, ada orang yang lebih banyak terpengaruh oleh perasaan, ada pula yang lebih banyak terpengaruh oleh pikirannya. Tetapi perbedaan jumlah tidak akan mengubah perpaduan perasaan dengan akal pikiran itu dalam menjalankan keputusan-keputusan kita.
“Sudah tentu, Umar juga terpengaruh oleh perasaannya sendiri terhadap Khalid. Barangkali juga ia menduga bahwa Khalid mendengkinya dalam soal kekhalifahan, seperti halnya dengan Khalid dulu yang mengira Umar mendengkinya dalam soal pembebasan Irak,” ujar Haekal lagi.
Kedua orang ini luar biasa kuatnya dalam bidangnya masing-masing. Jika dua perasaan ini saling bertemu dalam keadaan demikian, dikhawatirkan akan terjadi perbenturan, dan perbenturan ini akan membawa akibat yang buruk sekali terhadap negara dan masa depannya. Oleh karena itu Umar segera mengambil langkah tegas yang tak kenal ampun. Yang dilihatnya bukan segi keadilan, tetapi segi ketertiban umum dan keselamatan negara.
Tetapi dari pihaknya tindakan Umar memecat Khalid tidak aneh, sekalipun ini yang pertama dalam bentuknya. Bahkan inilah politiknya yang dijalankan terhadap para wakil dan gubernurnya selama pemerintahannya itu.
Kelak akan kita lihat bahwa tindakannya terhadap para pejabatnya dengan disiplin yang keras sudah biasa dalam garis kebijaksanaannya, dan memang ini pula yang diajarkan kepada mereka dan jika ada pengaduan dalam soal ini mereka akan diadili, dan siapa saja yang tidak memuaskan dalam memegang amanat dan menjalankan tugasnya akan dipecat. Itulah, karena ia cenderung memusatkan semua kekuasaan di tangannya.
Pada pertama kali memegang jabatannya itu ia berkata: "Demi Allah, jika terjadi sesuatu mengenai persoalan kalian ini, lalu yang lain datang berkuasa jauh sesudahku, maka mereka kembali akan meninggalkan pesan dan amanat itu. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka."
Kalau pandangan demikian bertemu dalam suatu politik negara seperti yang dikenal tentang Umar dan pandangannya terhadap Khalid serta hilangnya kepercayaan dan persahabatan antara kedua orang ini, rahasia pemecatan Khalid ini akan terungkap, dan akan terungkap pula letak rahasia ini dari hati Umar.
Haekal mengatakan Umar sudah memecat Khalid dari pimpinan militer di Syam dan pimpinan itu diserahkannya kepada Abu Ubaidah. Tetapi ini tidak mengubah posisi pasukan Muslimin terhadap Romawi dan tidak pula akan memperkuat mereka dalam perang. Bahkan sebaliknya, akan menimbulkan malapetaka besar.
(mhy)