Tiga Pendapat Soal Ruhsoh Puasa bagi Perempuan Hamil

Minggu, 13 Desember 2020 - 08:01 WIB
Dari shahabat Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :

“Sesungguhnya Allah memberikan keringanan setengah dari kewajiban sholat (yakni dengan mengqoshor) dan kewajiban bershaum kepada seorang musafir serta wanita hamil dan menyusui.” [HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i, dan Al-Imam Ahmad].

(Baca juga : Kuasa Hukum: Pasal yang Dikenakan terhadap Habib Rizieq Tidak Relevan )

Pelajaran yang terdapat di dalam hadis itu adalah perempuan hamil atau menyusui mendapatkan ruhsoh untuk tidak berpuasa dan harus mengganti dengan qodho' atau fidyah. Terkait ruhsoh ini ada tiga pendapat :

1. Pendapat pertama, perempuan hamil atau menyusui yang berifthar (tidak puasa) terkenai pada keduanya kewajiban qadha` saja tanpa fidyah sebagaimana musafir. Pendapat ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Asy-Syaikh Bin Baz, Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, dan Al-Lajnah Ad-Da`imah.

2- Pendapat kedua, bahwa wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak puasa) karena kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, wajib atasnya untuk membayar fidyah, tanpa harus mengqadha`.

(Baca juga : Erick Thohir: Jangan Terjebak dengan Isu Asal Vaksin )

Di antara dalilnya adalah atsar Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata :

الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا [رواه أبو داود]

“Wanita hamil atau menyusui dalam keadaan keduanya takut terhadap anaknya boleh bagi keduanya berifthar (tidak puasa) dan wajib bagi keduanya membayar fidyah. (HR Abu Dawud).

3- Pendapat ketiga adalah wajib atas wanita hamil dan menyusui yang tidak puasa pada bulan Ramadhan untuk mengqadha` sekaligus membayar fidyah apabila yang menyebabkan dia tidak bershaum adalah kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya.

Namun apabila yang menyebabkan dia tidak bershaum adalah karena memang dia sendiri (wanita hamil atau menyusui) tidak mampu bershaum tanpa disebabkan kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, maka wajib atasnya mengqadha` tanpa membayar fidyah.

(Baca juga : Habib Rizieq Ditahan, Fadli Zon: Kini Terang Benderang Siapa yang Zalim )

Di antara ‘ulama masa kini yang mentarjih pendapat ini adalah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah dalam kitab Al-Muntaqa.

Dari tiga pendapat di atas, beberapa ulama di Indonesia lebih meyakini pendapat kedua, yakni membayar fidyah pada setiap harinya seorang miskin dan tidak ada qodho’ bagi keduanya, sebagai pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran. Karena pendapat ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh dua shahabat terkemuka, yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma. Bagi yang mau memilih pendapat pertama dan ketiga silahkan.

Wallahu 'Alam.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(wid)
Halaman :
cover top ayah
رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوۡبَنَا بَعۡدَ اِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِنۡ لَّدُنۡكَ رَحۡمَةً ‌ ۚ اِنَّكَ اَنۡتَ الۡوَهَّابُ
Mereka berdoa, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.

(QS. Ali 'Imran Ayat 8)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More