Langkah Khalifah Ali bin Abu Thalib Setelah Berhasil Menaklukkan Siti Aisyah

Senin, 01 Februari 2021 - 18:22 WIB
Ilustrasi/Ist
SELESAI menumpas pemberontakan Thalhah dalam perang "Jamal" di Bashrah, Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. tidak berniat pulang ke Madinah . Ia hendak memanfaatkan ketinggian mental pasukannya yang baru menang perang guna menghadapi pasukan Muawiyah (Syam) yang sudah mulai memusatkan kekuatan di Shiffin, yang letaknya tak seberapa jauh dari Kufah .

Kufah pada waktu itu berada di bawah seorang penguasa daerah yang dahulu diangkat oleh Khalifah Utsman bin Affan r.a. , yaitu Abu Musa Al-Asy'ariy . Untuk mengerahkan dukungan dari penduduk Kufah, diperlukan usaha-usaha meyakinkan lebih dahulu. Sebab, bagaimana pun juga kota itu tak mungkin dapat dijadikan tempat pemusatan pasukan Ali bin Abu Thalib r.a., selama penduduknya belum benar-benar meyakini benarnya perjuangan menumpas kaum pemberontak yang digerakkan dari Syam.

Sikap Kufah

Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husain memaparkan setibanya dekat perbatasan Kufah, Ali bin Abu Thalib r.a. mengutus Ammar bin Yasir dan Muhammad bin Abu Bakar menemui Abu Musa Al-Asy'ariy, penguasa daerah Kufah.

Perutusan itu bertugas mengajak penduduk berjuang bersama Ali bin Abu Thalib r.a. dan pasukannya dalam menumpas pemberontakan Muawiyah.

Sore harinya, setelah mengadakan pembicaraan dengan perutusan Ali bin Abu Thalib r.a., Abu Musa dihujani pertanyaan oleh sejumlah penduduk yang masih bingung.

Mereka bertanya-tanya tentang sikap apa yang harus diambil. Mendukung perjuangan Ali bin Abu Thalib r.a. atau tidak. Jawaban yang diberikan Abu Musa atas pertanyaan sejumlah penduduk itu secara kebetulan didengar oleh perutusan Ali bin Abu Thalib r.a.

Perutusan Ali bin Abu Thalib r.a. menegur Abu Musa karena jawabannya yang tidak jelas kepada rakyat. Abu Musa tidak menyerah begitu saja atas teguran perutusan Ali bin Abu Thalib r.a., sehingga terjadi perdebatan.

Abu Musa dalam membela pendiriannya mengatakan: "Hai saudara-saudara, kalian adalah para sahabat Rasulullah SAW yang sering menemani beliau dalam berbagai kejadian. Kalian tentu lebih tahu kehendak Allah dan Rasul-Nya dibanding dengan orang-orang lain yang tidak pernah menemani Rasulullah SAW . Aku wajib menyampaikan sabda Rasulullah, bahwa fitnah akan datang, orang yang tidur lebih baik dari yang melek, orang yang duduk lebih baik dari pada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada yang menunggang kuda!

Oleh karena itu masukkanlah pedang-pedang kalian ke dalam sarung, dan tunggu dulu sampai fitnah itu meletus dengan jelas!"

Karena kata-kata Abu Musa itu juga didengar oleh sejumlah penduduk Kufah, maka Ammar bin Yasir segera mengatakan: "Hai saudara-saudara. Abu Musa melarang kalian mencampuri urusan dua pihak yang sedang bertikai. Demi Allah, apa yang dikatakan olehnya itu sama sekali tidak bisa dibenarkan. Allah tidak akan ridha terhadap hamba-Nya yang mengikuti perkataan Abu Musa!

Allah telah berfirman, (artinya): "Jika ada dua golongan dari kaum muslimin berperang, maka damaikanlah dua-duanya. Jika salah satu dari dua golongan itu berbuat zalim terhadap yang lain, maka perangilah pihak yang berbuat zalim itu sampai mereka kembali patuh kepada perintah Allah. Bila pihak itu sudah mematuhi perintah Allah, maka damaikanlah dua-duanya dengan adil, dan hendaknya kalian benar-benar berlaku adil. Sesungguhnyalah bahwa Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Hujurat:9).

Seterusnya Ammar bin Yasir berkata pula: "Juga Allah telah berfirman, (artinya) "Dan perangilah mereka agar jangan sampai terjadi suatu bencana, dan supaya agama itu semata-mata hanya untuk Allah. Jika mereka telah berhenti, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. Al Anfal:39).

"Jelaslah," kata Ammar bin Yasir, "bahwa Allah tidak akan meridhai para hamba-Nya tetap duduk berpangku tangan di rumah, memencilkan diri dan membiarkan kaum muslimin saling menumpahkan darah. Oleh karena itu hai saudara-saudara, keluarlah mendatangi orang-orang yang sedang bertikai, dan dengarkan sendiri apa yang menjadi alasan mereka masing-masing. Lalu pertimbangkanlah baik-baik pihak mana yang harus dibela dan diikuti. Jika mereka sudah berdamai, kalian dapat pulang ke rumah masing-masing membawa pahala, sebab kalian sudah memenuhi kewajiban Allah. Tetapi jika ada pihak yang berlaku zalim terhadap pihak lain, perangilah pihak yang zalim itu, sampai mereka patuh kembali kepada Allah. Itulah yang diperintahkan Allah kepada kalian."

Setelah perdebatan itu selesai Ammar bin Yasir dan Muhammad bin Abu Bakar pergi menghadap Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. untuk menyampaikan laporan tentang apa yang telah dikatakan Abu Musa.

Seterimanya laporan itu Ali bin Abu Thalib r.a. menulis surat panjang lebar ditujukan kepada penduduk Kufah. Surat itu akan dibawa langsung oleh 4 orang utusan yang terdiri dari Al Hasan bin Ali r.a., Abdullah bin Abbas, Ammar bin Yasir dan Qies bin Sa'ad.

Surat itu antara lain berbunyi: "…kuberitahukan kepada kalian tentang persoalan Utsman bin Affan, agar orang yang mendengar dapat berpikir seperti orang menyaksikan sendiri terjadinya peristiwa itu.

Aku adalah seorang muhajir yang paling jarang menyalahkan Utsman dan bahkan paling banyak memberi nasehat kepadanya."

Selanjutnya dalam surat tersebut dijelaskan tentang proses terjadinya pemberontakan terhadap Khalifah Utsman, proses pembai'atan dirinya sebagai Khalifah, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Thalhah dan Zubair yang pergi ke Makkah lalu mengajak Ummul Mukminin Sitti Aisyah r.a. untuk dijadikan alat pengobar fitnah dan bencana.

Empat orang utusan Ali bin Abu Thalib r.a. itu kemudian menemui Abu Musa Al Asy'ariy. Kepadanya surat Ali bin Abu Thalib r.a. itu diserahkan dan Abu Musa sendiri diminta membai'at Ali bin Abu Thalib r.a. dan memberikan dukungan.

Setelah membaca surat Ali bin Abu Thalib r.a. dan mengadakan pertukaran pikiran beberapa saat lamanya, akhirnya Abu Musa menyatakan bai'atnya kepada Ali bin Abu Thalib r.a. di depan para utusan.

Setelah itu ia berseru kepada penduduk Kufah supaya memberikan dukungan dan berjuang bersama-sama Ali bin Abu Thalib r.a.

Untuk lebih memantapkan keyakinan penduduk Kufah, Al Hasan r.a., Ammar bin Yasir dan Qeis bin Sa'ad berbicara sesudah Abu Musa.

Sebagai sambutan atas pembicaraan-pembicaraan di atas, maka Syarih bin Hani, atas nama kaum muslimin kota Kufah menyatakan: "Kami sebenarnya sudah berniat hendak berangkat ke Madinah untuk dapat mengetahui bagaimana sebenarnya persoalan terbunuhnya Utsman bin Affan. Tetapi sekarang kita telah menerima berita langsung dari Ali bin Abu Thalib, dan kami percaya berita itu benar. Oleh karena itu, hai saudara-saudara, janganlah kalian menolak seruan dan ajakannya. Demi Allah, seandainya ia tidak minta dukungan pun kami akan membela dan taat kepadanya."

Al Hamid Al Husain menjelaskan sikap penduduk Kufah yang pada mulanya ragu-ragu mendukung perjuangan Ali bin Abu Thalib r.a., dan baru bersedia setelah menerima penjelasan yang meyakinkan, hal itu mudah dimengerti, mengingat:

1. Mereka berada di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, Madinah. Dengan begitu ada kemungkinan berita-berita yang mereka dengar tentang tragedi yang menimpa Khalifah Utsman r.a. agak bersimpang siur.

2. Mereka tidak menyaksikan sendiri proses pembai'atan kaum muslimin Madinah kepada Ali bin Abu Thalib r.a. Dengan demikian mereka mudah dikacaukan pikirannya oleh berita-berita yang sengaja dilancarkan dari Damsyik.

3. Mereka adalah penduduk satu daerah kaya dan subur. Mempunyai syarat-syarat penghidupan yang jauh lebih baik dibanding dengan kaum Muslimin yang bertempat tinggal di Madinah, Makkah atau daerah-daerah Hijaz lainnya. Mau tidak mau, kebiasaan hidup senang dan berkecukupan bisa mengakibatkan orang lamban dalam memenuhi panggilan perjuangan.

Dalam rangka persiapan menghadapi perlawanan pasukan Syam di Shiffin, Ali bin Abu Thalib r.a. berseru kepada penduduk Kufah agar siap-siaga untuk tiap waktu berangkat ke Shiffin.

Dalam salah satu khutbahnya Ali bin Abu Thalib r.a. antara lain menyerukan: "Saudara-saudara, siap-siaplah untuk berangkat melanjutkan perjuangan melawan musuh, sebagai ibadah mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai wasilah untuk dapat diterima di sisi-Nya.

Siapkanlah kekuatan sebatas kesanggupan kalian seperti kuda-kuda perang dan lain sebagainya. Kemudian bertawakkallah kalian kepada Allah dan serahkan segera sesuatu kepada-Nya." (Bersambung)
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.  Ada seorang sahabat bertanya: bagaimana maksud amanat disia-siakan?  Nabi menjawab: Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.

(HR. Bukhari No. 6015)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More