Anggota Pasukan Infantri Itu Ternyata Seorang Filsuf
Senin, 15 Juni 2020 - 15:36 WIB
Dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Syu'bah dan Abu Ishaq, dari Haritsah bin Mudharrib, dari Ali ra yang berkata, "Tidak ada seorang pun dari kami dalam perang Badar yang menjadi infantry (pasukan berkuda) kecuali Miqdad".
Kalangan sahabat menyebut Miqdad adalah orang yang cerdas. Apa yang dikemukakan dalam musyawarah menjelang Perang Badar itu menggambarkan keperwiraannya semata, tetapi juga melukiskan logikanya yang tepat dan pemikirannya yang dalam.
la dikenal sebagai seorang-filosof dan ahli fikir. Hikmat dan filsafatnya tidak saja terkesan pada ucapan semata, tapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang teguh, tulus, dan lurus sementara pengalaman-pengalamannya menjadi sumber bagi pemikiran dan penunjang bagi filsafat itu.
Penakluk An-Nadhr
Jasa besar Al-Miqdad dalam Perang Badar adalah menangkap An-Nadhr bin Harist. Ia adalah gembong kafir kaum Quraisy yang sangat jahat, licik, dan penuh tipu daya yang selalu mengganggu pada awal dakwah Nabi di Makkah.
Pengetahuan si kafir ini lumayan luas. Maklumlah, ia berniaga hingga sering bepergian ke berbagai wilayah Romawi, Persia dan sekitarnya, dan ia bertemu banyak orang cerdik-pandai. Dia juga bertemu banyak tradisi dan budaya dari berbagai suku dan bangsa. Oleh karenanya, ia sangat berbangga diri dan merasa paling unggul di antara Suku-Suku di Makkah.
Lantaran kecerdasannya itu, para pembesar suku Quraisy meminta An-Nadhr untuk menghentikan pengaruh Nabi Muhammad. An-Nadhr melakukan upaya-upaya serius menggagalkan dakwah Rasulullah.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Di hadapan khalayak ramai, ia selalu ingin menjatuhkan kredibilitas Rasulullah. Gerakannya yang cukup populer adalah ia menantang Nabi dengan minta diazab;
“Wahai Muhammmad, jika yang kamu dakwahkan itu benar, maka mintalah Tuhanmu untuk mengazabku, turunkanlah hujan batu!” tantangnya setelah beberapa kali gagal mempengaruhi dakwah Nabi.
Ini adalah strategi dari An-Nadhr; bila ia baik-baik saja dan hujan batu tidak juga turun, maka berarti Rasulullah berdusta.
Allah ta’ala mengabadikan omongan An-Nadhr ini untuk dijadikan pelajaran oleh Umat Islam.
وَإِذْ قَالُوا۟ ٱللَّهُمَّ إِن كَانَ هَٰذَا هُوَ ٱلْحَقَّ مِنْ عِندِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ ٱلسَّمَآءِ أَوِ ٱئْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih" (QS Al-Anfaal: 32).
Allah ta’ala tidak langsung menurunkan azab kepadanya. Allah membuatkan untuknya sebuah “skenario”, dimana ia akan dihinakan dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya An-Nadhr.
Kisah An-Nadhr berakhir di tangan Al-Miqdad. Sahabat Nabi yang tak kalah jago dalam pikiran-pikiran filsafatnya. ( )
Anak Angkat
Kalangan sahabat menyebut Miqdad adalah orang yang cerdas. Apa yang dikemukakan dalam musyawarah menjelang Perang Badar itu menggambarkan keperwiraannya semata, tetapi juga melukiskan logikanya yang tepat dan pemikirannya yang dalam.
la dikenal sebagai seorang-filosof dan ahli fikir. Hikmat dan filsafatnya tidak saja terkesan pada ucapan semata, tapi terutama pada prinsip-prinsip hidup yang kukuh dan perjalanan hidup yang teguh, tulus, dan lurus sementara pengalaman-pengalamannya menjadi sumber bagi pemikiran dan penunjang bagi filsafat itu.
Penakluk An-Nadhr
Jasa besar Al-Miqdad dalam Perang Badar adalah menangkap An-Nadhr bin Harist. Ia adalah gembong kafir kaum Quraisy yang sangat jahat, licik, dan penuh tipu daya yang selalu mengganggu pada awal dakwah Nabi di Makkah.
Pengetahuan si kafir ini lumayan luas. Maklumlah, ia berniaga hingga sering bepergian ke berbagai wilayah Romawi, Persia dan sekitarnya, dan ia bertemu banyak orang cerdik-pandai. Dia juga bertemu banyak tradisi dan budaya dari berbagai suku dan bangsa. Oleh karenanya, ia sangat berbangga diri dan merasa paling unggul di antara Suku-Suku di Makkah.
Lantaran kecerdasannya itu, para pembesar suku Quraisy meminta An-Nadhr untuk menghentikan pengaruh Nabi Muhammad. An-Nadhr melakukan upaya-upaya serius menggagalkan dakwah Rasulullah.
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Di hadapan khalayak ramai, ia selalu ingin menjatuhkan kredibilitas Rasulullah. Gerakannya yang cukup populer adalah ia menantang Nabi dengan minta diazab;
“Wahai Muhammmad, jika yang kamu dakwahkan itu benar, maka mintalah Tuhanmu untuk mengazabku, turunkanlah hujan batu!” tantangnya setelah beberapa kali gagal mempengaruhi dakwah Nabi.
Ini adalah strategi dari An-Nadhr; bila ia baik-baik saja dan hujan batu tidak juga turun, maka berarti Rasulullah berdusta.
Allah ta’ala mengabadikan omongan An-Nadhr ini untuk dijadikan pelajaran oleh Umat Islam.
وَإِذْ قَالُوا۟ ٱللَّهُمَّ إِن كَانَ هَٰذَا هُوَ ٱلْحَقَّ مِنْ عِندِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ ٱلسَّمَآءِ أَوِ ٱئْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih" (QS Al-Anfaal: 32).
Allah ta’ala tidak langsung menurunkan azab kepadanya. Allah membuatkan untuknya sebuah “skenario”, dimana ia akan dihinakan dan bertingkah memalukan terus-menerus. Hingga akhirnya, skenario Allah ta’ala akan Perang Badar menjadi kuburan bagi musuh-musuh Rasulullah, termasuk di dalamnya An-Nadhr.
Kisah An-Nadhr berakhir di tangan Al-Miqdad. Sahabat Nabi yang tak kalah jago dalam pikiran-pikiran filsafatnya. ( )
Anak Angkat
Lihat Juga :