Kisah Muslimah Amerika Ketika Suami dan Dirinya Mengidap AIDS

Rabu, 21 Desember 2022 - 05:15 WIB


Saya ingat suatu saat saya sedang berada di rumahnya ketika bibinya bersama dua anaknya datang menjenguknya. Dia duduk di tepi tempat tidur, dan dia berkata pada kedua gadis kecil itu, "Kemarilah beri saya sebuah pelukan." Mereka gemetar ketakutan, dan saat itu saya menyadari apa yang sedang terjadi.

Saya pikir dia akan membiarkannya, tetapi ternyata tidak. Dan dia berkata lagi, "Kemarilah, kemari dan peluklah saya."

Anak yang lebih besar, berusia sekitar delapan tahun, berkata, "Mama bilang saya tidak boleh memelukmu karena engkau terserang AIDS."

Saya benar-benar terguncang. Bukan untuk diri saya sendiri --saya telah mengerti hal-hal semacam itu-- tetapi untuk efek yang akan timbul pada diri orang itu. Ada beberapa orang di ruangan itu. Saya meminta mereka untuk meninggalkan kami.

Dia menangis, hatinya hancur berkeping-keping. Saya berkata, "Sekarang dengarkan. Engkau tahu mereka menyayangimu, tidak semua orang dapat menerima hal ini. Beberapa orang masih merasa takut dan engkau harus memahaminya. Mereka prihatin, ya, tetapi mereka masih takut menyentuhmu. Begitulah kenyataannya. Sekarang, engkau harus membasuh wajahmu, dan jangan menempatkan dirimu dalam posisi seperti itu lagi. Jangan pernah begitu."

Dia berusia dua puluh dua tahun ketika meninggal. Dia berada di rumah sakit. Saya datang menjenguknya. Saya membawa minyak. Saya berkata, "Nah, istri penggantimu telah tiba." Saya sudah pernah melihat pantatnya dan semuanya. Saya membantunya ke kamar mandi jika dia memerlukannya. Dan saya memijitnya dan bercanda dengannya. Lalu dua orang laki-laki Muslim masuk, mereka memandang saya dan berkata: "Astaghfirullah, saudaraku! Dia bukan suamimu, engkau tidak boleh menyentuhnya!"

Itu sebuah kebodohan. Mereka menanggapinya dengan begitu buruk, sehingga saya mengambil sebotol minyak dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, Andalah yang harus menggosoknya."

Tak seorang pun yang berani menyentuhnya.

Saya bilang pada mereka, "Bisa saya bicara sebentar dengan kalian di ruang duduk?"

Saya katakan pada mereka, "Betapa beraninya Anda bicara tanpa memikirkannya. Allah mengetahui niat saya. Jika yang saya lakukan itu hanya membatalkan wudhu saya, maka saya akan berwudhu lagi. Jika Anda tidak bisa membantu, jika Anda tidak mau memasukkan kaki Anda ke air yang keruh, maka jangan halangi saya."

Penderitaan karena alkohol, tuna wisma, penyiksaan istri, penyiksaan anak-anak, homoseksual --semuanya sama saja. Semua itu persoalan yang harus diselesaikan. Jika Anda menyembunyikannya setiap kali Anda menjumpainya, itu berarti Anda tidak menyelesaikan apa pun.

Ketika Malik terlibat penggunaan narkotika dan saya mengharapkan dukungan dari masyarakat Muslim, saya mendatangi mereka dan berkata, "Tolong saya, Tunjukkan pada saya ada yang harus saya lakukan. Katakan pada saya bagaimana saya harus menghadapinya. Saya tidak ingin dia menjadi begini. Saya tidak akan minta cerai. Anda seorang laki-laki, dia pun seorang laki-laki, bicaralah sebagai seorang laki-laki padanya. Bicaralah padanya dengan bahasa yang engkau lebih tahu dari saya." Mungkin dia akan mendengar sesuatu yang engkau katakan, yang saya tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Malik tidak mau datang kepada seorang penasihat dengan saya, jadi saya berusaha mengajak penasihat itu ke rumah. Saya mengharapkan pertolongan, saya mengharapkan pertolongan yang Islami.

Saya diberitahu sesuatu yang menarik, seperti, "Siapa? Abdul Malik terlibat obat-obatan? Dia selalu bekerja setiap hari." Dengan kata lain, "Saya tidak melihatnya melakukan apapun."

AIDS merajalela di sana. Saya ingin kaum Muslim yang tidak terjangkiti virus itu mengusahakan supaya pelayanan AIDS dapat diperoleh, dan saya ingin melihat mereka melakukannya secara Islami, bukan berdasar pada ada yang mereka rasakan.

Rekan-rekan pria yang selalu berkomunikasi dengan saya, tidak pernah menghubungi saya lagi. Saya telah menghubungi mereka, berkomunikasi dengan mereka mungkin selama setahun, dan mereka tidak mau memberitahu saya siapa mereka. Mereka tahu bahwa saya terjangkiti virus itu juga.

Ada seorang rekan yang telah berkorespondensi dengan saya selama tiga tahun. Dia tinggal di California. Dia menikah dengan seseorang yang tidak terkena virus tersebut. Dia mendapatkan dirinya terkena virus itu, dan untungnya istrinya tidak tertular. Istrinya mengetahui hal itu, mereka telah menikah selama enam belas tahun. Dia tidak melakukan hubungan seks dengan suaminya. Hati saya trenyuh pada pria ini. Tak ada pelukan, tak ada ciuman, tak ada hubungan intim di antara mereka. Mereka hanya berhubungan tentang anak-anak. Dia memasakkan makan malam. Hanya itu. Menyedihkan sekali ketika akhirnya dia berkata betapa mudahnya dia melakukan perzinaan.

Sementara itu, dia mulai mengalami gangguan syaraf, karena tidak mempunyai seorang pun tempat mengadu. Dan itulah yang menyebabkan kematiannya. Dia tidak mati karena virus itu. Saya memahami ketakutan istrinya. Lepaskan dia. Atau biarkan dia menikahi wanita lain --seseorang yang akan mengurus kebutuhannya. Itu tidak bisa diabaikan. Kebutuhan itu tidak hilang begitu saja hanya karena Anda terjangkiti virus itu. Kini, komunikasi dan uluran tangan justru merupakan sesuatu yang sangat membantu. Keadaan tidak lagi sama.

Saya ingat suatu ketika saya sedang duduk di kereta api dan ada seorang wanita tua duduk di samping saya. Dia tertidur, dan bersandar pada saya. Saya pikir betapa indahnya hal itu. Saya mendapat kehangatan darinya. Saya begitu menikmati kehadirannya dengan perasaan yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.

Ini membuat saya mengerti apa yang dibicarakan pria itu.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Aisyah Ummul Mukminin, bahwa ia berkata:  Sudah biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa beberapa hari, hingga kami mengira bahwa beliau akan berpuasa terus. Namun beliau juga biasa berbuka (tidak puasa) beberapa hari hingga kami mengira bahwa beliau akan tidak puasa terus. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasanya sebulan penuh, kecuali Ramadhan.  Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak daripada puasanya ketika bulan Sya'ban.

(HR. Muslim No. 1956)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More