Tata Cara Salat Tasbih di Malam Nisfu Syaban
loading...
A
A
A
Tata cara salat tasbih di malam nisfu Syaban tidak berbeda dengan salat tasbih di hari di luar itu. Ini adalah salat sunnah yang dianjurkan oleh para ulama. Dinamakan salat tasbih karena di dalam salat ini banyak dibaca tasbih.
Imam Nawawi dalam kitab "Al-Adzkar" (Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyah, 2004) menyebut para ulama Syafi’iyah seperti Abu Muhammad Al-Baghawi dan Abul Mahasin Ar-Rayani menetapkan kesunnahan salat tasbih ini.
Salat ini dihukumi sunnah berdasar pada sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW memberitahukan kepada Abbas bin Abdul Muthalib tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan salat tasbih. Berikut hadis sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ «النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ: " يَا عَبَّاسُ! يَا عَمَّاهُ! أَلَا أُعْطِيكَ؟ أَلَا أَمْنَحُكَ؟ أَلَا أحبوكَ؟ أَلَا أَفْعَلُ بِكَ؟ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ، خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ، صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ: أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ، قُلْتَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً، ثُمَّ تَرْكَعُ، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ، فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ، إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ، فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّة
Artinya: “Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib , “Wahai Abbas, pamanku, tidakkah aku memberimu? Tidakkah aku memberi tahumu? Tidakkah aku lakukan kepadamu? Sepuluh perkara bila engkau melakukannya maka Allah ampuni dosamu; yang awal dan yang akhir, yang lama dan yang baru, yang tak dilakukan karena kesalahan dan yang disengaja, yang kecil dan yang besar, yang sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan.
Lakukanlah salat empat rakaat, pada setiap rakaat engkau membaca Al-Fatihah dan surat lainnya. Ketika engkau telah selesai membaca di rakaat pertama dan engkau masih dalam keadaan berdiri engkau ucapkan subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar lima belas kali. Kemudian engkau ruku’, ucapkan kalimat itu sepuluh kali saat kau ruku’.
Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’ (i’tidal), engkau baca kalimat itu sepuluh kali. Kemudian engkau turun bersujud, kau baca kalimat itu sepuluh kali dalam bersujud. Kemudian engkau angkat kepalamu dari bersujud, egkau baca kalimat itu sepuluh kali.
Kemudian engkau bersujud (yang kedua), engkau baca kalimat tu sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepala, engkau baca kalimat itu sepuluh kali. Itu semua ada tujuh puluh lima dalam setiap rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Bila engkau mampu melakukannya setiap sehari sekali maka lakukanlah. Bila tidak maka lakukan setiap satu Jum’at sekali. Bila tidak maka setiap satu bulan sekali. Bila tidak maka setiap satu tahun sekali. Bila tidak maka dalam seumur hidupmu lakukan sekali.”
Hanya saja, hadis yang cukup panjang tersebut dinilai sejumlah ahli hadis sebagai hadis dhaif atau lemah.
Adapun waktu pelaksanaan salat tasbih dapat dilakukan kapan saja, baik siang hari ataupun malam hari, sepanjang tidak pada waktu yang dilarang untuk salat.
Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan salat tasbih di siang dan malam hari. Bagi beliau bila salat tasbih dilakukan di malam hari maka akan lebih baik bila dilakukan dua rakaat – dua rakaat masing-masing dengan satu salam.
Sedangkan bila dilakukan di siang hari maka bisa dilakukan dua rakaat satu salam atau langsung empat rakaat dengan satu salam.
Ibnu Hajar Al-Haitami di dalam kitabnya "Al-Minhâjul Qawîm" menuturkan salat tasbih, yaitu salat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh—sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Jadi semuanya berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat.
Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan salat tasbih sebagai berikut:
1. Pada dasarnya tata cara pelaksanaan salat sunnah tasbih tidak jauh berbeda dengan tata cara pelaksanaan salat-salat lainnya, baik syarat maupun rukunnya. Hanya saja di dalam salat tasbih ada tambahan bacaan kalimat thayibah dalam jumlah tertentu.
2. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Setelah itu baru kemudian melakukan ruku’.
3. Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu baru kemudian bangun untuk i’tidal.
4. Pada saat i’tidal sebelum turun untuk sujud terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian sujud.
5. Pada saat sujud yang pertama sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian bangun untuk duduk.
6. Pada saat duduk di antara dua sujud sebelum melakukan sujud kedua membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian melakukan sujud yang kedua.
7. Pada saat sujud kedua sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali.
8. Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu barulah bangun untuk berdiri kembali memulai rakaat yang kedua.
Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup salat.
Niat
Berikut ini adalah lafal niat salat tasbih dengan dua kali salam.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnat tasbīhi rak‘ataini lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah tasbih dua rakaat karena Allah SWT.”
Sementara berikut ini adalah lafal niat salat tasbih dengan sekali salam.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnat tasbīhi arba‘a rak‘ātin lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah tahajud empat rakaat karena Allah SWT.”
Lihat Juga: Pidato Guru Besar, Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Gulirkan Fiqih Madani Respons Sengkarut Kenegaraan
Imam Nawawi dalam kitab "Al-Adzkar" (Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyah, 2004) menyebut para ulama Syafi’iyah seperti Abu Muhammad Al-Baghawi dan Abul Mahasin Ar-Rayani menetapkan kesunnahan salat tasbih ini.
Baca Juga
Salat ini dihukumi sunnah berdasar pada sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW memberitahukan kepada Abbas bin Abdul Muthalib tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan salat tasbih. Berikut hadis sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ «النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ: " يَا عَبَّاسُ! يَا عَمَّاهُ! أَلَا أُعْطِيكَ؟ أَلَا أَمْنَحُكَ؟ أَلَا أحبوكَ؟ أَلَا أَفْعَلُ بِكَ؟ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ، غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ، خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ، صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ، سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ: أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ، قُلْتَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً، ثُمَّ تَرْكَعُ، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ، فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا، فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا، فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ، إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ، فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّة
Artinya: “Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib , “Wahai Abbas, pamanku, tidakkah aku memberimu? Tidakkah aku memberi tahumu? Tidakkah aku lakukan kepadamu? Sepuluh perkara bila engkau melakukannya maka Allah ampuni dosamu; yang awal dan yang akhir, yang lama dan yang baru, yang tak dilakukan karena kesalahan dan yang disengaja, yang kecil dan yang besar, yang sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan.
Lakukanlah salat empat rakaat, pada setiap rakaat engkau membaca Al-Fatihah dan surat lainnya. Ketika engkau telah selesai membaca di rakaat pertama dan engkau masih dalam keadaan berdiri engkau ucapkan subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar lima belas kali. Kemudian engkau ruku’, ucapkan kalimat itu sepuluh kali saat kau ruku’.
Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’ (i’tidal), engkau baca kalimat itu sepuluh kali. Kemudian engkau turun bersujud, kau baca kalimat itu sepuluh kali dalam bersujud. Kemudian engkau angkat kepalamu dari bersujud, egkau baca kalimat itu sepuluh kali.
Kemudian engkau bersujud (yang kedua), engkau baca kalimat tu sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepala, engkau baca kalimat itu sepuluh kali. Itu semua ada tujuh puluh lima dalam setiap rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Bila engkau mampu melakukannya setiap sehari sekali maka lakukanlah. Bila tidak maka lakukan setiap satu Jum’at sekali. Bila tidak maka setiap satu bulan sekali. Bila tidak maka setiap satu tahun sekali. Bila tidak maka dalam seumur hidupmu lakukan sekali.”
Hanya saja, hadis yang cukup panjang tersebut dinilai sejumlah ahli hadis sebagai hadis dhaif atau lemah.
Adapun waktu pelaksanaan salat tasbih dapat dilakukan kapan saja, baik siang hari ataupun malam hari, sepanjang tidak pada waktu yang dilarang untuk salat.
Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan salat tasbih di siang dan malam hari. Bagi beliau bila salat tasbih dilakukan di malam hari maka akan lebih baik bila dilakukan dua rakaat – dua rakaat masing-masing dengan satu salam.
Sedangkan bila dilakukan di siang hari maka bisa dilakukan dua rakaat satu salam atau langsung empat rakaat dengan satu salam.
Ibnu Hajar Al-Haitami di dalam kitabnya "Al-Minhâjul Qawîm" menuturkan salat tasbih, yaitu salat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh—sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Jadi semuanya berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat.
Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan salat tasbih sebagai berikut:
1. Pada dasarnya tata cara pelaksanaan salat sunnah tasbih tidak jauh berbeda dengan tata cara pelaksanaan salat-salat lainnya, baik syarat maupun rukunnya. Hanya saja di dalam salat tasbih ada tambahan bacaan kalimat thayibah dalam jumlah tertentu.
2. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Setelah itu baru kemudian melakukan ruku’.
3. Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu baru kemudian bangun untuk i’tidal.
4. Pada saat i’tidal sebelum turun untuk sujud terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian sujud.
5. Pada saat sujud yang pertama sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian bangun untuk duduk.
6. Pada saat duduk di antara dua sujud sebelum melakukan sujud kedua membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian melakukan sujud yang kedua.
7. Pada saat sujud kedua sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali.
8. Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu barulah bangun untuk berdiri kembali memulai rakaat yang kedua.
Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup salat.
Niat
Berikut ini adalah lafal niat salat tasbih dengan dua kali salam.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnat tasbīhi rak‘ataini lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah tasbih dua rakaat karena Allah SWT.”
Sementara berikut ini adalah lafal niat salat tasbih dengan sekali salam.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnat tasbīhi arba‘a rak‘ātin lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah tahajud empat rakaat karena Allah SWT.”
Baca Juga
Lihat Juga: Pidato Guru Besar, Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Gulirkan Fiqih Madani Respons Sengkarut Kenegaraan
(mhy)