Begini Cara Abdurrahman bin Auf Tetapkan Utsman sebagai Pengganti Umar bin Khattab

Jum'at, 22 Desember 2023 - 07:27 WIB
loading...
Begini Cara Abdurrahman bin Auf Tetapkan Utsman sebagai Pengganti Umar bin Khattab
Soalnya karena Abdur-Rahman masih ipar Utsman bin Affan dan sepupu Saad bin Abi Waqqas. Ilustrasi: Ist
A A A
Sebelum wafat, Khalifah Umar bin Khattab telah membentuk Dewan Syura yang anggotanya 6 orang. Mereka adalah Utsman bin Affan , Ali bin Abi Thalib , Zubair bin Awwam , Talhah bin Ubaidillah , Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'ad bin Abi Waqqas .

"Zaman itu, dengan segala kemenangan yang membawa perluasan kawasan dan kekuasaan, di samping kebesaran dan keagungannya, telah menyebabkan tumbuhnya bibit pemberontakan, yang pada masa pemerintahan Umar dan sebagian pemerintahan Utsman masih terpendam," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987).

Dalam sumber para sejarawan kisah tentang Majelis Syura ini terdapat beberapa perbedaan. Pangkal perbedaan ini seperti yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, karena adanya preferensi pada Ali dan Banu Hasyim serta hak mereka untuk memegang pimpinan umat Islam.



Disebutkan bahwa setelah Umar menunjuk majelis syura, Abbas bin Abdul-Muttalib berkata kepada Ali; "Jangan ikut mereka!"

Tetapi Ali menjawab: "Saya tidak menghendaki ada perselisihan."

Dijawab lagi oleh Abbas: "Jadi Anda berpendapat apa yang tidak Anda sukai. Ketika itu Umar sudah berkata kepada Majelis Syura: 'Jika yang setuju tiga orang dan tiga orang, pilihlah Abdullah bin Umar menjadi penengah, kalau mereka tidak menyetujui Abdullah, maka ikutlah kalian bersama mereka yang di dalamnya ada Abdur-Rahman bin Auf."'

Sesudah mereka keluar dari tempat Umar, Ali berkata kepada jemaah dari Banu Hasyim: "Kalau ada dari kalian yang mau mendengarkan pendapat saya, janganlah sekali-kali mencalonkan pengganti."

Dan Abbas juga berkata: "Sudah meninggalkan."

Lalu ia mengingatkan kata-kata Umar: "Ikutlah kalian bersama mereka yang di dalamnya ada Abdur-Rahman bin Auf."

Kemudian katanya lagi: "Sa'ad tidak akan melanggar sepupunya, dan Abdur-Rahman masih ada pertalian ipar dengan Utsman, mereka tidak berselisih pendapat, masing-masing dapat saling mengangkat. Kalau yang dua lainnya di pihak saya tak ada gunanya."



Lalu kata Abbas kepadanya: "Setiap saya mendorong Anda, Anda kembalikan kepada saya sudah terlambat dengan hal yang tidak saya kehendaki. Ketika Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam wafat saya katakan kepada Anda supaya menanyakan siapa yang akan memegang pimpinan ini, Anda menolak. Saya katakan kepada Anda setelah ia wafat agar cepat-cepat bertindak, Anda menolak. Saya katakan kepada Anda ketika Umar menunjuk Anda untuk Majelis Syura agar jangan ikut mereka, Anda menolak. Berpeganglah pada yang satu ini: Setiap mereka menawarkan apa pun kepada Anda jawablah: Tidak, kecuali kalau Anda yang akan diangkat. Berhati-hatilah terhadap jemaah itu, mereka akan selalu menjauhkan kita dari persoalan ini sampai nanti ada orang lain yang tampil di luar kita. Demi Allah, kita akan mendapat apa pun selain bencana yang tidak membawa kebaikan!"

Haekal mengatakan bagaimanapun juga hal ini memperlihatkan bahwa Banu Hasyim ketika itu menganggap mereka lebih berhak atas penggantian Nabi dan memegang pimpinan umat.

Mereka mencalonkan Ali bin Abi Thalib karena dia termasuk Muslim yang mula-mula, sudah memeluk Islam sebelum mencapai usia akil balig dan karena dia masih menantu dan anak pamannya. Tetapi Ali sendiri sepeninggal Nabi tidak tergila-gila pada kekhilafahan seperti orang yang hendak mengadakan pemberontakan kalau maksudnya tak tercapai.



Sesudah Abu Bakar mencalonkan Umar, Ali tidak memberontak dan tak seorang pun dari Banu Hasyim yang berontak. Setelah Umar tertikam dan menunjuk Majelis Syura dengan anggota enam orang, di antaranya Ali, mulai Banu Hasyim tergerak lagi untuk mewujudkan cita-citanya. Tetapi dalam pada itu Ali tetap lebih mengutamakan persatuan umat daripada mementingkan kekuasaan untuk dirinya, dengan segala keyakinannya bahwa dari antara semua kaum Muslimin dalam hal ini dialah yang lebih berhak.

"Inilah yang dapat kita saksikan tentang Majelis Syura itu secara lebih jelas," ujar Haekal.

Seusai pemakaman Umar anggota-anggota Majelis itu bersidang, ada yang mengatakan di rumah Miswar bin Makhramah, ada yang mengatakan di Baitulmal, ada juga yang mengatakan di bilik Aisyah dengan seizinnya dan ada yang mengatakan di rumah salah seorang dari mereka. Ikut hadir dalam rapat itu Abdullah bin Umar sebagai penasihat tanpa ikut memberi suara.

Mereka meminta Abu Talhah al-Ansari untuk menjaga di pintu, dan mereka tidak ingin dijaga oleh Amr bin Ash dan Mugirah bin Syu'bah. Malah oleh Sa'ad bin Abi Waqqas mereka dilempar dengan kerikil dan disuruh bangun dengan mengatakan kepada mereka: "Kalian akan mengatakan: 'Kami telah ikut hadir dan termasuk anggota Majelis Syura!'"

Baca juga: Kekayaan Abdurrahman bin Auf Kebangetan Capai 72.000 Triliun, Elon Musk dan Jeff Bezos Lewat!

Tatkala musyawarah sudah dimulai, terjadi perdebatan sengit di antara mereka dan ada yang dengan suara keras demikian rupa, sehingga terkesan oleh Abu Talhah al-Ansari bahwa perselisihan mereka sudah makin memuncak.

Ia masuk dan berkata kepada mereka: "Saya lebih ngeri melihat kalian saling dorong daripada saling bersaing. Demi Allah, saya tidak akan menambah dari tiga hari yang sudah diperintahkan kepada kalian. Setelah itu saya akan tinggal di rumah dan akan melihat apa yang kalian kerjakan!"

Menurut Haekal, ada sumber yang menyebutkan bahwa perdebatan sengit ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, yang kemudian Abdur-Rahman bin Auf dapat mengatasi dengan sebuah usul sehingga dapat meredakan suasana dan berakhir dengan mencapai tujuan seperti yang diharapkan.

Sumber lain menuturkan bahwa Abdur-Rahman bin Auf sudah dapat mengatasi perselisihan itu sejak hari pertama, dan dengan kebijaksanaannya ia mampu menyelesaikannya dengan baik.

Mana pun dari kedua sumber itu yang benar, namun Abdur-Rahman bin Auf berkata kepada mereka yang bersidang: "Siapa di antara kalian yang paling utama akan ditampilkan untuk dikukuhkan memegang pimpinan?"



Mereka yang hadir melihat keheranan kepadanya dan tak seorang pun yang menjawab. Bagaimana akan menjawab sementara pimpinan sedang dipertentangkan antara Banu Hasyim dan kaum Quraisy yang lain!

Kata Abdur-Rahman lagi: "Saya tidak mencalonkan diri," dijawab oleh Utsman: "Saya yang pertama setuju." Sa'ad dan Zubair juga berkata: "Kami setuju." Tetapi Ali bin Abi Thalib diam.

Oleh Abdur-Rahman ia ditanya: "Abul-Hasan, bagaimana pendapat Anda?"

Ali menjawab: "Berjanjilah Anda akan lebih mengutamakan kebenaran, tidak memperturutkan nafsu, tidak mengkhususkan pertalian kerabat dan tidak mengabaikan bimbingan bagi umat."

Soalnya karena Abdur-Rahman masih ipar Utsman bin Affan dan sepupu Sa'ad bin Abi Waqqas. Oleh karenanya Ali khawatir ia akan mengutamakan Utsman.

Akan tetapi begitu Abdur-Rahman mendengar kata-kata Ali itu ia berkata: "Berjanjilah kalian bahwa kalian akan mendukung saya dalam mengadakan perubahan dan menyetujui orang yang saya pilihkan, dan saya berjanji kepada Allah tidak akan mengutamakan kerabat dan tidak akan mengabaikan bimbingan kepada umat Muslimin."



Dengan demikian ia berjanji kepada mereka dan mereka pun setuju.

Abdur-Rahman menarik diri dari kedudukannya yang dicalonkan oleh Umar, dan perhatiannya hanya tertuju untuk mempersatukan Muslimin atas siapa saja orang yang dipilih memegang pimpinan.

Oleh karena itu ia melangkah untuk memperkecil lingkaran para calon itu, sebab dia tahu bahwa pada saat itu hanya tinggal Ali dan Utsman yang dipersaingkan dan ia khawatir mereka akan berselisih.

Ia mulai berusaha membatasi pencalonan hanya pada kedua tokoh itu. Dalam hal ini langkah pertamanya ia mengajak Ali berbicara empat mata. "Anda berkata," kata Abdur-Rahman, "bahwa dalam hal ini Anda lebih berhak dimasukkan dalam kewenangan daripada mereka karena kekerabatan Anda, karena Anda sudah lebih dulu dalam Islam serta jasa baik Anda dalam agama. Memang demikianlah adanya. Tetapi bagaimana seandainya Anda terlewatkan dan dalam hal ini Anda tidak termasuk, siapa di antara mereka menurut hemat Anda yang lebih berhak?"

Dijawab oleh Ali: "Utsman!"



Kemudian ia mengajak Utsman berbicara empat mata, dan katanya: "Anda mengatakan 'Tetua Banu Abdu Manaf, menantu Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam, anak pamannya, yang mula-mula dalam Islam dan sudah berjasa, bagaimana saya akan dilewatkan dalam hal ini?' Tetapi bagaimana seandainya Anda terlewatkan dan dalam hal ini Anda tidak termasuk, siapa di antara mereka menurut hemat Anda yang lebih berhak?"

Dijawab oleh Utsman: "Ali!"

Sebelum itu ia sudah membicarakan dengan semua anggota Majelis Syura dan dimintanya mereka memberi kuasa kepada tiga orang di antara mereka yang sudah tidak berhak memegang pimpinan pemerintahan, karena Sa'ad dan Zubair sadar bahwa sudah tak ada harapan kedua mereka untuk memegang pimpinan itu. Maka Zubair menguasakan haknya dalam pimpinan itu kepada Ali, Sa'ad memberi kuasa kepada Abdur-Rahman dan hak Talhah diberikan kepada Utsman. Tetapi karena Abdur-Rahman sudah mengundurkan diri dan pencalonan itu dibatasinya hanya pada Ali dan Utsman, maka hal memilih salah seorang dari keduanya itu berada di tangan Abdur-Rahman.

Abdur-Rahman sudah memperkirakan besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya, serta kewajibannya kepada Allah, kepada agama-Nya dan kepada kaum Muslimin, untuk mencapai tujuan mempersatukan mereka dan membendung segala perselisihan.



Oleh karena itu ia berusaha menemui sahabat-sahabat Rasulullah dan para perwira militer serta pemuka-pemuka masyarakat yang baru kembali ke Madinah setelah menunaikan ibadah haji. Mereka semua ditanyainya bersama-sama dan satu per satu, yang berkelompok atau yang terpencar, dengan diam-diam dan dengan terbuka, sampai dapat menghasilkan dua orang terbaik untuk kemudian dilantik.

Ia melihat tampaknya yang jelas kebanyakan lebih cenderung pada Utsman. Kendati begitu ia tidak ingin menyatakan suatu pendapat kepada mereka yang akan membuat pembela-pembela Ali curiga, tetapi ia pergi ke rumah kemenakannya, Miswar bin Makhramah.

Pada larut malam setelah malam terakhir batas yang diminta Umar untuk memilih seorang amirulmukminin itu, ia dibangunkan. Dimintanya agar memanggil Ali dan Utsman.

Setelah keduanya kemudian datang ia berkata: "Saya sudah menanyakan orang banyak, tetapi saya tidak melihat ada orang yang membeda-bedakan kalian berdua."

Kemudian ia meminta janji mereka masing-masing: Yang terpilih agar berlaku adil, dan yang tidak terpilih supaya taat dan patuh. Subuh itu ia mengajak kedua mereka setelah terdengar suara bahwa salat sudah siap. Masjid sudah penuh sesak. Ia naik ke mimbar dan berdoa panjang sekali.


Setelah itu katanya: "Saudara-saudara, banyak orang yang menginginkan penduduk daerah-daerah perbatasan ditempatkan di daerah-daerah mereka, dan mereka sudah tahu siapa pemimpin mereka."

Sa'id bin Zaid menyela: "Kami lihat Andalah yang pantas untuk itu." Tetapi dijawab oleh Abdur-Rahman: "Kalian sebutkan nama yang lain!"

Ammar bin Yasir dan Miqdad bin Amr menyebut nama Ali sementara Abdullah bin Abi Sarh dan Abdullah bin Abi Rabi'ah menyebut nama Utsman.

Perbedaan antara kedua golongan ini berlanjut dengan saling memaki antara Ammar dengan Ibn Abi Sarh. Ketika itu Sa'ad bin Abi Waqqas berteriak: Abdur-Rahman! Coba atasi ini sebelum orang banyak terpancing dalam keributan!" Abdur-Rahman menjawab: "Sudah saya pertimbangkan dan saya rundingkan. Janganlah Saudara-saudara menjerumuskan diri!"

Ia memanggil Ali dan sambil memegang tangannya ia berkata: "Bersediakah Anda saya baiat atas dasar Kitabullah dan sunah Rasulullah serta perangai kedua orang penggantinya?"



Ali menjawab: "Saya harap saya dapat berbuat dan bekerja apa yang saya ketahui dan menurut kemampuan saya."

Tangan Ali dilepaskan lalu ia memanggil Utsman dan memegang tangannya seraya berkata: "Bersediakah Anda saya baiat atas dasar Kitabullah dan sunah Rasulullah serta perangai kedua orang penggantinya?"

Utsman menjawab: "Ya, demi Allah!"

Abdur-Rahman mengangkat mukanya ke langit-langit Masjid dan sambil memegang tangan Utsman ia berkata tiga kali: "Dengarkanlah dan saksikanlah!" dilanjutkan dengan katanya: "Saya sudah melepaskan apa yang dipikulkan di atas bahu saya dan saya letakkan di bahu Utsman!" Setelah itu ia membaiat Usman, orang-orang di dalam Masjid pun beramai-ramai membaiatnya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2691 seconds (0.1#10.140)