Jika Syair yang Dihafal Dibacakan Maka Butuh Waktu Sebulan
loading...
A
A
A
BELIAU adalah seorang Tabiin. Namanya, Amir bin Syurahabil Al-Humairi, namun dikenal dengan panggilan singkat: Asy-Sya’bi. Soal hafalan, dia tanpa tanding. Setidaknya pada zamannya. (
)
“Yang paling sedikit dari yang aku pelajari adalah kata-kata sya’ir. Namun seandainya aku mau membacakan sya’ir-sya’ir yang aku ketahui, tentu akan memakan waktu sebulan penuh tanpa mengulang-ulang yang sudah aku sebutkan,” tuturnya suatu ketika seperti dikutip oleh Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam Mereka adalah Para Tabi’in .
Asy-Sya’bi mendapat jatah mengisi suatu halaqah ilmu di masjid jami’ Kufah. Di sana para pengikutnya berkumpul dalam kelompok-kelompok. Kedudukan ini amat mulia. Padahal waktu itu masih banyak sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hidup dan mondar-mandir di tengah-tengah ummat Islam. ( )
Suatu kali Abdullah bin Umar bin Khattab mendengarkan asy-Sya’bi bercerita dengan rinci tentang sejarah peperangan. Demikian mengagumkan hingga Ibnu Umar berkata, “Aku hadir dan mendengarkannya dengan telingaku sendiri apa yang dikisahkan oleh asy-Sya’bi, sungguh dia lebih baik periwayatannya dariku.”
Lembut Hati
Asy-Sya’bi lahir enam tahun setelah masa Khalifah Al-Farruq . Saat bayi, tubuhnya begitu kurus dan mungil. Karena saudara kembarnya lebih banyak mendapatkan jatah di rahim ibunya sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan tubuhnya.
Beliau lahir dan dibesarkan di Kufah. Akan tetapi kota Madinah Al-Munawarah merupakan kota yang menjadi idamannya. Beliau sering mondar mandir ke sana untuk menuntut ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana para sahabat juga sering berpergian ke Kufah yang menjadi pangkalan untuk jihad fii sabilillah maupun tempat untuk bermukim.
Menurut Abdurrahman Ra’at Basya, beliau mendapat kesempatan untuk bertemu sebanyak kurang lebih 500 sahabat yang mulia. Beliau meriwayatkan dari sahabat-sahabat utama seperti Ali bin Abi Thalib , Sa’ad bin Abi Waqash , Zaid bin Tsabit , Ubadah bin Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari , Abu Sa’id Al-Khudri, Nu’man bin Basyir, Abdullah bin Basyir, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Adi bin Hatim, Abu Hurairah , Ummul Mukminin Aisyah dan lain-lain.
Asy-Sya’bi dikenal sebagai pemuda yang cerdas, lembut hatinya, tajam analisanya, bagus pemahamannya dan kuat daya hafal serta ingatannya. Diriwayatkan bahwa dia berkata, “Tiada aku menulis di lembaran putih atau aku dengar hadis dari seseorang melainkan aku mampu menghafalnya, dan tiada pernah aku mendengar perkataan dari orang melainkan aku tak ingin mengulangi ucapannya.”
Sungguh pemuda ini sangat gemar berkutat dengan ilmu, walaupun untuk memenuhi rasa ingin tahunya itu dia harus menempuh kesulitan dan biaya yang mahal. Dia menjalaninya dengan senang hati, seperti yang beliau katakan, “Seandainya ada orang yang pergi dari ujung Syam sampai ke ujung Yaman lalu dia menghafalkan satu kalimat saja yang bermanfaat bagi dirinya, maka sungguh perjalanannya tak sia-sia.”
Bani Amir dan Bani Asad
Bukti-bukti akan keluasan ilmu asy-Sya’bi dan ketajaman ingatannya sangat banyak, diantaranya adalah kisah yang beliau ceritakan sendiri:
“Telah datang kepadaku dua orang yang saling membanggakan kaumnya. Yang satu dari Bani Amir dan satunya dari Bani Asad. Orang dari Bani Amir unggul atas lawannya dan berlaku kasar dengan menyeret orang dari Bani Asad tersebut ke hadapanku. Sementara yang diseret dengan lemah mengatakan, ‘Lepaskan aku…lepaskan aku..’!”
Namun dia berkeras dan berkata, “Tidak akan kulepas sebelum diakui oleh Asy-Sya’bi bahwa kemenangan ada di pihakku.” Selanjutnya aku berkata kepadanya, “Lepaskan dulu kawanmu itu baru kalian aku adili.”
Terhadap orang Bani Asad aku katakan, “Mengapa engkau merasa lemah dan kalah di hadapannya? Sesungguhnya kalian Bani Asad memiliki enam kebanggaan yang tak dimiliki oleh bangsa-bangsa Arab yang lain.
Pertama, di kalangan kalian ada seorang wanita yang dipinang oleh manusia yang paling mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan Allah sendiri yang menikahkannya dari atas langit-Nya yang ketujuh dan mengirimkan utusan Jibril untuk keduanya. Dialah Ummul Mukminin Zaenab binti Jahsy. Inilah kebanggaan pertama bagi kaummu yang tak dimiliki bangsa Arab lainnya.
Kedua, di antara kaum kalian ada seorang penduduk surga yang berjalan di atas muka bumi, yaitu Ukasyah bin Mihshan. Padahal tidak ada hal seperti itu pada bangsa-bangsa Arab selain kalian wahai Bani Asad.
Ketiga, panji Islam pertama telah diserahkan kepada salah seorang dari kaum kalian, yaitu Abdullah bin Jahsy .
Keempat, hasil ghanimah pertama yang dibagi-bagikan dalam Islam adalah hasil ghanimahnya.
Kelima, sahabat pertama yang mengikuti bai’atur ridhwan adalah dari kaum kalian juga. Ketika kawan kalian Abu Sinan bin Wahab mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ulurkan tangan Anda, aku akan membai’at Anda.” ( )
Nabi, “Ba’iat atas apa?”
Abu Sinan, “Atas apa yang ada di hati Anda.”
Abu Sinan, “Yakni menang atau mati syahid.”
Nabi, “Benar.”
Kemudian orang-orang membai’at nabi seperti seperti bai’atnya Abu Sinan.
Keenam, bahwa Bani Asad adalah sepertujuh dari muhajirin yang turut dalam perang Badar.” Mendengar uraian di atas, orang dari Bani Amir terkejut dan terdiam.
Tidak diragukan lagi, dalam masalah ini asy-Sya’bi ingin membela pihak yang lemah yang dikalahkan oleh kaum yang kuat. Seandainya orang dari Bani Amir yang kalah, tentu asy-Sya’bi akan menyebutkan pula kebaikan-kebaikan kaumnya yang tak diketahui keduanya. ( )
“Yang paling sedikit dari yang aku pelajari adalah kata-kata sya’ir. Namun seandainya aku mau membacakan sya’ir-sya’ir yang aku ketahui, tentu akan memakan waktu sebulan penuh tanpa mengulang-ulang yang sudah aku sebutkan,” tuturnya suatu ketika seperti dikutip oleh Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam Mereka adalah Para Tabi’in .
Asy-Sya’bi mendapat jatah mengisi suatu halaqah ilmu di masjid jami’ Kufah. Di sana para pengikutnya berkumpul dalam kelompok-kelompok. Kedudukan ini amat mulia. Padahal waktu itu masih banyak sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hidup dan mondar-mandir di tengah-tengah ummat Islam. ( )
Suatu kali Abdullah bin Umar bin Khattab mendengarkan asy-Sya’bi bercerita dengan rinci tentang sejarah peperangan. Demikian mengagumkan hingga Ibnu Umar berkata, “Aku hadir dan mendengarkannya dengan telingaku sendiri apa yang dikisahkan oleh asy-Sya’bi, sungguh dia lebih baik periwayatannya dariku.”
Lembut Hati
Asy-Sya’bi lahir enam tahun setelah masa Khalifah Al-Farruq . Saat bayi, tubuhnya begitu kurus dan mungil. Karena saudara kembarnya lebih banyak mendapatkan jatah di rahim ibunya sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan tubuhnya.
Beliau lahir dan dibesarkan di Kufah. Akan tetapi kota Madinah Al-Munawarah merupakan kota yang menjadi idamannya. Beliau sering mondar mandir ke sana untuk menuntut ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana para sahabat juga sering berpergian ke Kufah yang menjadi pangkalan untuk jihad fii sabilillah maupun tempat untuk bermukim.
Menurut Abdurrahman Ra’at Basya, beliau mendapat kesempatan untuk bertemu sebanyak kurang lebih 500 sahabat yang mulia. Beliau meriwayatkan dari sahabat-sahabat utama seperti Ali bin Abi Thalib , Sa’ad bin Abi Waqash , Zaid bin Tsabit , Ubadah bin Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari , Abu Sa’id Al-Khudri, Nu’man bin Basyir, Abdullah bin Basyir, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Adi bin Hatim, Abu Hurairah , Ummul Mukminin Aisyah dan lain-lain.
Asy-Sya’bi dikenal sebagai pemuda yang cerdas, lembut hatinya, tajam analisanya, bagus pemahamannya dan kuat daya hafal serta ingatannya. Diriwayatkan bahwa dia berkata, “Tiada aku menulis di lembaran putih atau aku dengar hadis dari seseorang melainkan aku mampu menghafalnya, dan tiada pernah aku mendengar perkataan dari orang melainkan aku tak ingin mengulangi ucapannya.”
Sungguh pemuda ini sangat gemar berkutat dengan ilmu, walaupun untuk memenuhi rasa ingin tahunya itu dia harus menempuh kesulitan dan biaya yang mahal. Dia menjalaninya dengan senang hati, seperti yang beliau katakan, “Seandainya ada orang yang pergi dari ujung Syam sampai ke ujung Yaman lalu dia menghafalkan satu kalimat saja yang bermanfaat bagi dirinya, maka sungguh perjalanannya tak sia-sia.”
Bani Amir dan Bani Asad
Bukti-bukti akan keluasan ilmu asy-Sya’bi dan ketajaman ingatannya sangat banyak, diantaranya adalah kisah yang beliau ceritakan sendiri:
“Telah datang kepadaku dua orang yang saling membanggakan kaumnya. Yang satu dari Bani Amir dan satunya dari Bani Asad. Orang dari Bani Amir unggul atas lawannya dan berlaku kasar dengan menyeret orang dari Bani Asad tersebut ke hadapanku. Sementara yang diseret dengan lemah mengatakan, ‘Lepaskan aku…lepaskan aku..’!”
Namun dia berkeras dan berkata, “Tidak akan kulepas sebelum diakui oleh Asy-Sya’bi bahwa kemenangan ada di pihakku.” Selanjutnya aku berkata kepadanya, “Lepaskan dulu kawanmu itu baru kalian aku adili.”
Terhadap orang Bani Asad aku katakan, “Mengapa engkau merasa lemah dan kalah di hadapannya? Sesungguhnya kalian Bani Asad memiliki enam kebanggaan yang tak dimiliki oleh bangsa-bangsa Arab yang lain.
Pertama, di kalangan kalian ada seorang wanita yang dipinang oleh manusia yang paling mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan Allah sendiri yang menikahkannya dari atas langit-Nya yang ketujuh dan mengirimkan utusan Jibril untuk keduanya. Dialah Ummul Mukminin Zaenab binti Jahsy. Inilah kebanggaan pertama bagi kaummu yang tak dimiliki bangsa Arab lainnya.
Kedua, di antara kaum kalian ada seorang penduduk surga yang berjalan di atas muka bumi, yaitu Ukasyah bin Mihshan. Padahal tidak ada hal seperti itu pada bangsa-bangsa Arab selain kalian wahai Bani Asad.
Ketiga, panji Islam pertama telah diserahkan kepada salah seorang dari kaum kalian, yaitu Abdullah bin Jahsy .
Keempat, hasil ghanimah pertama yang dibagi-bagikan dalam Islam adalah hasil ghanimahnya.
Kelima, sahabat pertama yang mengikuti bai’atur ridhwan adalah dari kaum kalian juga. Ketika kawan kalian Abu Sinan bin Wahab mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ulurkan tangan Anda, aku akan membai’at Anda.” ( )
Nabi, “Ba’iat atas apa?”
Abu Sinan, “Atas apa yang ada di hati Anda.”
Abu Sinan, “Yakni menang atau mati syahid.”
Nabi, “Benar.”
Kemudian orang-orang membai’at nabi seperti seperti bai’atnya Abu Sinan.
Keenam, bahwa Bani Asad adalah sepertujuh dari muhajirin yang turut dalam perang Badar.” Mendengar uraian di atas, orang dari Bani Amir terkejut dan terdiam.
Tidak diragukan lagi, dalam masalah ini asy-Sya’bi ingin membela pihak yang lemah yang dikalahkan oleh kaum yang kuat. Seandainya orang dari Bani Amir yang kalah, tentu asy-Sya’bi akan menyebutkan pula kebaikan-kebaikan kaumnya yang tak diketahui keduanya. ( )
(mhy)