Kisah Bilal Mengikat Khalid bin Walid karena Perintah Umar bin Khattab

Kamis, 13 Juni 2024 - 14:33 WIB
loading...
Kisah Bilal Mengikat...
Kisah ini dipicu ketika Khalid bin Walid memberi hadiah kepada Al-­Asyas bin Qais yang datang kepadanya meminta bantuan. Khalid memberi 10.000 dirham. Ilustrasi: Ist
A A A
Kisah Bilal bin Rabah mengikat Khalid bin Walid atas perintah Umar bin Khattab diceritakan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000).

Kisah ini dimulai ketika Khalid bin Walid memberi hadiah kepada Al-­Asy'as bin Qais yang datang kepadanya meminta bantuan. Khalid memberi 10.000 dirham.



Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Ubaidah supaya memanggil Khalid dan mengikatnya dengan serbannya serta melepaskan qalansuwah-nya (topi kebesarannya) sampai terungkap pemberiannya kepada Asy'as bin Qais: dari hartanya sendiri atau dari harta rampasan perang.

"Kalau dia mengatakan itu adalah harta rampasan perang, maka dengan begitu ia telah mengakui pengkhianatannya; kalau dia mengatakan itu dari hartanya sendiri berarti itu pemborosan," tulis Umar bin Khattab.

Bagaimanapun juga, Abu Ubaidah sebagai atasan mendapat perintah memecat Khalid dan tugasnya digabungkan kepadanya.

Sekadar mengingatkan, sejak Umar bin Khattab menjadi khalifah, jabatan Khalid bin Walid di militer telah diturunkan di bawah Abu Ubaidah bin Jarrah. Ia juga dipidahkan dari Irak ke Kinnasrin, Suriah. Jenderal jenius ini hanya menjabat sebagai komandan batalion, jabatan yang sebelumnya dipegang Abu Ubaidah.

Abu Ubaidah dalam kebingungan setelah menerima surat itu. Dalam hatinya dan dalam hati semua pasukan Muslimin, Khalid memang mempunyai kedudukan yang luar biasa. Tetapi Amirulmukminin orang yang harus ditaati dan perintahnya harus dilaksanakan.

Khalid akan dipanggilnya bagaimanapun juga, dan biarlah pelaksanaannya di tangan kurir utusan Umar dan muazin Nabi, Bilal bin Rabah.



Abu Ubaidah lalu mengirim surat ke Khalid. Khalid pun datang. Abu Ubaidah sama sekali tidak menyinggung isi surat Umar. Tetapi pasukannya dikumpulkannya dan dia naik ke mimbar. Kemudian Bilal yang diutus Khalifah tampil bertanya kepada Khalid: "Dari hartamu sendirikah Anda memberikan hadiah sepuluh ribu itu ataukah dari harta perolehan perang?"

Mendengar pertanyaan itu Khalid terkejut dan tidak menjawab. Kurir itu mengulangi pertanyaannya, tetapi sepatah kata pun Khalid tidak menjawab.

Sementara semua itu sedang berlangsung, Abu Ubaidah duduk di mimbar tanpa berkata apa-apa. Sesudah kurir itu berulang-ulang mengajukan pertanyaan, Khalid pun tetap diam, Bilal maju dan berkata lagi: "Amirulmukminin memerintahkan agar Anda diikat dengan serban Anda dan melepaskan topi Anda sampai Anda dapat menjawab pertanyaan tadi."

Khalid makin tercengang tetapi ia tetap diam. Saat itulah Bilal mengambil topi itu dan merangkul kedua tangan Khalid ke belakang punggungnya lalu mengikatnya dengan serbannya seraya katanya: "Bagaimana? Dari harta Anda atau dari harta perolehan perang?"

Khalid tak habis heran menyaksikan peristiwa ini. Tetapi ia tetap membisu dan tak mampu menjawab. Sebenarnya situasi itu akan membuat setiap orang tidak akan sabar lagi. Bukankah itu sudah merupakan tuduhan terang-terangan mengkhianati suatu amanat?



Jika orang tiba­-tiba diberondong secara terus terang di depan orang banyak pula, ia akan muak, akan terkejut dan akan bingung sekali, apalagi ditujukan kepada Khalid bin Walid, yang kini sedang dalam puncak kejayaannya dalam menghadapi musuh Allah dan musuh Muslimin.

Gerangan apa tujuan melemparkan tuduhan itu? Tujuannya hanya untuk menghinanya habis-habisan? Kedua tangannya diringkus ke belakang, diikat dengan ikat kepalanya dan topi kebesarannya ditanggalkan!

Apa keuntungannya buat Amirulmukminin dengan semua itu? Bukankah cukup dengan memanggil saja Khalid ke Madinah mengingat dia sudah dipecat dari tugasnya? Kalau dia sudah di sana boleh saja ditanya sekehendaknya dan tentang apa saja?

Keheranan pasukan Muslimin yang luar biasa menyaksikan kejadian ini tidak kurang dari keheranan Khalid sendiri.

Mereka berbisik­-bisik, saling bertanya-tanya. Apa yang dikehendaki dengan Saifullah sesudah pemandangan yang sangat menghina bagi seorang prajurit itu. Lebih-lebih dia seorang jenderal jenius, yang telah membebaskan Irak dan Syam, yang menundukkan Persia dan Romawi?!

Hanya karena sepuluh ribu dirham itu saja tangan diikat dan topi kehormatannya dicopot, padahal dia yang telah menghasilkan rampasan perang sampai ratusan ribu, bahkan jutaan?



Apa artinya sepuluh ribu dirham itu sampai dia mendapat penghinaan begitu berat? Adakah itu untuk dirinya lalu disembunyikan dari Abu Ubaidah dan dari Khalifah? Tidak! Malah diberikannya kepada Asy'as bin Qais, seorang amir - seorang pemimpin Kindah dan orang yang telah menghadapi cobaan berat dalam hal membebaskan Irak dan Syam.

Berapa seringnya Asy'as dan orang semacam dia, orang terpandang yang telah terjun dalam beberapa peristiwa dan berjuang mati-matian menghadapi bahaya.

Sungguh ini hukuman yang terlalu keras dari pihak Amirulmukminin terhadap orang yang sudah mendapat kepercayaan besar dari Rasulullah, dari Abu Bakr dan dari kaum Muslimin!

Dari mimbar Abu Ubaidah melihat kepada semua orang yang hadir di tempat itu. Jelas sekali tampak di wajah mereka keheranan yang luar biasa dan rasa tidak setuju. Tetapi dalam peristiwa ini, semua itu hanya membuatnya makin membisu, yang memang sudah menjadi sikapnya sejak ia memanggil Khalid dan memerintahkan yang lain melaksanakan perintah Umar itu.

Barangkali rasa kebingungan dan penyesalannya melihat pemandangan itu tidak kurang dari hadirin yang lain. Dia tahu lebih banyak daripada yang lain, tindakan apa yang akan diambil Umar terhadap Khalid karena rasa bangganya dan tindakannya yang tergesa-gesa dalam menghadapi perang serta kecenderungannya yang begitu kuat pada kebebasan menyatakan pendapat.



Dalam tahun-tahun selama kekhalifahan Umar ia sudah mencurahkan segala perhatiannya untuk menghilangkan dari hati Amirulmukminin anggapannya yang tidak baik dan rasa kesalnya terhadap Khalid.

Contoh untuk itu ketika Umar mengecam pujian orang kepada Khalid setelah pembebasan Kinnasrin dan kemenangan-kemenangan telak yang telah diperolehnya.

Akan sia-­sia begitu sajakah semua perjuangannya itu?! Teriakan Umar ketika itu: "Biarlah Khalid memimpin dirinya sendiri. Semoga Allah memberi rahmat kepada Abu Bakar ! Ternyata mengenai orang-orang penting dia lebih tahu dari saya," bukan hanya teriakan kagum atas peranan Khalid yang begitu agung sehingga sebagai balasannya pimpinan Kinnasrin diserahkan kepadanya.

Akan tetapi sungguhpun begitu ia tetap kesal kepada Khalid! Kalau yang demikian ini sudah mengherankan, maka yang lebih mengherankan lagi adalah datangnya perintah dengan pemecatan Khalid saat dalam puncak kejayaannya.

Semua orang bicara tentang peranannya itu: Persia, Romawi, orang-orang Arab dan kaum Muslimin. Semua mereka hormat atas keagungannya dengan menganggukan kepala, semua mengagumi kejeniusannya yang luar biasa itu!



Begitu keadaan Abu Ubaidah dan semua pasukan Muslimin dalam menyaksikan pemandangan itu. Lalu bagaimana Khalid sendiri? Mampukah kita membayangkan apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya saat itu, apa yang sedang membahana dalam pikirannya?

Kata-kata tercengang, pedih, kebanggaan yang terluka, kemarahan yang terpendam, pemberontakan di hati yang membara, secara satu persatu atau bersama-sama, rasanya akan terlalu sempit ruangan untuk dapat melukisan apa yang sekarang sedang bergejolak dalam hati laki-laki yang tak pernah menudukkan kepala itu, tak pernah merendahkan diri selama hidupnya.

Bahkan di zaman jahiliahnya dan di zaman islamnya pun sudah merupakan lambang kebanggaan, kehormatan dan harga diri yang tinggi. Dialah pahlawan dengan cirinya yang khas.

Alangkah sering sudah pedang Khalid memenggal kepala orang yang begitu angkuh, dialah jenderal perkasa yang dengan kemampuannya telah menunduk kan kabilah-kabilah dan kerajaan-kerajaan besar.

Kita lihat dia sekarang diikat dengan serbannya - orang yang sudah mengikat ribuan tawanan perang dengan rantai! Sudah kita lihatkah dia sekarang dituduh mengkhianati harta Muslimin padahal melalui tangannya Allah telah mengangkat martabat Islam dan kaum Muslimin! Ironis sekali!

Tidakkah lebih baik buat dia mati terkapar di medan kepahlawanan dan kehormatan diri daripada dibawa ke dalam suasana sebagai pengkhianat kerdil, yang akan mencampakkan kehormatan dirinya, menginjak-injak arti kepahlawanannya!



Sikap Khalid

Tetapi bagaimana ia bisa keluar dari situasi yang sangat hina ini? Bilal berdiri menanyakannya: "Yang diberikan kepada Asy'as sepuluh ribu itu dari hartanya sendiri atau dari harta perolehan perang?"

Dan dengan taat Bilal tidak membuka ikatan itu sebelum ia menjawab. Akan teruskah ia tidak menjawab dan pemandangan yang hina ini akan berlangsung lama? Atau akan mencabik ikatan itu dengan tangannya sendiri dan meletakkan kembali topi kehormatan di kepalanya dan menatap semua yang hadir dengan pandangan mata yang mematikan, yang sudah tidak asing lagi bagi kawan dan lawan seraya berkata kepada mereka: "Saya tidak akan menjawab. Terserah Umar apa yang akan diperbuatnya!"

Tetapi dia adalah prajurit sejati, dia salah seorang prajurit dari pasukan Mukminin, dan Umar adalah Amirulmukminin. Dia yang dengan pedangnya telah menebas kaum murtad pembangkang tatkala mereka memberontak, berusaha hendak menyaingi kepemimpinan Abu Bakr.

Memberontakkah ia kepada Umar lalu menyaingi hak-hak kepemimpinannya? Tidak! Imannya kepada Allah lebih besar daripada akan memberontak kepada orang yang oleh kaum Mukminin telah diserahi pimpinan.



Oleh karena itu, ketika Bilal berulang-ulang mengajukan pertanyaan: "Dari harta Andakah yang Anda berikan atau dari harta perolehan perang," ia menjawab: "Dari harta saya pribadi!"

Timbul gempar di kalangan Muslimin ketika mendengar kata-kata itu. Mereka girang bahwa Khalid sudah bicara. Terbayang oleh kebanyakan mereka, bahwa segalanya kini sudah selesai, dan dia akan kembali seperti semula memimpin wilayahnya di Kinnasrin, lalu sejarah pun akan dilupakan dan segala peranannya dengan apa yang telah terjadi akan dilupakan pula. Mereka merasa lebih tenang lagi karena lama setelah Bilal mendengar kata-kata Khalid, ia dilepas, dan topi kehormatannya dikembalikan, dan dikenakannya sendiri dengan tangannya seraya berkata: "Kita taat dan patuh kepada pemimpin-pemimpin kita, kita menghormati dan mengabdi kepada semua rakyat kita."
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3082 seconds (0.1#10.140)