Pidato Lengkap Haedar Nashir pada Milad Muhammadiyah ke-109

Jum'at, 19 November 2021 - 20:16 WIB
loading...
A A A
Sikap optimistis disertai ikhtiar yang bersungguh sungguh harus menjadi jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan semua orang di negeri ini untuk mengubah keadaan yang buruk dari wabah Corona ke situasi yang lebih baik. Kitalah yang harus mengubah keadaan pandemi ini agar berakhir dengan tetap munajat dan berserah diri pada kekuasan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Optimisme dalam wujud tekad dan ikhtiar untuk berubah juga menjadi niscaya dalam memecahkan persoalan persoalan umat dan bangsa.

Seberat apa pun masalah yang dihadapi jika semua komponen umat dan bangsa berkomitmen kuat, bersatu, dan melangkah bersama secara sungguh sungguh maka akan terdapat jalan keluar dari kesulitan. Kuncinya ketulusan kejujuran, keterpercayaan, kecerdasan dan kebersamaan untuk selalu mencari solusi. Perbedaan setajam apa pun bila semua pihak mau berdialog dan mencari titik temu maka akan ada jalan pemecahan atas segala persoalan umat dan bangsa. Sebaliknya manakala saling menjauh, egoistik, tidak saling percaya, saling berebut, keras kepala hianat, dan dusta bertumbuh di tubuh elite umat dan bangsa maka sulit menemukan jalan bersama menuju kemajuan umat dan bangsa.

Berbekal tekad dan ikhtiar yang sungguh-sungguh, bersatu, dan optimistis maka Allah akan meringankan beban hidup dan membuka jalan kesulitan menjadi kemudahan. Teologi “Al Insyirah" penting dijadikan rujukan dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan masalah-masalah kehidupan lainnya yang selama ini menjadi beban berat bersama. Selama manusia terus gigih berikhtiar dan tawakal, atas pertolongan dan kasih sayang Allah maka beban hidup dan kesulitan akan berbuah menjadi jalan lapang dan kemudahan (QS Al Insyirah: 1-8).

Perjuangan yang sungguh-sungguh merupakan jihad umat Islam dan bangsa Indonesia untuk keluar dani lilitan masalah serta meraih kehidupan yang lebih baik dan berkemajuan. Jihad bagi Muhammadiyah adalah jalan perjuangan membangun kehidupan yang lebih baik dan mulia. Muhammadiyah dalam mengagendakan gerakannya memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlu aljuhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (a'-jihad li-al-mu'aradah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (aljihad li-al-muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama (PP Muhammadiyah, 2010).



Ketujuh, nilai keilmuan atau ilmiah. Pandemi ini meniscayakan pentingnya manusia bersandar pada ilmu. Ilmu yang mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan. Para ahli epidemiologi ahli virus, kedokteran, dan para ilmuwan lainnya telah memberi sumbangan berharga dalam memahami dan menghadapi virus Corona yang mengguncang dunia selama dua tahun ini. Demikian halnya dengan ditemukannya vaksin yang memberikan salah satu jalan untuk mengatasi pandemi ini, meskipun bukan satu-satunya jalan.

Fakta tersebut menunjukkan betapa manusia memerlukan ilmu pengetahuan yang harus terus menerus diperbarui, dikembangkan, dan disempurnakan. Ajaran Islam bahkan meniscayakan umatnya agar berimu dan beriman (QS Al Mujadilah: 11), serta sebaliknya jangan sampai bertindak tanpa ilmu sebagaimana firman Allah yang artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya" (QS Al Isra: 36).

Ilmu membentuk manusia menjadi alim atau ulama. Ulama adalah mereka yang berilmu. Dua ayat rujukan dalam Al-Qur'an tentang 'ulama — bentuk jamak dari alim--dalam Surah Al-Fatir ayat ke-28 menunjuk pada mereka yang memiliki ilmu dengan jiwa “khasyyah' (takut, bertaqwa) kepada Allah, serta “ulama Bani Israil” yang mengetahui akan turunnya Nabi Muhammad (QS Asy-Syu'ara' : 197). Sementara mereka yang berilmu, berpikir, dan saleh banyak dirujuk dalam Al-Qur'an maupun Hadis Nabi, yang menunjukkan derajat kualitas manusia berilmu secara multisifat dan muktiaspek.

Alim atau ulama Muhammadiyah mesti berpikir dengan kualitas “ulil albab” (ulul albab) dan “al rasikhuna fi al-ilm” disertai nalar keilmuan integratif bayani, burhani dan irfani. Ulama Muhammadiyah tidak dapat terkotak-kotak dalam sangkar besi taksonomi atau disiplin keilmuan yang rigid dan parsial. Saatnya lahir generasi ulama dengan kualifikasi keilmuan-keislaman yang kuat, mendalam, terintegrasi, dan terinterkoneksi untuk membangun peradaban “khaira ummah"” (QS Ali Imran: 110). Masyarakat terbaik itu menjadi cita-cita utama Islam yang dalam referensi Muhammadiyah disebut “Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Pendidikan di lembaga-lembaga Madrasah, Boarding School, Pesantren, Sekolah Muhammadiyah sampai ke jenjang Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) dan di Fakultas Agama Islam serta lembaga lembaga kekaderan dan keulamaan lainnya mesti dirancang-bangun dengan dasar keilmuan Islam yang holistik integratif. Tujuannya untuk melahirkan generasi ulama yang multiaspek dan berkemajuan yang tampil menjadi “Dahlan Dahlan baru”, yang membawa misi gerakan sebagai generasi “Sang Pencerah” dan “Mujadid” penyebar risalah Islam Berkemajuan di zaman posmodem abad ke-21.

Ilmu pengetahuan dan teknologi penting disertai hikmah agar tidak mengarah pada keangkuhan ilmuwan dan absolutisme kebenaran ilmu. Karenanya tidaklah elok bagi siapa pun manakala di antara anak bangsa masih saja ada yang menegasikan musibah pandemi covid-19 ini. Boleh jadi beragam ilmu dan pandangan selalu hadir dalam memahami dan menghadapi suatu kejadian sebagai bagian dari keragaman dunia keilmuan dan kehidupan. Namun manakala sebanyak mungkin orang dengan ilmu dan pengalaman empirik yang dijumpainya menerima dan menghadapi musibah ini secara mayoritas, maka sangatlah bijak bila semua bersatu menghadapi dan mengatasi musibah yang berat ini. Di samping ilmu terdapat hikmah, sebagai mutiara kebaikan yang mesti ditumbuhkan dalam jiwa para ilmuwan sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat" (QS Al Baqarah: 269).

Ilmu dan akal pikiran manusia menurut perspektif Islam mesti bersendikan tauhid, iman dan takwa agar tidak terseret pada arus pikiran liberal-sekuler yang membolehkan segala perbuatan tanpa bingkai nilai agama, bahkan dapat menggiring menjadi anti agama (agnostik) dan anti tuhan (ateis). Ilmu memerlukan hikmah sehingga melahirkan pencerahan akal-budi manusia dan menerangi alam semesta. Ilmu dan pikiran manusia modern atau posmoderen jangan seperti kotak pandora dalam mitologi Yunani Kuno, yang memberikan harapan indah akan kebaikan tetapi setelah dibuka ternyata menjadi sumber masalah dan fitnah dalam kehidupan manusia yang semestinya dijaga nilai dan bermartabatnya sebagai insan beperadaban mulia!

Kedelapan, nilai kemajuan. Pandemi ini meniscayakan manusia untuk belajar memahami masalah secara mendalam dan luas serta membangkitkan diri untuk maju pascamusibah. Manusia diajari Tuhan dengan berbagai cara. Musibah boleh jadi merupakan cara Tuhan agar manusia terus mengungkap rahasia ciptaan-Nya yang sangat luas dan tak terbatas, bersyukur atas segala nikmat-Nya, serta mengakui Kemahakuasaan Nya. Di sinilah pentingnya membangkitkan nilai dan etos kemajuan bagi seluruh manusia atas musibah yang mewabah di seluruh dunia ini.

Muhammadiyah dalam menghadapi pandemi yang berat ini secara teologis memandang kehidupan sebagai sesuatu yang luhur, berharga, dan bermakna. Memanami kehidupan dengan segala aspek dan siklusnya niscaya didekati dengan pandangan yang mendalam luas, dan multiperspektif. Letakkanlah persoalan pandemi ini dalam dimensi iman, tauhid, dan hablun min Allah yang terhubung langsung dengan hablun min al nas, ilmu, ihsan, dan amal saleh yang bermakna. Pandangan keagamaan dan keilmuan niscaya holistik-integratif dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani yang lahir dari pandangan atau nilai-nilai kemajuan dalam ajaran Islam.

Islam sejatinya agama yang mengajarkan kemajuan hidup umat manusia. Banyak sekali pesan penting ajaran Islam tentang kemajuan dalam Al-Qur'an dan Sunah maupun jejak (turas) sejarah Islam, sehingga dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang berkemajuan (din al-hadarah, the region of progress). Kemajuan menurut ajaran Islam ialah segala kebaikan dan keutamaan yang multiaspek dan melahirkan kemaslahatan hidup bagi seluruh umat manusia dan rahmat bagi semesta alam. Kemajuan yang membawa kebahagiaan dan keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat.

Al-Qur'an dan Sunah Nabi sebagai sumber utama ajaran Islam mengandung nilai-nilai dan pesan ajaran tentang kemajuan. Wahyu pertama Al-Qur'an yang menjadi penanda kerasulan Nabi Muhammad dan risalah Islam perintah “Iqra”. Risalah "iqra'" mengajarkan kepada setiap muslim tidak hanya diharuskan membaca ayat-ayat Al-Qur'an tetapi juga ayat ayat kauniah atau ayat ayat semesta. Iqra' menurut para mufasir bukan hanya membaca secara verbal dan tekstual, tetapi keseluruhan makna yang tercakup arti "“iqra” dalam literasi Arab seperti tafakkur, tadabbur, tanazar, tazakkur, serta berbagai aktivitas akal pikiran, keilmuan, dan pembacaan sejarah secara menyeluruh. Dalam perspektif Manhaj Tarjih “iqra” memiliki makna pada pemahaman keislaman dan semesta kehidupan secara bayani, burhani dan irfani secara interkoneksi.

Selain itu Nabi memberi bekal umatnya dengan perintah ijtihad dan tajdid untuk menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Sebagaimana sabda Nabi tentang ijtihad yang artinya, "Ketika seorang hakim hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad, kemudian benar, ia mendapatkan dua pahala. Jika ia hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad kemudian ternyata salah, ia dapat satu pahala." (HR Muslim dari Amr bin al 'As). Demikian halnya perintah tajdid dalam hadis yang lain, yang artinya “Sesungguhnya Allah akan menurunkan (orang) setiap permulaan seratus tahun seseorang kepada umatnya yang akan memperbarui ajaran agama mereka" (HR Abu Dawud, al Hakim, dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah).

Dengan risalah 'iqra” disertai ijtihad dan tajdid yang berbingkai risalah akhlak mulia (al akhlaq al karimah) dan misi kerahmatan Islam (rahmatan lil-alami) yang mencerahkan akal-budi dan peradaban umat manusia, Nabi berhasil membebaskan bangsa Arab yang Jahiliah menjadi bangsa yang berperadaban gemilang dalam puncak risalah “al Madinah al Munawwarah". Dari rahim peradaban Madinah itu kemudian Islam berkembang menjadi agama yang membuana dan menciptakan kejayaan peradaban semesta selama berabad-abad di pentas sejarah dunia, yang menggambarkan nilai dan ajaran kemajuan Islam yang melintas batas atau “rahmatan lil “alamin”.

Nilai-nilai kemajuan dalam ajaran Islam yang demikian kaya dan mendasar itu kadang tidak selamanya dipahami dan dipraktikkan oleh kaum muslim sendiri selaku pemeluknya, sehingga dalam sejumlah aspek kehidupan umat Islam tertinggal atau mengalami kemunduran. Kenyataan yang senjang antara ajaran dan praktik hidup pemeluknya inilah yang dikritik Muhammad Abduh, “Islam mahjubun bil-muslimin bahwa kemajuan Islam tertutupi oleh kaum muslim sendiri yang berpikiran, bersikap, dan bertindak kolot (jumud) dan tertinggal. Karenanya ajaran tentang kemajuan Islam niscaya dibangkitkan kembali dan digelorakan dalam kehidupan kaum muslimun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di sinilah pentingnya memahami hakikat, relevansi, dan urgensi nilai Islam Berkemajuan.



Pengharapan
Muhammadiyah dalam memperingati Milad ke-109 niscaya bergerak makin dinamis dalam membangkitkan para anggota dan seluruh institusinya agar mampu melakukan langkah-langkah perubahan yang mendorong usaha-usaha strategis dan melahirkan pusat-pusat keunggulan serta perluasan jelajah perjuangan Persyarikatan menuju Muhammadiyah berkemajuan di berbagai bidang dan ranah kehidupan. Jadikan momentum terbaik ini sebagai pintu mengembangkan dakwah, tajdid, dan ijtihad kolektif guna mendorong semangat al-taqyir (perubahan), al-tanwir (pencerahan), dan al-taqaddum (kemajuan) untuk membangun Muhammadiyah yang unggul berkemajuan di ranah lokal, nasional dan global.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.7165 seconds (0.1#10.140)