Permintaan Pertama: Mencabut Rasa Cinta kepada Wanita

Minggu, 21 Juni 2020 - 14:17 WIB
loading...
Permintaan Pertama: Mencabut Rasa Cinta kepada Wanita
Tiada sesuatu yang memudharatkan agama yang lebih aku takuti dan fitnah wanita. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SEKARANG kita berada di tahun 14 H. Saat di mana para pembimbing generasi dan guru utama di kalangan para sahabat dan senior tabi’in membuat perbatasan kota Bashrah atas perintah Khalifah Muslimin Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu wa ardhaah. ( )

Mereka bertekad untuk membangun kota baru sebagai markas bagi pasukan kaum muslimin untuk berperang di negeri Persi. Sekaligus sebagai titik tolak untuk berdakwah ilallah, serta sebagai menara untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi.



Di kota ini kaum muslimin dan segala penjuru Jazirah Arab, ada yang dan Najd, Hijaz dan Yaman berkumpul untuk menjaga perbatasan daerah kaum muslimin. Di antara yang turut berhijrah tersebut terdapat pemuda Najed dan Bani Tamim yang dipanggil dengan nama Amir bin Abdilah At-Tamimi Al-Anbari. Usianya masih remaja, masih lunak kulitnya, putih wajahnya, suci jiwanya dan takwa hatinya.



Kendati masih berstatus baru, kota Bashrah menjadi kota terkaya di negeri kaum muslimin dan paling melimpah hartanya, karena tertumpuk di dalamnya hasil ghanimah perang dan tambang emas murni.



Namun begitu, bagi pemuda dan Bani Tamimi hal itu bukanlah yang dia cari. Beliau dikenal zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, berharap terhadap apa yang ada di sisi Allah, berpaling dan dunia dan perhiasannya, menghadapkan jiwanya kepada Allah dan keridhaan-Nya. ( )

Ketika itu pemuka Bashrah adalah seorang sahabat agung Abu Musa Al-Asy’ari. Beliau adalah wali kota Bashrah yang bercahaya. Beliau juga panglima perang kaum muslimin yang berasal dan Bashrah setiap kali menghadapi musuh. Beliau adalah imam penduduk Bashrah, pengajar dan pembimbingnya menuju ke jalan Allah. (

Kepada Abu Musa Al-Asy’ari inilah Amir bin Abdillah berguru. Baik dalam kondisi perang maupun damai. Aktif menemani beliau setiap menempuh perjalanan, meneguk ilmu darinya tentang Kitabullah yang masih segar seperti tatkala diturunkan di hati Muhammad. Juga mengambil hadis sahih yang bersambung hingga Nabi yang mulia. Beliau menuntut ilmu tentang agama Allah di hadapan Abu Musa Al-Asy’ari.

Setelah beliau menyempurnakan ilmu sesuai yang dikehendaki, maka beliau membagi hidupnya menjadi tiga bagian.



Bagian pertama adalah untuk halaqah zikir di masjid Bashrah yang di sana dibacakan dan diajarkan Al-Qur’an kepada manusia.

Kedua, beliau pergunakan untuk mengenyam manisnya ibadah, beliau pancangkan kedua kakinya berdiri di hadapan Allah hingga letih kedua telapak kakinya.



Ketiga, untuk terjun ke medan jihad, beliau menghunus pedangnya untuk berperang di jalan Allah. Seluruh umurnya tidak pernah absen sedikitpun dari tiga kesibukan tersebut, sehingga beliau dikenal sebagai abid (ahli ibadahnya) dan ahli zuhudnya penduduk Bashrah.

Di antara berita tentang keadaan Amir bin Abdillah adalah seperti yang dikisahkan oleh seorang putra Bashrah yang mengatakan:



“Aku pernah mengikuti safar bersama rombongan yang di dalamnya terdapat Amir bin Abdillah. Tatkala menjelang malam kami singgah di hutan. Aku melihat Amir mengemasi barang-barangnya, mengikat kendaraannya di pohon dan memanjangkan tali pengikatnya, mengumpulkan rerumputan yang dapat mengenyangkan kendaraannya dan meletakkan di hadapannya...

Kemudian beliau masuk ke hutan dan menghilang di dalamnya. Aku berkata kepada diriku sendiri: ‘Demi Allah aku akan mengikutinya dan aku ingin melihat apa yang sedang ia kerjakan di tengah hutan malam ini.”



Aku melihat Amir berjalan hingga berhenti di suatu tempat yang lebat pepohonannya dan tersembunyi dan pandangan manusia. Lalu dia menghadap ke kiblat, berdiri untuk salat. Aku tidak melihat salat yang lebih bagus, lebih sempurna dan lebih khusyuk dan salatnya.



Setelah berlalu beberapa rekaat yang dikehendaki Allah, dia berdo’a kepada Allah dan bermunajah kepada-Nya. Di antara yang dia ucapkan adalah: “Wahai Ilahi, sungguh Engkau telah menciptakan aku dengan penintah-Mu, lalu Engkau tempatkan aku ke dunia ini sesuai kehendak-Mu, lalu Engkau perintahkan “berpegang teguhlah!”, bagaimana aku akan berpegang teguh jika Engkau tidak meneguhkan aku dengan kelembutan-Mu yaa Qawiyyu yaa Matiin!


Wahai Ilahi sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa seandainya aku memiliki dunia dan seluruh isinya, kemudian diminta demi meraih ridha-Mu niscaya aku akan memberikan kepada orang yang memintanya, maka berikanlah jiwaku kepadaku ya Arhamar Rahimin!


Wahai Ilahi, kecintaanku kepada-Mu yang sangat, membuatku terasa ringan menghadapi musibah, ridha atas segala qadha’, maka aku tidak peduli apapun yang menimpa diriku pagi dan sore harinya selagi masih bisa mencintaiMu.”

Putra Bashrah itu melanjutkan: “Kemudian rasa kantuk mendatangiku hingga aku tertidur. Berkali-kali aku tidur dan bangun sedangkan Amir masih tegak di tempatnya, tetap dalam salat dan munajahnya sampai datanglah waktu subuh.

ahi Munkar

Usai salat subuh beliau berdo’a: “Ya Allah, waktu subuh telah datang, manusia segera bangun dan pergi mencari karunia-Mu. Sesunguhnya masing-masing mereka memiliki keperluan, dan sesungguhnya keperluan Amir di sisiMu adalah agar Engkau mengampuninya. Ya Allah, kabulkanlah keperluanku dan juga keperluan mereka ya Akramal Akramin.



Ya Allah, sesungguhnya aku telah memohon kepada-Mu tiga perkara, lalu Engkau mengabulkan dua di antaranya dan tinggal satu saja yang belum. Ya Allah, perkenankanlah permohonan tersebut sehingga aku bisa beribadah kepadaMu sesuka hatiku dan sekehendakku!”

Beliau beranjak dan tempat duduknya dan tiba-tiba pandangan matanya tertuju kepadaku.



Beliau terperanjat dan berkata: “Apakah Anda membuntutiku sejak kemarin malam wahai saudaraku dari Bashrah?”

Aku menjawab: ‘Benar.”

Beliau berkata: “Rahasiakanlah apa yang Anda lihat, semoga Allah merahasiakan aib Anda!”

Aku menjawab: “Demi Allah, engkau beritahukan aku terlebih dahulu tentang tiga permohonanmu kepada Allah tersebut, atau aku akan memberitahukan kepada manusia tentang apa yang aku lihat’darimu.”



Beliau berkata: Duhai celaka, jangan sampai Anda beritahukan kepada orang lain!”

Aku katakan: “Dengan syarat engkau penuhi permintaanku padamu.”

Maka tatkala beliau melihat keseriusanku, beliau berkata: “Akan aku ceritakan asalkan Anda mau berjanji kepada Allah untuk tidak menceritakan hal ini kepada sipapun.”



Aku berkata: ‘Baiklah aku berjanji kepada Allah untuk tidak menyebarkan rahasia ini selagi Anda masih hidup.”

Lalu beliau berkata: “Tiada sesuatu yang memudharatkan agama yang lebih aku takuti dan fitnah wanita, maka aku memohon kepada Rabb-ku agar mencabut rasa cinta (syahwatku) kepada wanita, maka Allah mengabulkan do’aku sehingga tatkala aku berjalan, aku tidak peduli apakah yang aku lihat seorang wanita ataukah tembok.” ( )

Aku berkata: “Ini yang pertama, lantas apa yang kedua?”

Beliau menjawab: “Yang kedua adalah, aku memohon kepada Rabb-ku agar tidak diberi rasa takut kepada siapapun selain Dia, maka Allah mengabulkan aku, sehingga demi Allah, tiadalah yang aku takuti baik yang di langit dan di bumi selain Dia.”

Aku bertanya: “Lantas apa do’a yang ketiga?”



Beliau menjawab: “Aku memohon kepada Allah agar menghilangkan rasa kantuk dan tidur sehingga aku bisa beribadah kepada-Nya di malam dan siang hari sesuka hatiku, namun Allah belum mengabulkannya.”

Tatkala aku mendengar dari beliau aku berkata: “Kasihanilah dirimu, Anda telah melakukan salat di malam hari dan shaum di siang hari, padahal jannah dapat diraih dengan amal yang lebih ringan dari pada yang Anda kerjakan. Dan neraka dapat dihindari dengan perjuangan yang lebih ringan dari apa yang Anda usahakan.”



Beliau berkata: “Aku takut jika nantinya aku menyesal selagi tiada bermanfaat sedikitpun penyesalan itu. Demi Allah aku akan bersungguh-sungguh untuk beribadah, tidak ada pilihan lain, jika aku selamat itu semata-mata karena rahmat Allah, jika aku masuk neraka maka itu karena keteledoranku.” (Bersambung)

Dinukil dari Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya , Mereka adalah Para Tabiin, diterjemahkan oleh Abu Umar Abdillah dari bahasa Arab dengan judul asli "Shuwaru min Hayati A;-Tabi'in".
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2298 seconds (0.1#10.140)