Gubernur yang Masuk Daftar Penduduk Miskin
loading...
A
A
A
SAID bin Amir Al Jumahy termasuk seorang pemuda di antara ribuan orang yang pergi ke Tan’im, di luar kota Makkah . Mereka berbondong-bondong ke sana, dikerahkan para pemimpin Quraisy untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman mati terhadap Khubaib bin ‘Ady, yaitu seorang sahabat Nabi yang mereka jatuhi hukuman tanpa alasan.
Dengan semangat muda yang menyala-nyala, Said maju menerobos orang banyak yang berdesak-desakan. Akhirnya dia sampai ke depan, sejajar dengan tempat duduk orang-orang penting, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dan lain-lain.
Kaum kafir Quraisy sengaja mempertontonkan tawanan mereka dibelenggu. Sementara para wanita, anak anak dan pemuda, menggiring Khubaib ke lapangan maut. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW, serta melampiaskan sakit hati atas ke kalahan mereka dalam perang Badar.
Ketika tawanan yang mereka giring sampai ke tiang salib yang telah disediakan, ‘Said mendongakkan kepala melihat kepada Khubaib bin ‘Ady. ‘Said mendengar suara Khubaib berkata dengan mantap, “Jika kalian bolehkan, saya ingin salat dua raka’at sebelum saya kalian bunuh....”
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Kemudian Said melihat Khubaib menghadap ke kiblat (Ka’bah). Dia salat dua raka’at. Alangkah bagus dan sempurna salatnya itu.
Sesudah salat, Khubaib menghadap kepada para pemimpin Quraisy seraya berkata, “Demi Allah! Seandainya kalian tidak akan menuduhku melama-lamakan salat untuk melambat-lambatkan waktu karena takut mati, nescaya saya akan salat lebih banyak lagi.”
Mendengar ucapan Khubaib tersebut, Said melihat para pemimpin Quraisy naik darah, bagaikan hendak mencincang tubuh Khubaib hidup hidup. “Sukakah engkau si Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?” tanya mereka.
“Saya tidak ingin bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak saya, sementara Muhammad tertusuk duri....,” jawab Khubaib mantap.
“Bunuh dia...! Bunuh dia...!” teriak orang banyak.
Said melihat Khubaib telah dipakukan ke tiang salib. Dia mengarahkan pandangannya ke langit sambil mendo’a, “Ya, Allah! Hitunglah jumlah mereka! Hancurkanlah mereka semua. Jangan disisakan seorang jua pun!” Tidak lama kemudian Khubaib menghembuskan nafasnya yang terakhir di tiang salib.
Sekujur tubuhnya penuh dengan luka-luka karena tebasan pedang dan tikaman tombak yang tak terbilang jumlahnya.
Kaum kafir Quraisy kembali ke Makkah biasa-biasa saja. Seolah-olah mereka telah melupakan peristiwa maut yang merenggut nyawa Khubaib dengan sadis. Tetapi Said bin ‘Amir Al-Jumahy yang baru meningkat usia remaja tidak dapat melupakan Khubaib walau agak sedetikpun. Sehingga dia bermimpi melihat Khubaib menjelma di hadapannya.
Dia seakan-akan melihat Khubaib salat dua raka’at dengan khusyu’ dan tenang di bawah tiang salib. Seperti terdengar olehnya rintihan suara Khubaib mendo‘akan kaum kafir Quraisy.
Said ketakutan kalau-kalau Allah ta’ala segera mengabulkan do’a Khubaib, sehingga petir dan halilintar menyambar kaum Quraisy.
Dengan semangat muda yang menyala-nyala, Said maju menerobos orang banyak yang berdesak-desakan. Akhirnya dia sampai ke depan, sejajar dengan tempat duduk orang-orang penting, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah dan lain-lain.
Kaum kafir Quraisy sengaja mempertontonkan tawanan mereka dibelenggu. Sementara para wanita, anak anak dan pemuda, menggiring Khubaib ke lapangan maut. Mereka ingin membalas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW, serta melampiaskan sakit hati atas ke kalahan mereka dalam perang Badar.
Ketika tawanan yang mereka giring sampai ke tiang salib yang telah disediakan, ‘Said mendongakkan kepala melihat kepada Khubaib bin ‘Ady. ‘Said mendengar suara Khubaib berkata dengan mantap, “Jika kalian bolehkan, saya ingin salat dua raka’at sebelum saya kalian bunuh....”
Baca Juga: :Khalifah Umar Pecat Khalid bin Walid demi Selamatkan Tauhid Umat
Kemudian Said melihat Khubaib menghadap ke kiblat (Ka’bah). Dia salat dua raka’at. Alangkah bagus dan sempurna salatnya itu.
Sesudah salat, Khubaib menghadap kepada para pemimpin Quraisy seraya berkata, “Demi Allah! Seandainya kalian tidak akan menuduhku melama-lamakan salat untuk melambat-lambatkan waktu karena takut mati, nescaya saya akan salat lebih banyak lagi.”
Mendengar ucapan Khubaib tersebut, Said melihat para pemimpin Quraisy naik darah, bagaikan hendak mencincang tubuh Khubaib hidup hidup. “Sukakah engkau si Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?” tanya mereka.
“Saya tidak ingin bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak saya, sementara Muhammad tertusuk duri....,” jawab Khubaib mantap.
“Bunuh dia...! Bunuh dia...!” teriak orang banyak.
Said melihat Khubaib telah dipakukan ke tiang salib. Dia mengarahkan pandangannya ke langit sambil mendo’a, “Ya, Allah! Hitunglah jumlah mereka! Hancurkanlah mereka semua. Jangan disisakan seorang jua pun!” Tidak lama kemudian Khubaib menghembuskan nafasnya yang terakhir di tiang salib.
Sekujur tubuhnya penuh dengan luka-luka karena tebasan pedang dan tikaman tombak yang tak terbilang jumlahnya.
Kaum kafir Quraisy kembali ke Makkah biasa-biasa saja. Seolah-olah mereka telah melupakan peristiwa maut yang merenggut nyawa Khubaib dengan sadis. Tetapi Said bin ‘Amir Al-Jumahy yang baru meningkat usia remaja tidak dapat melupakan Khubaib walau agak sedetikpun. Sehingga dia bermimpi melihat Khubaib menjelma di hadapannya.
Dia seakan-akan melihat Khubaib salat dua raka’at dengan khusyu’ dan tenang di bawah tiang salib. Seperti terdengar olehnya rintihan suara Khubaib mendo‘akan kaum kafir Quraisy.
Said ketakutan kalau-kalau Allah ta’ala segera mengabulkan do’a Khubaib, sehingga petir dan halilintar menyambar kaum Quraisy.