Kisah Bau Harum Tukang Sisir Putri Fir'aun Saat Rasulullah Mi'raj

Senin, 13 Juli 2020 - 08:51 WIB
loading...
Kisah Bau Harum Tukang Sisir Putri Firaun Saat Rasulullah Miraj
Piramida lambang keperkasaan Firaun. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
ALLAH Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Nabi Musa untuk menyelamatkan Bani Israil dari kekejaman Raja Fira’un . Namun, sang Raja teramat kejam hingga mereka yang beriman begitu takut untuk memperlihatkan keimanannya kepada Allah. Salah satu yang menyembunyikan keimanan tersebut yakni seorang wanita bernama Masyithah beserta keluarganya.



Masyithah merupakan salah satu pelayan istana Firaun. Ia bertugas sebagai tukang sisir putri Firaun. Sejak bertahun-tahun silam, keluarga Masyithah setia melayani istana. Ketika agama Ibrahim disampaikan Musa di tanah Mesir, mereka mengimaninya. Namun, tak ada yang tahu keimanan Masyithah, termasuk sang majikan.

Hingga suatu hari, tibalah saat Allah menguji keimanan Masyithah dan keluarganya. Saat itu Masyithah tengah menyisir rambut putri Firaun. Tiba-tiba sisir di tangannya jatuh dan tanpa sadar asma Allah keluar dari lisan Masyithah. " Bismillah,” seru Masyithah spontan.

Mendengarnya, putri Firaun sontak kaget. Ia pun segera menginterogasi Mayithah, siapakah Allah itu. “Apakah itu Bapakku?”

Masyithah tidak langsung menjawab pertanyaan sang putri. Keringat dingin menderas tubuhnya. Ia takut. "Siapa Allah itu? Mengapa kau tak menjawab! Apakah kau punya Tuhan selain ayahku?" seru sang putri.

Masyithah terus bungkam, namun sang putri terus mendesaknya. Hingga keberanian pun datang dari diri Masyithah. Ia tahu betul, inilah saatnya keimanan hendak diuji Allah. "Allah adalah Tuhanku, Tuhan ayahmu, dan Tuhan seluruh alam," jawab Mayithah tegas.

Mendengarnya, sang putri pun segera beranjak dari tempat duduknya menuju sang ayah. Ia melaporkan apa yang baru saja didengarnya dari lisan Masyithah. Sementara Masyithah mengabarkan kepada keluarganya untuk bersiap diri mendapat hukuman Firaun.

Firaun marah bukan kepalang ketika mendengar kabar dari sang putri. Ia pun segera memanggil Masyithah ke hadapannya. Tanpa keraguan, Masyithah pun pergi memenuhi panggilan raja.

"Apa kau menyembah sesuatu selain aku?" tanya Firaun dengan suara menggelegar, seluruh istana dibuat takut dengan amarahnya. Namun tanpa gentar, Masyithah menjawab ringan, "Ya, saya menyembah Allah. Allah Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu," kata Masyithah.

Geram, Firaun pun menyuruh pengawalnya untuk mengikat Masyithah kemudian menaruh seekor ular besar di hadapannya. Namun, Masyithah tak bergidik. Bertambah marahlah emosi Firaun. Ia pun segera memanggil tangan kanannya, Hamman, untuk mengeksekusi mati keluarga Masyithah.



Hamman kemudian segera mengumpulkan beberapa pengawal untuk menangkap Masyithah dan keluarganya. Ia pun kemudian memerintahkan pengawal lain untuk membuat lubang besar untuk diisi air panas layaknya kawah bara dari gunung api. Ia bermaksud merebus hingga mati Masyithah dan keluarganya.

Tibalah hari eksekusi, rakyat dikumpulkan untuk menyaksikan peristiwa sadis, hukuman ala Firaun. Masyithah bersama sang suami dan empat orang anak termasuk satu bayi yang digendongnya telah berada di sana, siap menghadapi hukuman keji tersebut.

Mereka melihat kubangan besar berisi air mendidih yang siap melepuhkan tubuh mereka. Namun, hati mereka tak gentar dengan siksaan dari seorang manusia. Mereka memilih beriman kepada Allah, Tuhan seluruh manusia.



Sebelum dilempar ke air mendidih, mereka ditanya oleh Hamman apakah masih akan terus mengimani Allah dan enggan menuhankan Firaun. Namun, jawaban mereka selalu sama acap kali ditanya, "Allah adalah Tuhanku, Tuhan Firaun, dan Tuhan seluruh alam. Kami akan terus beriman kepada Allah sekalipun harus terjun ke kawah mendidih".

Maka, bulatlah keputusan Hamman untuk memasak mereka hidup-hidup. Fir'aun memerintahkan agar dihadirkan seekor sapi dari tembaga. Setelah dipanaskan, dia memerintahkan agar wanita ini berikut anak-anaknya dilempar ke dalamnya.

Suami Masyitahlah yang pertama kali mendapat giliran. Tubuhnya langsung dilalap air yang mendidih, tinggal tulang-tulangnya saja. Melihat eksekusi keji tersebut, Hamman terbahak-bahak dan terus menghina orang-orang yang beriman kepada Allah.



Masyithah terus di atas ketegarannya mengimani Allah. Setelah sang suami, giliran anak-anaknya. Satu per satu, mereka dipaksa masuk ke air mendidih yang apinya menjilat-jilat. Semuanya dilakukan di hadapan Masyithah. Hingga tinggallah tersisa Masyithah dan seorang anaknya yang masih bayi. Ia menggendong bayi itu erat-erat. Hatinya masih tegar di atas agama Allah. Maka, diseretlah ia dan bayinya mendekati air yang teramat panas itu.

Ketika hampir memasuki kubangan air, tiba-tiba setan membisikkan keraguan di dalam hatinya. Keraguan dengan merasa sedih dan kasihan pada sang bayi yang belum sempat tumbuh dewasa melihat dunia, bayi yang baru lahir tanpa dosa.



Masyithah pun menghentikan langkahnya menuju ajal, ia terus saja memandangi bayinya yang merah dengan perasaan sedih yang mendalam. Melihatnya, Hamman sempat berpikir Masyithah akan mencabut kata-katanya dan akan kembali menuhankan Firaun. Ia pun girang karena merasa ancamannya pada Masyithah berhasil.

Namun, pikiran Hamman salah. Masyithah tak pernah sedikit pun melepaskan keimanannya pada Allah. Lalu dengan kehendak Allah, sang bayi tiba-tiba berkata kepada ibunya, "Wahai ibu, jangan takut, sesungguhnya Surga menanti kita," ujar bayi yang digendongnya. "Wahai Ibu, masuklah karena azab dunia lebih ringan daripada azab Akhirat." Mendengarnya, kembalilah ketegaran dan keberanian Masyithah. Ia pun mencium anaknya.



Sebelum ia masuk dalam tungku, kepada Firaun Masyithah berkata, “Aku ada permintaan.”

“Apa permintaanmu?”

“Aku ingin kamu mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku dalam sebungkus kain lalu mengubur kami.”

“Itu menjadi hakmu atas kami,” jawab Firaun.

Setelah itu dia pun masuk ke dalam air yang mendidih. Masyithah dan keluarganya mengakhiri hidup mereka dengan berpegang teguh pada akidah. Ibnu Abbas berkata, "Ada empat bayi yang berbicara: Isa bin Maryam, bayi Juraij, saksi Yusuf, dan putra wanita penyisir putri Fir'aun."



Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadis Rasulullah tentang Isra mi'raj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani. Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, pada malam aku ber-Isra', aku mencium aroma yang harum. Aku bertanya, “Wahai Jibril, aroma harum apa ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah aroma wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita itu.” Aku bertanya, “Bagaimana kisahnya?” Lalu Jibril bercerita seperti kisah di atas.

Hikmah Hadis
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dari Ibnu Abbas (3/309) cetakan Al-Maktab Al-Islami), (5/30 cetakan Muassasatur Risalah), no. (2821-2823). Para Muhaqqiq Musnad menyatakannya hasan dan mereka menisbatkannya kepada Thabrani dan Ibnu Hibban. Haitsami setelah menyebut hadis ini mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Thabrani dalam AlKabir dan Al-Ausath. Di dalam sanadnya terdapat Atha' bin As-Saib. Dia tsiqah, tetapi hafalannya berantakan." (Majmauz Zawaid, 1/65).

Baca Juga: Kisah Nabi Musa dan Anak yang Saleh, Pemilik Sapi Betina
Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan wanita ini hidup di istana Fir'aun. Tugasnya adalah melayani putrinya. Dia menyisir rambutnya, dan mengurusi urusannya. Orang yang seperti ini pastilah orang yang mulia, dihormati, dan hidup enak. Akan tetapi, iman menyusup di hatinya dan menguasai urusannya, sebagaimana iman juga menguasai hati ibu ratu, istri Fir'aun.

Iman selalu menemukan jalan ke dalam hati orang-orang kaya, seperti ia menemukan jalan ke dalam hati orang-orang miskin manakala Allah menginginkan kebaikan untuk hambanya.



Wanita ini menyembunyikan imannya seperti halnya istri Fir'aun dan seorang mukmin dari keluarga Fir'aun. "Dan Seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya." (QS. Ghafir: 28). “Walaupun seseorang berusaha untuk menutupi apa yang ada di dalam hatinya, tetap saja akan terbaca melalui tindak tanduk, gerakan, perilaku, dan ucapan-ucapannya. Kadang-kadang seseorang lupa akan dirinya sendiri dan dia berpolah berdasar pada tabiatnya,” tutur Syaikh ‘Umar.

Sikap yang diambil oleh Masyithah adalah contoh yang selalu terjadi dan untuk selama-lamanya, tetapi ia istimewa. Ia adalah contoh nyata tentang unggulnya iman di atas kekufuran dan kedurhakaan. Iman tanpa senjata dan kekuatan manusia, pemiliknya menunjukkannya meski dengan risiko besar dan akibat buruk yang tidak ringan, akan tetapi di balik itu dia berharap meraih kehidupan mulia di sisi Allah di Surga kenikmatan.



Sebagian orang mungkin mengira bahwa wanita ini telah berbuat bodoh terhadap suami dan anak-anaknya manakala dia menyeret mereka ke dalam musibah besar yang menimpa mereka. Akan tetapi, orang seperti Masyithah mempunyai cara pandang yang berbeda. Dia melihat bahwa apa yang dilakukannya terhadap keluarganya mengandung kebaikan besar bagi mereka di sisi Allah manakala mereka menghadap kepada-Nya. Dan memang demikian faktanya.

Tidaklah mengherankan jika aroma dan bau harum mereka tercium di langit Rasulullah dan menarik perhatian beliau pada waktu melakukan perjalanan di langit yang tinggi. ( )

Rasulullah menyampaikan kepada kita bahwa hati wanita ini teriris dan dia merasakan kepedihan yang mendalam manakala anaknya yang masih bayi hendak dilemparkannya ke dalam api. Dan biasanya seorang wanita akan lebih sedih dan terenyuh hatinya manakala putranya yang masih bayi terkena sesuatu yang menyakitkannya.

Wanita ini sepertinya maju mundur dan berpikir untuk menyurutkan langkahnya, akan tetapi anaknya meneguhkannya. Allah membuatnya mampu berbicara sebagai pemompa semangatnya supaya imannya bertambah dan membuktikan kebenaran
imannya. Bayinya berkata kepadanya, "Wahai Ibu, masuklah karena azab dunia lebih ringan daripada azab Akhirat."



Anak bayi itu tidak meminta kepada ibunya agar jangan bersedih atasnya atau memikirkannya. Dia berbicara kepada ibunya dalam urusan ibu. Anak itu meminta kepada ibunya supaya bersabar atas apa yang akan menimpanya, karena azab dunia lebih ringan daripada azab Akhirat.

Inilah takziyah (hiburan) besar yang diperuntukkan kepada orang-orang yang menghadapi kematian atau pembunuhan di jalan Allah. Oleh sebab itu, begitu dia mendengar ucapan bayinya, ibu ini tidak menunggu mereka melemparkannya. Dia pun masuk ke dalam tungku dengan panas yang menyala-nyala.



Secara pasti bau tubuhnya dan tubuh anak-anaknya yang terbakar memenuhi ruangan, seperti daging yang diletakkan di bejana panas dan menjadi matang. Oleh karena itu, Allah memuliakannya dengan membalik aromanya menjadi aroma harum mewangi yang tercium di seantero langit. Sungguh beruntung wanita ini dan merugilah Fir'aun.

Masyithah mati seperti juga Fir'aun mati. Keduanya pergi kepada Tuhannya. Fir'aun dan bala tentaranya di alam Barzakh di mana api Neraka ditampakkan kepadanya pagi dan sore, dan pada hari Kiamat dia memimpin kaumnya lalu menjerumuskan mereka ke dalam Neraka.

Sementara Masyithah dan keluarganya bernikmat ria dengan derajat yang tinggi, dan pada hari Kiamat nanti Allah akan memasukkan mereka ke dalam Surga. ( )

Syaikh Umar menyebut beberapa pelajaran dan faedah hadis ini.

1. Keterangan tentang bagaimana iman bekerja di dalam jiwa. Di jalan Allah, orang-orang mukmin merasakan penyiksaan sebagai sesuatu yang ringan dan mereka menghadapi para setan, penguasa lalim. Kezaliman paling keras dan penyiksaan paling biadab tidak akan berguna untuk menyurutkan iman seorang mukmin.

2. Karomah Allah kepada para wali-Nya yang mengorbankan jiwa mereka secara sukarela, fi sabilillah. Allah telah meninggikan derajat ibu ini dan memuliakannya beserta anak-anaknya secara agung.

3. Masyithah tidak bunuh diri manakala dia terjun ke dalam api. Dia ingin membuat Fir'aun dan bala tentaranya bersedih, daripada dia menyetujui kesombongan mereka dengan menolak, berteriak dan tidak mau terjun ke dalam api. Dia memilih terjun sendiri tanpa ada rasa takut dan khawatir. Hal ini menambah kekalahan dan kemarahan mereka. Wanita ini mempecundangi mereka, dengan menyatakan secara terbuka bahwa mereka sangat hina. Di dunia ini masih ada orang yang menolak kehinaan, menolak menganggukkan kepalanya kepada kezaliman dan orang-orang zalim. Sebagian orang yang mengaku berilmu mengira bahwa perbuatan Masyithah adalah bunuh diri. Mereka itu perlu mengetahui perbedaan antara bunuh diri dengan apa yang dilakukan oleh wanita ini.

4. Keterangan tentang bayi yang berbicara sewaktu di dalam gendongan. Tiga orang dari bayi-bayi itu telah disebutkan dalam hadis Juraij, yaitu Isa bin Maryam, bayi Juraij, dan bayi yang menolak doa ibunya. Dan hadis ini menyebutkan dua yang lain yaitu saksi Yusuf dan putra wanita tukang sisir Fir'aun. Dan kisah Ashabul Ukhdud menyebutkan yang keenam, yaitu seorang bayi yang mendorong ibunya agar terjun ke dalam api yang disiapkan oleh raja lalim bagi Ashabul Ukhdud.

5. Usaha seorang muslim untuk menjaga sisa-sisa tubuhnya setelah dia wafat. Masyithah meminta kepada Fir'aun agar mengubur sisa-sisa tubuhnya dan tubuh anak-anaknya.

6. Balasan berasal dari jenis perbuatan. Masyithah manakala bau tubuhnya dan anak-anaknya yang terbakar menyebar, Allah mengubahnya menjadi aroma harum lagi wangi yang bersumber darinya dan anak-anaknya di langit yang tinggi.

7. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang ingin dimuliakannya dalam kondisi-kondisi yang sulit. Allah membuat bayi menyusu bisa berbicara, dia meminta ibunya agar tetap teguh. Dengan itu dia menyingkirkan godaan setan yang muncul di benaknya dan hampir mencelakakannya. ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2305 seconds (0.1#10.140)