16 Golongan Perempuan yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam

Jum'at, 03 Maret 2023 - 14:03 WIB
loading...
16 Golongan Perempuan yang Tidak Boleh Dinikahi dalam Islam
Ada 16 golongan perempuan yang ttidak boleh dinikahi dalam Islam. Foto/IlustrasI; newyork times
A A A
Ada 16 golongan perempuan yang tidak boleh dinikahi dalam Islam. 15 Golongan di antaranya, dijelaskan di dalam al-Quran surat An-Nisa ayat 22-24. Sedangkan satu golongan lagi dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا *حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

"Jangan kamu kawin dengan perempuan-perempuan yang pernah dikawin oleh ayah-ayahmu, kecuali apa-apa yang telah lalu; sebab sesungguhnya dia itu (perbuatan seperti itu) satu kejelekan dan perbuatan dosa serta cara yang tidak baik. Telah diharamkan atas kamu ibu-ibu kamu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, bibi-bibimu dari ayah, bibi-bibimu dari ibu, anak-anak perempuannya saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuannya saudaramu yang perempuan, ibu-ibu kamu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan kamu yang sesusu, ibu-ibu isteri kamu, anak-anak tiri yang dalam pangkuanmu yang ibunya telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampuri mereka itu, maka tidaklah berdosa atas kamu (untuk mengawini anaknya itu), isterinya anak laki-lakimu sendiri dan memadu antara dua saudara perempuan, karena sesungguhnya Allah adalah pengampun dan penyayang. Dan (diharamkan juga atas kamu) perempuan perempuan yang mempunyai suami." ( QS an-Nisa' : 22- 24)



Selanjutnya satu lagi perempuan yang haram dikawin adalah perempuan musyrik yaitu perempuan yang menyembah berhala, seperti orang-orang musyrik Arab dahulu dan sebagainya. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah dalam QS al-Baqarah: 221 yang berbunyi:

"Jangan kamu kawin dengan perempuan-perempuan musyrik sehingga mereka itu beriman, dan sungguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu; dan jangan kamu kawinkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu beriman, dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman adalah lebih baik daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun sangat mengagumkan kamu. Sebab mereka itu mengajak kamu ke Neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan pengampunan dengan izinNya juga." ( QS al-Baqarah : 221)

Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) menafsirkan dalam QS al-Baqarah: 221 tersebut menjelaskan, bahwa seorang muslim laki-laki tidak dibolehkan kawin dengan perempuan musyrik, begitu juga perempuan mukminah tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki musyrik karena ada perbedaan yang sangat jauh antara kedua kepercayaan tersebut.

"Di satu pihak mengajak ke surga sedang di lain pihak mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah dan para Nabi serta hari kiamat, sedang di lain pihak menyekutukan Allah dan ingkar kepada Nabi serta hari kiamat," ujarnya.



Perempuan yang Haram Dikawin

Lebih rinci lagi al-Qardhawi menjelaskan setiap muslim diharamkan kawin dengan salah seorang perempuan yang tersebut di bawah ini:

1. Isterinya ayah, baik yang ditalak biasa ataupun yang karena ditinggal mati oleh ayah.

Perkawinan semacam ini pada waktu zaman jahillah diperkenankan, yang kemudian oleh Islam dihapuskan. Sebab isteri ayah berkedudukan sebagai ibu. Maka diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini diantara hikmahnya ialah demi melindungi kehormatan ayah sendiri. Dan diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini untuk selamanya, adalah guna memutuskan keinginan si anak dan si ibu. Sehingga dengan demikian hubungan antara keduanya dapat berlangsung dengan langgeng atas dasar penyhormatan dan kewibawaan.

2. Ibunya sendiri, termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu.

3. Anaknya sendiri, termasuk di dalamnya: cucu dan cabang-cabangnya.

4. Saudaranya sendiri, baik sekandung, seayah maupun seibu.

5. Bibinya sendiri (saudara ayah), baik dia itu sekandung, seayah atau seibu.

6. Bibi sendiri dari pihak ibu (khalah) (saudaranya ibu), baik sekandung, seayah atau seibu.

7. Anak dari saudara laki-lakinya (keponakan).

8. Anak dari saudara perempuannya (keponakan).



Al-Qardhawi menjelaskan perempuan-perempuan tersebut diistilahkan dalam syariat Islam dengan nama mahram, sebab mereka itu diharamkan oleh Islam terhadap seorang muslim untuk selama-lamanya, dalam waktu apapun dan dalam keadaan apapun. Dan si laki-laki dalam hubungannya dengan perempuan-perempuan tersebut disebut juga mahram.

9. Seorang laki-laki muslim diharamkan kawin dengan seorang perempuan yang menyusuinya sejak kecil.

Menurut al-Qardhawi, ibu yang menyusuinya itu dapat dihukumi sebagai ibu sendiri. Air susunya yang diberikan kepada si anak tersebut dapat menumbuhkan daging dan membentuk tulang-tulang anak. Sehingga dengan demikian penyusuan itu dapat menumbuhkan perasaan keanakan dan keibuan antara kedua belah pihak.

Perasaan ini kadang-kadang dapat disembunyikan, tetapi penyimpanannya dalam akal justru akan tampak ketika terjadi suatu peristiwa.

Menurutnya, untuk dapat berpengaruhnya susunan ini kepada masalah perkawinan, maka disyaratkan harus dilakukan di waktu kecilnya si anak, yakni sebelum umur 2 tahun, di mana air susu ibu ketika itu merupakan satu-satunya makanan. Dan penyusuan dilakukan tidak kurang dari 5 kali serta mengenyangkan bagi si anak. Ukurannya, yaitu: si bayi tersebut baru meninggalkan tetek si perempuan, karena sudah merasa kenyang.

Membatasi penyusuan sampai 5 kali adalah menurut pendapat yang lebih kuat dan adil berdasar riwayat-riwayat yang ada.



10. Saudara sesusuan.

Kalau perempuan yang menyusui anak itu menjadi ibu bagi anak tersebut, maka begitu juga anak-anak perempuan si ibu tersebut menjadi saudara susu bagi anak yang disusui itu. Begitu juga bibi-bibi dan seluruh kerabatnya. Seperti yang diterangkan dalam Hadis Nabi yang mengatakan:

"Haram karena penyusuan, seperti apa yang haram karena nasab." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Dengan demikian, maka bibi-bibi, baik dari pihak ayah (ammah) atau dari pihak ibu (khalah) dan keponakan-keponakan, adalah haram bagi si anak tersebut," jelas Al-Qardhawi.

11. Termasuk perempuan yang haram dikawin ialah: ibu mertua.

Al-Qardhawi menjelaskan dia ini diharamkan oleh Islam karena semata-mata 'aqad yang telah berlangsung terhadap anak perempuannya, kendati belum dukhul. Sebab, si ibu tersebut dalam hubungannya dengan si laki-laki itu berkedudukan sebagai ibu.

12. Anak perempuannya isteri (rabiibah), yaitu seorang isteri mempunyai anak perempuan dan ibunya dikawin oleh seorang laki-laki dan sudah didukhul. Jika belum dukhul, maka si laki-laki tersebut tidak berdosa kawin dengan anak isterinya itu.



13. Menantu (isterinya anak laki-laki). Sedang yang disebut anak di sini, ialah anak betul, bukan anak angkat. Sebab perlembagaan anak angkat telah dihapus oleh Islam dengan segala kaitannya, karena terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan kenyataan yang dapat membawa kepada mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.

Firman Allah:

"Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu itu sebagai anakmu sendiri. Yang demikian itu hanya omongan yang keluar dari mulut-mulutmu." ( QS al-Ahzab : 4)

Yakni semata-mata panggilan lisan tidak dapat mengubah kenyataan dan menjadikan orang asing sebagai kerabat.

Ketiga orang yang diharamkan ini, semata-mata karena suatu illat (sebab) yang mendatang, yaitu "hubungan kekeluargaan berhubung dengan perkawinan" (mushaharah). Seluruh hubungan yang kuat antara kedua suami-isteri menentukan keharaman ini.

14. Termasuk yang diharamkan oleh Islam, sedang di zaman jahiliah dibebaskan, ialah: memadu dua saudara.

Al-Qardhawi menjelaskan sebab hubungan cinta saudara yang selalu ditekan oleh Islam untuk dikukuhkan itu akan bisa pudar apabila salah satu dijadikan gundik terhadap yang lain.

Al-Qur'an telah menegaskan haramnya permaduan seperti ini, dan disusul dengan penegasan Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya yang berbunyi sebagai berikut:

"Tidak boleh dimadu antara seorang perempuan dengan bibinya dari ayah (ammah) dan antara perempuan dengan bibinya dari ibu (khalah)." (HR Bukhari dan Muslim)

Dan dalam riwayat lain ada tambahan (ziadah) yang berbunyi sebagai berikut:

"Dan Rasulullah SAW selanjutnya bersabda: Sesungguhnya kamu apabila mengerjakan yang demikian itu, maka berarti kamu telah memutuskan kekeluargaanmu." (HR Ibnu Hibban)

Islam sangat menekankan masalah hubungan kekeluargaan (silaturahmi), maka bagaimana mungkin dia akan membuat suatu peraturan yang dapat memutuskan hubungan silaturahmi ini?

15. Perempuan yang sudah kawin dan masih menjadi tanggungan suaminya, tidak boleh dikawin oleh laki-laki lain. Dan supaya perempuan dapat halal untuk laki-laki lain itu, diperlukan dua syarat sebagai berikut:

a) Perempuan tersebut sudah lepas dari kekuasaan suaminya baik karena ditinggal mati oleh suaminya ataupun karena ditalak.
b) Sudah sampai kepada iddah yang telah ditentukan Allah. Dan selama dalam iddah adalah menjadi tanggungan suami yang pertama.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1864 seconds (0.1#10.140)