Mullah Nashruddin Belajar dari Seorang Pendeta tentang Meditasi

Selasa, 18 Agustus 2020 - 09:21 WIB
loading...
Mullah Nashruddin Belajar dari Seorang Pendeta tentang Meditasi
Nashruddin Hoja. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
APA yang disebut problem komunikasi, yang menarik begitu banyak perhatian, bergantung pada dugaan-dugaan yang tidak bisa diterima oleh Sufi . Seorang awam berkata, "Bagaimana aku bisa berkomunikasi dengan orang lain yang berada di luar hal-hal yang wajar?" ( )

Idries Shah dalam The Sufi menyatakan sikap Sufi adalah bahwa "komunikasi dari hal-hal yang memang harus dikomunikasikan tidak bisa dihalangi. Hal ini berarti wahananya tidak harus ditemukan terlebih dulu".

Mullah Nashruddin dan seorang yogi ( pendeta ), dalam sebuah cerita, keduanya memainkan peran sebagai orang biasa yang, sesungguhnya, tidak memiliki sesuatu pun untuk dikomunikasikan di antara keduanya. ( )

Suatu hari Nashruddin melihat sebuah bangunan aneh yang di pintunya seorang yogi duduk bertapa. Nashruddin memutuskan untuk belajar sesuatu dari sosok yang mengesankan ini, dan memulai pembicaraan dengan menanyakan siapa dan apa yang tengah dilakukannya.

"Aku seorang yogi," ucapnya. "Dan aku menghabiskan waktuku berusaha untuk mencapai keselarasan dengan seluruh makhluk hidup."

"Ini menarik," tutur Nashruddin, "sebab, seekor ikan pernah menyelamatkan hidupku."

Sang yogi memintanya untuk bergabung dengannya seraya mengatakan bahwa selama hidupnya yang dicurahkan untuk berusaha menyelaraskan dirinya dengan makhluk hayati, ia tidak pernah begitu dekat terlibat hubungan seperti yang dialami Nashruddin. ( )

Ketika keduanya telah bermeditasi selama beberapa hari, si yogi memohon Nashruddin untuk menceritakan lebih rinci tentang pengalamannya yang mengagumkan dengan ikan tersebut, "Karena sekarang kita telah saling mengenal lebih baik," ucap si yogi. "Karena sekarang aku mengenal Anda lebih baik," tandas Nashruddin, "aku ragu, apakah Anda bisa memperoleh manfaat dari ceritaku?"

Tetapi si yogi mendesaknya. "Baiklah," kata Nashruddin, "ikan tersebut benar-benar telah menyelamatkan hidupku. Pada waktu itu aku tengah kelaparan, dan ikan itu cukup untuk kumakan selama tiga hari."

Melibatkan diri dengan kapasitas-kapasitas tertentu dari pikiran/jiwa yang menjadi ciri khusus dari apa yang disebut sebagai mistisisme eksperimental, merupakan sesuatu yang tidak satu pun Sufi berani melakukannya. Hasil dari percobaan terus-menerus tersebut tidak terhitung banyaknya pada beberapa abad yang lalu. Secara aktual Sufisme dari pengamatan empirik:



Nashruddin menebarkan segenggam roti di sekitar rumahnya.

"Apa yang Anda lakukan?" tanya seseorang.

"Agar harimau tidak mendekat," jawab Nashruddin.

"Tetapi di sekitar sini tidak ada harimau."

"Tepat! Bukankah ini efektif?" tukas Nashruddin.



Salah satu dari berbagai cerita Nashruddin yang ditemukan pada karya Cervantes, Don Quixote (Bagian 14), mengingatkan bahaya-bahaya dari intelektualisme yang kaku.

"Dengan doktrinku, tidak ada persoalan yang tidak bisa dijawab," ucap seorang rahib yang baru saja memasuki sebuah warung teh di mana Nashruddin tengah duduk dengan para temannya.

"Dan baru beberapa saat yang lalu," jawab Nashruddin, "Aku ditantang oleh seorang alim dengan sebuah pertanyaan yang tak terjawab."

"Apabila hanya aku yang ada di sana! Katakan itu kepadaku, dan aku pastilah menjawabnya."

"Baiklah," ucap Nashruddin, "Ia berkata, 'Mengapa Anda berusaha memasuki rumahku di waktu malam'?"

Persepsi Sufi terhadap keindahan terkait dengan suatu kekuatan penetrasi yang melampaui ketajaman dari bentuk-bentuk seni ilmu yang biasa. Suatu hari seorang murid mengajak Nashruddin untuk melihat pemandangan danau yang indah untuk pertama kalinya.



"Alangkah indahnya!" seru Nashruddin. "Tetapi seandainya ..."

"Seandainya apa, Mullah?"

"Andai saja mereka tidak menempatkan air di dalamnya."

Dalam rangka meraih tujuan mistik, Sufi harus memahami bahwa pikiran tidak bekerja dengan cara seperti yang kita duga. Selain itu dua orang yang saling "kenal" mungkin benar-benar saling merasa ragu.

Suatu hari Nashruddin meminta istrinya untuk membuat sejumlah besar halwa (manisan), dan memberikan semua bahannya kepadanya.

Ia hampir memakan seluruh manisan tersebut.

Di tengah malam, Nashruddin membangunkan istrinya. ( )

"Aku baru saja memiliki pemikiran penting," ucap Nashruddin.

"Katakan kepadaku!" desak istrinya.

"Bawakan dulu sisa manisannya dan aku akan menceritakannya kepadamu!"

Ketika istrinya membawakan sisa manisan tersebut, ia memintanya lagi untuk menceritakan pemikirannya.

Pertama-tama Nashruddin menghabiskan manisan tersebut.

"Pemikiran itu," ucap Nashruddin, "adalah: 'Jangan pernah pergi tidur sebelum menghabiskan seluruh manisan yang dibuat sepanjang hari itu'." (Baca juga: Mullah Nashruddin, Keledai, dan Kualitas Magis Berkah )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2354 seconds (0.1#10.140)